"Pergi...!!! Aku mohon, jangan pernah muncul lagi di hadapanku," teriak Amanda yang sudah benar-benar tidak sanggup akan gangguan-gangguan makhluk astral yang menjahilinya.
"Kenapa .... kenapa Kakek harus mewariskannya kepadaku?" teriak Amanda yang tengah duduk meringkuk di sudut kamarnya.
****
Bagi anak berumur 8 tahun memang tidak mudah beradaptasi dengan adanya gangguan dari dunia lain.
Namun, apa daya. Mata batin yang tidak bisa ditutup kembali memaksa Amanda harus ikhlas menerimanya.
Hari demi hari Amanda lewati dengan penuh ketakutan. Sering berteriak tanpa sebab serta marah-marah sendiri membuat teman sekelasnya enggan bergaul dengan Amanda, bahkan tak sedikit yang mengolok-olok bahwa Amanda itu memiliki gangguan kejiwaan.
Berpindah-pindah sekolah pun sudah sering ia lakukan. Namun, tak ada satupun orang di antara mereka yang dapat memahami kelebihan Amanda.
13 tahun berlalu ....
Tahun demi tahun berganti. Amanda pun sudah mulai terbiasa akan kehadiran sosok makhluk-makhluk astral yang acap kali mengajaknya berinteraksi, mulai dari yang meminta pertolongan, mengajaknya bermain atau hanya sekedar menjahili Amanda.
Berkat kecerdasannya, Amanda mendapatkan Beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya ke Universitas ternama di ibu kota Jakarta.
Hari pertamanya masuk kuliah berjalan dengan lancar, gangguan demi gangguan penunggu Universitas ia hiraukan.
Setelah beberapa hari Amanda kuliah, Amanda bertemu seorang pria berparas tampan yang juga memiliki kelebihan seperti yang ia miliki. Pria itu bernama Bian. Sosok pria yang lembut, ramah, sopan dan rajin beribadah.
"Siang. Nama saya Bian," ucap Bian seraya mengulurkan tangannya pada Amanda yang sedang duduk di dalam kelas.
"Siang, nama saya Amanda." menjabat uluran tangan Bian.
"Kamu anak indigo ya?" bisik Bian yang sudah duduk di samping Amanda.
"Eh, i-iya," jawab Amanda gugup dan sedikit terkejut karena Bian mengetahui kelebihannya, padahal ia tidak memberitahunya.
"Mau aku kenalin sama sahabat-sahabat aku ga? Mereka juga sama seperti kita loh," tutur Bian.
"Kita?" ucap Amanda sambil mengernyitkan dahinya.
"Iya. Seperti kita, punya mata batin yang terbuka. Mereka orangnya pada asik kok dan dimana ada aku disitu pasti ada mereka," tutur Bian.
"Em .... Boleh juga." Amanda pun mengiyakan tawaran Bian dengan wajah berseri.
"Ayo. Aku kenalin sama mereka," ucap Bian sambil menarik tangan Amanda menuju kantin.
Meskipun Amanda merasa terkejut. Namun, ia juga merasa lega, karena akhirnya ia bertemu seseorang yang sama sepertinya, seseorang yang dapat memahaminya.
Setibanya di kantin. "Eh, kamu sama siapa Bi?" ucap seorang pria yang tidak kalah tampan berkulit putih bersih dengan bola mata berwarna coklat terang yaitu Doni.
"Kenalin. ini teman baru kita Amanda," ucap Bian.
"Dan .... Amanda ini Diani, ini Andre, ini Doni," ucap Bian memperkenalkan teman-temannya.
"Hai Amanda," ucap mereka berbarengan seraya mengulurkan tangannya.
"Hai," ucap Amanda, lalu membalas uluran tangan mereka satu persatu.
"Ngomong-ngomong kamu dari Fakultas mana?" tanya Diani, lalu meminum jus mangga pesanannya.
"Aku dari Fakultas Management seperti Bian, kalau kamu?" tanya Amanda.
"Aku dari Fakultas Kedokteran sama seperti Andre," ucap Diani.
"Aku cowok paling ganteng di seluruh dunia. dari Fakultas Management kaya kalian," ucap Doni dengan penuh percaya diri.
"Fakultas Management? Kok aku ga pernah liat kamu," tutur Amanda sambil mengernyitkan dahinya.
"Ya jelas ga pernah ketemu, orang aku selalu bolos," jawab Doni cengengesan.
"Pantesan."
"Tapi .... kenapa kalian pisah-pisah. Kata Bian tadi di kelas bilang kalau kalian kemana-mana selalu barengan," tanya Amanda seraya melirik Bian yang sedang duduk di sampingnya.
"Aku pengennya kaya mereka ambil Fakultas Kedokteran. tapi .... papa nyuruh aku ambil Fakultas Management," ucap Bian murung.
"Aku juga sama. Makanya aku sering bolos," ucap Doni.
"Aku sempet kecewa sih saat Bian dan Doni harus ambil jurusan Management. Meskipun dari kecil kita slalu sama-sama tapi ya mau gimana lagi kita ga bisa apa-apa kalau urusannya sama orang tua." ucap Diani ikutan murung.
"Tapi kalian kan masih bisa kumpul kaya gini, toh masih satu kampus juga," ucap Amanda untuk mencairkan suasana.
"Oh iya Nda, meskipun kita beda Fakultas. kita ga pernah absen untuk wisata loh. Meskipun hanya bisa satu bulan sekali. Kalo dulu bisa sampai seminggu sekali," ucap Andre.
"Oh..., Gitu ya. Kata Bian kalian anak indigo ya? Kalau boleh tau sejak kapan?" tanya Amanda penasaran.
"Iya, aku jadi anak indigo dari umur 6 tahun, Nenekku yang mewariskannya padaku," jawab Diani.
"Kalau aku dari lahir mata batinku sudah terbuka," jawab Andre.
"Aku sama seperti Andre, mata batinku juga sudah terbuka dari lahir. Aku pernah coba buat tutup tapi ga pernah berhasil, sampai akhirnya aku membiasakan diri dengan kelebihan ini," ucap Bian
"Kalau aku punya mata batin saat SMP, sekitar umur 14 tahun. Itupun aku yang minta di bukain sama papa nya Bian, soalnya ga seru kalo wisata cuman aku aja yang ga bisa liat apa yang temen aku liat, kalo kamu?" tutur Doni.
"Oh .... Gitu ya? Kalau mata batinku terbuka saat berumur 8 tahun, itupun Almarhum Kakekku yang mewariskannya padaku. Emang kalian suka wisata kemana? kok sampai Doni minta dibukakan mata batinnya?" tutur Amanda.
"Wisata horor. Kamu mau gabung sama kita ga? Kayanya seru deh kalo nambah personil," ajak Diani.
"Gabung apaan? gabung jadi sahabat kalian atau gabung wisata?" tanya Amanda.
"Keduanya. Gabung ke komunitas kita sekaligus jadi sahabat kita, nama komunitasnya Penjelajah Dunia Mistis." tutur Bian.
"Boleh juga tuh, pasti seru deh kayanya. Ngomong-ngomong makasih ya sudah mau jadi sahabat aku," ucap Amanda mengiyakan dengan penuh semangat.
"Santai aja kali Nda, justru aku seneng soalnya sekarang aku punya temen nongkrong cewek," ucap Diani seraya memeluk Amanda yang duduk disampingnya.
"Untuk merayakan adanya sahabat baru, gimana kalo kita pergi makan-makan di tempat kita biasa nongkrong?" usul Doni.
"Boleh juga tuh, kebetulan mata kuliah kita juga udah pada beres," ucap Diani.
"Kalo gitu kita let's go," ucap Doni di ikuti Bian dan Andre.
Mereka pun membayar pesanannya lalu melangkahkan kakinya menuju tempat parkir.
Dari semenjak itu Amanda tidak lagi merasa sendirian. ia mulai merasakan arti pertemanan yang sebenarnya. Karena sejak dari kecil ia selalu berteman dengan orang yang hanya ingin memanfaatkan dirinya.
Hari-hari berlalu. Pertemanan mereka pun semakin akrab. Semakin lama berteman semakin merasa memiliki kecocokan satu sama lain.
Berhubung Amanda bersedia bergabung dengan komunitas yang di dirikan oleh Bian. Mereka memutuskan untuk mengadakan wisata horornya pada akhir pekan.
Kemanakah mereka akan memulai traveling pertama bersama anggota barunya? keseruan dan kejanggalan apa saja yang akan mereka temukan saat menelusuri tempat yang begitu kental dengan hal-hal mistis?