Tubuh Amira seketika lemas seperti agar - agar bermanjakan tubuh kekar yang terbiasa mendominasi dengan arogansi tinggi, kini terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Beruntung sang ayah berada di sisi sehingga bisa bergegas menopang.
"Lebih baik duduk saja, sayang." Saran sang ayah.
Amira menggeleng. Tatapannya masih saja meremang pada alat infus yang masih terpasang pada lengan kekar.
Ekor mata Yoza melirik ke bawah ketika merasakan bagian pundak basah oleh tetesan air mata. Dengan segera bergegas membimbing sang putri untuk duduk pada kursi panjang. Namun, Yoza harus berbesar hati merelakan keinginan tersebut ketika sang putri menolak dengan sangat tegas.
"Amira, masih ingin di sini, Pa." Menyentuhkan jemarinya pada dinding bermanjakan tubuh kekar yang terlihat dari balik kaca. Jujur, dihadapkan pada kondisi seperti ini telah membuat kekuatan Amira runtuh seketika.