Amira pun langsung mendengus kesal. Pasalnya si Opa ini tidak langsung berbicara pada titik permasalahannya tapi malah ceramah. Huh, ya jelas Amira kesal lah apalagi dia baru saja di buat kesal sama sahabat masa SMA nya, Hana Sumitra.
Huh, hari ini benar - benar hari yang paling menyebalkan dalam hidup Amira. Ga Hana, ga Opa nya. Dua - dua nya sama - sama menyebalkan.
Sementara Opa nya masih saja bicara panjang lebar hingga kesabaran yang Amira tahan sedari tadi akhirnya lenyap sudah.
Tanpa sadar suara Amira meninggi hingga sang kakek tersentak. "Opa mau kasih tahu Amira ga? Kalau ga, Amira pergi nih!"
"Iya, iya Amira sayang. Duduklah dulu!" Pinta Tanzel. Amira pun mendudukkan kembali bokongnya pada ruang kosong disebelah Tanzel. "Cepat kasih tahu, Amira! Masalah apa yang ingin Opa bahas?!" Nada suaranya terdengar tajam dan tegas mengusik pendengaran.
Akhirnya dengan berat hati, Tanzel pun memberitahu pada cucu kesayangan bahwa yang ingin dia sampaikan ini adalah mengenai Louis, calon suami Amira. "Semua ini tentang calon suami-mu, Amira." Lirih Tanzel berpadukan dengan tatapan mengunci pada wajah cantik.
"Maksud Opa, Louis?"
Mendengar pertanyaan yang meluncur dari bibir cucu kesayangannya ini telah menggiring Tanzel pada kekehan kecil. "Kamu ini lucu sekali, Amira. Ya, tentu saja, Louis lah. Memangnya kamu punya berapa banyak calon suami, hah?"
Bukan berapa banyak, Opa. Tapi, ga ada. Amira ga punya calon suami dan Louis, hanya calon suami pura - pura. Batin Amira sedih.
"Oh iya Opa, Louis kenapa? Memangnya dia berulah apalagi?"
"Sabar dunk Amira sayang. Kamu ini ga sabaran banget kalau sudah berhubungan dengan calon suami-mu."
"Ih, Opa ... bukan gitu maksud Amira. Amira tu pengen buruan mandi soalnya badan Amira lengket - lengket." Rajuk Amira dengan manjanya. Sejenak Tanzel pun dibuat tak tega untuk mengatakan kejadian sebenarnya pada cucu keaayangan ini mengenai Louis yang sudah meninggalkan Indonesia.
"Opa ini mau ngomongin apa sih tentang, Louis? Dari tadi bicara ga jelas. Langsung ke intinya aja dunk, Opa." Kesal Amira.
Tatapan Tanzel mengunci pada wajah Amira. Dihembuskannya nafasnya perlahan sebelum memulai kalimatnya, sementara Amira sudah dengan sangat antusias mendengarkannya hingga degupan jantungnya pun memompa seribu kali lebih cepat.
Kembali ditatapnya cucu kesayangan dengan tatapan dalam dan lama. "Louis ... "
"Iya, Louis kenapa Opa?" Desak Amira dengan tak sabaran.
Tatapan Tanzel meremang. "Louis, sudah kembali ke Amerika." Lirih Tanzel pada kata terakhir namun sial, karena Amira masih mampu mendengarnya dengan sangat jelas.
"Louis, kembali ke Amerika?" Ulang Amira yang langsung diangguki oleh Tanzel.
Yes, akhirnya pergi juga tuh si cowok genit menyebalkan. Bagus deh akhirnya dia tahu diri juga bahwa keberadaannya di sini sangat mengganggu. Batin Amira penuh kegirangan.
Opa ini ngeselin. Mau kasih tahu ke Amira kalau Louis sudah kembali ke Negara nya saja pakai muter - muter ga jelas, bikin Amira jantungan aja. Amira tu seneng banget tahu ga sih Opa soalnya Amira terbebas dari si cowok genit menyebalkan itu. Batin Amira dengan mengulum senyum bahagia.
"Opa, tidak salah lihat kan, Amira?"
Amira tersentak berpadukan dengan kedua mata menyipit hingga keningnya berkerut. "Maksud, Opa?"
"Kamu ini terlihat girang sekali dan sepertinya kamu tidak merasa sedih dengan kepergian calon suami-mu."
"Ih, Opa ini gimana sih? Amira tu lagi sedih. Tapi, Amira ga mau nunjukin Perasaan Amira di depan, Opa."
"Apa itu benar?" Berpadukan dengan tatapan menelisik mencari jawaban jujur dari wajah cantik Amira.
"Iya, Opa. Coba deh Opa perhatiin lagi." Sembari mencondongkan wajahnya ke depan yang langsung di hadiahi dengan cubitan gemas mampir dihidungnya yang mancung.
"Auch, sakit Opa."
"Iya, iya maaf Amira sayang." Yang langsung dibalas dengan seulas senyum hangat. Di dalam hati Amira berbisik lirih. Hampir aja katahuan. Huh, dasar Opa.
"Ya sudah Amira ke kamar dulu ya, Opa. Mau langsung mandi soalnya badan Amira udah lengket - lengket nih."
"Ya sudah sana buruan mandi. Selesai mandi langsung turun! Opa, tunggu di ruang makan."
"Siap Bos." Ucap Amira sembari mengerling genit.
"Amira ... " geram Tanzel.
Amira pun terkekeh kecil sembari melebarkan langkah menuju kamarnya. Hari ini Amira sangat bahagia karena hidupnya terbebas. Namun, ada kegundahan yang seketika menyergap ketika Dewi di dalam hatinya berbisik lembut.
Kalau Louis pergi. Bagaimana cara kamu mengatasi keluarga mu ini, Amira. Bagaimana cara kamu mengatasi Opa-mu yang sangat arogansi itu, huh?
Seketika menjitak kepalanya sendiri. "Oh My God, kenapa aku ga kepikiran sampai sana. Terus ... gimana ini? Louis, pulang ke Amerika sebentar apa lama ya? Atau jangan - jangan dia terus menetap di sana dan ga bakal balik lagi ke Indonesia? Bagaimana ini? Mikir Amira, mikir! Sembari berjalan mondar mandir mencari ide briliant.
Louis juga sih pergi ga pakai pamit. Ngomong ke aku dulu kek kalau mau pergi atau setidaknya kirim pesan. Kesal Amira.
Seketika ingatan Amira berpusat pada pesan Louis yang belum sempat dia baca. Dengan segera di bukanya pesan dari Louis.
β’
Amira sayang ...
Aku pamit ya. Hari ini aku harus kembali ke Amerika. Jaga diri kamu baik - baik selama aku pergi. Jaga hati dan juga mata kamu dari para lelaki yang tidak baik dan berniat buruk.
Oh, iya jaga pola makan, tidur, dan juga jangan tinggalkan sholat lima waktu.
Bye, Amira sayang ...
Sorry, ga bisa berpamitan secara langsung. Tadinya aku ingin menemui mu di kantor tapi, waktunya sudah sangat mepet.
Oh, iya satu lagi jangan lupa minum vitamin dan jangan kerja sampai larut malam. Ingat, kesehatan itu nomor satu.
Miss youππΉππΉπ
- Calon suami pura - pura mu: Louis Leigh Osbert -
β’
"Ih, apaan sih pakai emot love lagi. DASAR GENIT!" Maki Amira entah pada siapa karena nyatanya dia sedang sendirian di dalam kamarnya.
Tidak juga mendapati jalan keluar dari permasalahan yang sedang menghimpitnya saat ini telah menenggelamkannya ke dalam himpitan rasa sesak.
Dan disaat yang sangat tidak tepat pintu kamarnya telah di ketuk. Tanpa dapat terelakkan lagi Amira pun langsung mendengus kesal.
"Ih, siapa sih yang datang mengganggu saja?" Lirihnya tanpa ada niatan untuk membukakan pintu hingga suara ketukan tersebut kembali mengusik pendengarannya.
Geram, itulah perasaan Amira saat ini sehingga langsung memukulkan tangannya ke sisi ranjang berpadukan dengan dada naik turun menahan Amarah.
"Siapa?" Tanya Amira tanpa mau membukakan pintu.
"Ini Inem, Non."
"Masuk!" Titah Amira dan bersamaan dengan itu Inem pun memasuki kamar Nona nya.
πππ
Next chapter ...