"Tetapi, sebelum aku meninggal, bolehkah aku meminta kejujuranmu. Apakah kamu mencintaiku?"
Aku tidak segera menjawab. Tetapi, aku menemukan pancaran kesungguhan dari wajahnya. Kemudian, aku baru mengangguk pelan,
"Iya, Pras. Aku sangat mencintaimu."
Dia mendekatkan wajahnya. Lalu, dia membekapku dengan lumatannya yang ganas. Aku membalasnya tidak kalah ganas. Namun, ini bukan sekedar hasrat, melainkan hati yang sedang terpaut. Setelah cukup lama, kami saling melepas pagutan dengan nafas terengah-engah.
"Dina."
"Pras."
Lalu kami saling berpelukan dengan sangat erat sekali seakan-akan kalau kita tidak bertemu lagi. Terdengar deru nafasnya memburu ditelingaku, meluahkan segenap emosi yang ada. Aku bisa merasakan kehangatan dari tubuhnya. Kehangatan yang mungkin akan menjadi yang terakhir kalinya.
Dia melepaskan pelukannya, menghapus air matanya dengan kasar, aku bisa melihat wajahnya yang kuyu karena habis menangis.