Pagi ini adalah hari pertamanya masuk ke kelas baru sebagai kakak kelas yang memiliki peringkat nilai teratas di sekolah. Ia sudah kelas XII sekarang. Arkan tidak pernah sesemangat ini berangkat sekolah. Kebahagiaannya terpancar karena mulai hari ini Senja akan satu kelas dengannya. Dan Arkan pastikan mereka duduk satu meja bersama.
Senja adalah teman Arkan satu-satunya sejak mereka masuk SD. Gadis berparas cantik dan bertubuh semampai itulah yang hanya mau dijadikan Arkan sebagai sahabat paling dekatnya satu-satunya. Sejak pertemanan di SD, keduanya selalu bersama-sama. SD yang sama dan satu kelas. Lalu SMP yang sama tapi beda kelas satu tahun karena Senja yang gagal naik kelas IX. Dan pada akhirnya Arkan sampai rela untuk satu tahun telat masuk sekolah hanya karena mau menunggu Senja menamatkan sekolah SMP-nya lebih dulu sehingga keduanya nanti bisa masuk sekolah SMA bersama-sama lagi. Dan setelah perjuangan lama itu barulah sekarang menjadi waktu terbaik bagi Arkan, bahwa sisa tahun ini ia akan habiskan masa sekolahnya bersama Senja di kelas yang sama.
"Hai, Arkan." Seorang gadis melambaikan tangan padanya. Berdiri di sana dengan rok yang terlalu pendek dan apa-apaan itu? Kenapa dia memakai baju seketat itu? Arkan mendengus. Sebal dengan tatapan siswa lelaki yang sampai memelototi tubuh bagian belakang gadis berotak dangkal di depannya.
"Udaranya dingin. Gue gak mau lo sampai sakit. Entar ngerepotin lagi." Arkan melepas jaket dan bergerak menyelimuti punggung Senja dengan jaketnya. Berusaha menarik ujung jaket supaya bisa menutupi bagian-bagian tubuh Senja yang tidak semestinya diumbar.
"Lo itu kolot banget, sih, Ar. Gue tuh harus tampil cantik hari ini biar gebetan gue itu tuh merhatiin gue."
"Ya memangnya harus dengan penampilan semurahan ini?"
"Murahan?" Layangan tamparan keras mengenai bahu Arkan. Anehnya pria itu hanya tenang-tenang saja. Benar-benar cowok dingin gak berperasaan. "Cowok yang gue taksir itu suka sama kakak kelas yang semok. Makanya gue sengaja lebihin kecantikan gue dengan tampilan lebih berani kayak gini. Harusnya tuh sebagai teman yang baik, lo itu dukung gue, Arkan," tekan Senja.
Arkan menyipitkan mata. Tertarik akan satu hal. "Maksudnya cowok yang lo taksir itu adik kelas sendiri?" Wajahnya begitu terkejut.
"Iyalah, selera gue kan memang dede gemesh," kekeh Senja berbalik pergi.
"Hei, Senja." Arkan ikut menyusul. Berjalan di samping Senja. "Lo gak serius, kan? Terus dia di kelas apa? Apa wajahnya cukup menarik? Dia cukup pintar enggak? Terus-"
"Ah, Arkan. Stop, deh. Lo tuh bikin ribut aja. Santai kali, gue kan belum tentu jadian sama dia."
"Lo gak boleh jadian sama dia. Pokoknya gak boleh."
"Dih, kenapa?"
"Pokoknya gak boleh."
"Arkan! Jelasin dulu dong kenapa? Arkan!" panggil Senja menatap lelaki itu yang sudah lebih dulu masuk kelas.
***
Begitu masuk ke kelas, semua tatapan kini mengarah ke mereka. Seruan bernada kagum di sekitarnya sudah biasa mereka dapatkan. Dengan dingin keduanya berjalan ke kursi masing-masing.
"Hei," panggil Arkan yang sudah duduk. Tangannya menahan lengan Senja. "Duduk di sebelah gue gih," ucapnya datar yang bagi Senja terdengar seperti perintah.
Sambil menepis pegangan Arkan, Senja menggeleng keras. "Gue gak mau."
Arkan melotot tidak percaya. Ia berdiri hendak menarik siku Senja tanpa menyadari banyak mata yang memerhatikan mereka dengan tatapan seolah menonton drama itu kini saling berbisik, menanyakan sebenarnya hubungan apa sih yang terjalin di antara keduanya.
Satu wanita masuk ke kelas. Rambut hitamnya terhiasi bando, tatapan matanya terlihat tak bernyawa. Ia melihat ke sekitar ruangan itu dengan desahan kecewa. Tidak ada satupun temannya yang dari kelas sebelumnya ada di sini. Mereka semua terlihat asing dan ... rendahan.
Satu siswi menengok ke arah pintu dan ternganga saat melihat kehadiran penghuni baru yang lebih populer dari kedua orang yang tadi ditontonnya. Berdiri dengan berkilauan di sana. Dia ... dia Karamel! Siswi populer nomor satu di sekolahnya. Tidak hanya paling cantik tapi juga paling pintar. Wow, keren! Kelasnya kini bisa menjadi kelas paling istimewa dan paling hebat karena dihuni tiga manusia paling populer di sekolah.
Berjalan penuh karisma, Karamel berhenti di antara dua meja. Ia melirik ke meja di kanannya dan bertatapan dengan lelaki nerd berkaca mata dengan senyum mengerikan. Karamel tetap tersenyum, walau sebenarnya dalam hati ia mengumpat karena saking kagetnya melihat wujud pria itu. Lalu kepalanya beralih ke meja di kirinya yang terdapat satu tas ransel hitam merk Giorgio Armani. Karamel mencoba menahan reaksi terkejutnya dengan mulus. Pemilik tas itu pasti anak konglomerat. Wah, kesempatan bagus untuk dijadian teman. Perhatian Karamel tertarik akan pemandangan lain yang sedang ditatap sebagian siswa yang tadi belum sempat melihatnya masuk. Ia menatap di ujung sana ternyata ada sedikit pertikaian? Karamel tidak yakin pasangan visual itu sedang bertengkar karena si cewek malah kelihatan geli dengan raut kesal si cowok yang terus-terusan menarik sikunya itu. Tak ingin ikut pusing, Karamelpun memutuskan untuk duduk di bangku meja sebelah kirinya. Ia melepas ransel dan menaruhnya dengan suara terlalu berisik di atas meja. Owh sepertinya aku terlalu bersemangat, pikir Karamel terseyum malu ke arah orang-orang yang kini berbalik menatap kepadanya. Tentu dengan reaksi kaget yang tak biasa.
Begitupun Arkan dan Senja yang sama-sama terkejut dengan kehadiran Karamel tapi dalam dua sisi yang berbeda. Arkan yang kaget karena melihat Karamel tiba-tiba duduk satu meja dengannya tanpa izin. Lalu Senja yang tak menyangka bisa satu kelas dengan gadis populer yang sejak lama ia kagumi itu.