Diah berjalan dengan hati-hati dan menggunakan tembok untuk menopang tubuhnya, ia berjalan keluar dari kamar mandi menuju lemarinya untuk mengambil seragam sekolah. Teman-temannya masih tertidur di ranjang dan hanya dia yang terbangun, ia berniat berangkat lebih awal untuk menghindari Rifan menjemputnya.
"Kamu sudah bangun?"
Tubuh Diah tersentak dan melihat Maja menatapnya dengan mata mengantuk.
"Jam berapa ini?" Maja melihat jam dinding kemudian menatap Diah kembali. "Masih terlalu pagi untuk ke sekolah."
Diah menggigit bibirnya dan mencengkeram seragamnya. "Aku tidak ingin bertemu Rifan."
Maja turun dari ranjangnya dan mengambil handuk yang tersampir. "Tunggu aku, aku akan menemanimu." Maja mengerti perasaan tidak nyaman Diah terhadap Rifan.
Diah memandang Maja dengan mata berbinar dan menyunggingkan senyum. "Terima kasih."
Maja mengangguk kemudian pergi ke kamar mandi.
Diah mengenakan seragamnya sambil duduk di ranjang, ia menggunakan sandalnya sendiri dan berniat mengembalikan sandal yang dia pinjam dari UKS sambil mengambil kembali sepatunya. Ia mengeluarkan ponsel untuk bermain game sambil menunggu Maja selesai mandi, ia membalas pesan dari kakaknya dan mengabarkan bahwa dia baik-baik saja.
Setelah beberapa menit akhirnya Maja keluar dari kamar mandi, ia segera mengambil seragamnya dan mengenakannya. Setelah memasukan buku sesuai jadwalnya ia berjalan mendekati Diah sambil mengulurkan tangan.
"Sudah selesai?"
Diah mengangguk dan memegang lengan Maja untuk menopang tubuhnya, mereka berjalan dengan hati-hati dan meninggalkan kedua teman asrama mereka yang masih tertidur. Setelah menutup pintu mereka melihat koridor yang masih terlihat kosong karena ini memang masih terlalu pagi untuk pergi ke kelas. Lagipula ini bukan hari senin yang mengharuskan mereka upacara di pagi hari.
Saat berbelok tubuh mereka membeku dan memandang tidak percaya pada sosok Rifan yang tengah membelakangi mereka sambil bersandar di dekat jendela. Ia mengenakan pakaian santai dan menggunakan jaket berwarna hitam serta celana traning yang senada. Ia sepertinya dalam mood yang buruk karena dia menatap langit sambil termenung.
Sepertinya Rifan masih belum menyadari keberadaan mereka dan Diah memberi isyarat pada Maja untuk berjalan perlahan melewati jalan lain agar tidak ketahuan.
"Mau kemana kalian?"
Tubuh mereka membeku dan mendengar suara langkah kaki yang mendekati mereka.
"Ingin melarikan diri?"
Diah menggigit bibirnya dan menundukkan kepala karena tidak berani menatapnya.
Rifan semakin mendekati mereka dan meraih tas Diah untuk memberikannya kepada Maja. "Bawa tasnya!"
Dengan sigap Maja menerimanya kemudian berjalan agak jauh dari mereka, ia memberikan tatapan simpati pada Diah dan tidak berdaya menolongnya.
Rifan berdiri di depan Diah dan sedikit menunduk menatapnya. "Mau belakang atau depan?"
Diah memahami maksudnya dan tentu saja memilih di gendong ke belakang, lagipula cukup memalukan jika ada orang lain yang melihat Diah digendong oleh Rifan di depan. "Belakang."
Rifan berlutut menawarkan punggungnya kepada Diah dan dia dengan enggan menaiki tubuhnya. Wajah Rifan terlihat tenang dan tidak ada perubahan ekspresi, ia berjalan dengan mantap sampai di pintu tangga dan berjalan dengan perlahan.
Diah tidak tahu apa yang terjadi dengan Rifan, dia merasa bahwa Rifan dalam mood yang buruk dan dia seharusnya tidak menyinggungnya. Ekspresinya tadi saat melihat keluar jendela sangat jelas bahwa dia memiliki banyak pikiran.
Nafas Rifan mulai terengah-engah saat berada di tangga lantai tiga, tetapi dia mencoba bersikap setenang mungkin dan mengendalikan ekspresinya agar tidak terlihat kelelahan. Sayangnya itu luput dari mata Diah sebab dia bisa melihat bulir keringat dari dahinya dan suara nafas yang pendek-pendek.
"Kau bisa menurunkanku," saran Diah tidak tega melihatnya.
Rifan tidak memperdulikan sarannya dan terus berjalan menuruni anak tangga, ia sedikit membenarkan posisi Diah di gendongannya kemudian melanjutkan lagi perjalanan.
Sesampainya di lantai bawah, akhirnya Rifan bisa bernafas sejenak, ia mengatur nafasnya dan berhenti di dekat tembok untuk beristirahat sebentar. Diah bekerjasama dengannya dan tidak bergerak untuk menyulitkan Rifan.
"Apa yang kalian lakukan di sini?" terdengar suara wanita yang bergema di koridor kosong ini.
Mereka berdua sontak menoleh dan melihat wanita paruh baya yang mengenakan daster yang sedikit formal dengan membawa tongkat yang di acungkan ke arah mereka. "Terutama kau? apa yang kau lakukan di asrama perempuan? Laki-laki dilarang di sini!"
Rifan memutar matanya kemudian menurunkan Diah dan memegang pinggangnya. "Bu Lia, saya sedang membantunya turun dari lantai 5 karena kakinya terluka." Ia menunjukan kaki Diah yang di perban.
Bu Lia, pengawas asrama perempuan tidak mudah percaya dengan perkataan Rifan, dia berjalan mendekati mereka dan menyipitkan matanya saat melihat kaki Diah. "Siapa nama kalian dan dari kelas mana?"
"Nama saya Rifan dan dia teman sebangku Diah, kami dari kelas 11 IPA 2."
Bu Lia tersentak dan memandang Rifan, dia pernah mendengar tentang rumornya dan merasa kagum, bahkan dia pernah menceritakan pada anak-anaknya agar mencontoh prestasi hebatnya. Ini adalah pertama kalinya dia bertemu dengan Rifan walaupun dia bekerja di sekolah ini, tugas adalah menjaga asrama perempuan dan jarang pergi ke gedung lain, oleh sebab itu dia sangat terkejut melihatnya secara langsung.
"Kau Rifan?"
Diah menaikkan sebelah alisnya dan menatap Bu Lia, sepertinya sikap buruknya sudah terkenal di seluruh sekolah bahkan pengawas asramanya sampai mengetahuinya.
Melihat anggukan Rifan, Bu Lia tidak tahu harus bersikap apa, dia tahu bahwa aturan tetaplah aturan tapi di sisi lain dia membenarkan bahwa gadis bernama Diah tidak akan bisa turun dari lantai lima tanpa bantuannya, dia mengalami kontradiksi.
"Peraturan tetap peraturan, bahkan jika kau berniat membantunya kau bisa saja meminta bantuan guru atau staff perempuan lain, aku dengar ada guru olahraga bernama Bu Via, kalian bisa meminta bantuannya."
Diah hanya berdiri di samping Rifan, dia tidak tahu harus melakukan apa dan membiarkan Rifan menanganinya, perasaannya mengatakan bahwa mood Rifan semakin buruk.
Tebakan Diah benar, mood Rifan memang semakin buruk setelah menghadapi Bu Lia, tetapi dia tidak bisa kehilangan kendali di depan orang lain terutama di hadapan Diah. "Saya tidak melanggar aturan."
"Apa maksudmu?" Bu Lia mengerutkan dahinya tidak senang. "Apa kau tidak tahu aturan?"
Rifan menggelengkan kepalanya dan menyeringai. "Memang ada aturan sekolah yang melarang murid laki-laki memasuki asrama perempuan, tetapi-"
"Tetapi?" Bu Lia semakin menatapnya bingung.
"Tetapi aturan sekolah akan berlaku saat jam sekolah di mulai." Matanya berubah dingin dan seringaiannya semakin melebar. "Dan saat ini baru jam 05.45 masih satu jam lagi sebelum sekolah di mulai."
Rifan dengan cepat meraih pinggang Diah dan membawanya ke dalam gendongan, dia segera meninggalkan Bu Lia yang masih terpaku mendengar perkataannya.
"Jadi, saya tidak melanggar aturan."
Setelah beberapa saat akhirnya Bu Lia sadar dan dia melihat kepergian Rifan dengan tatapan marah, tangannya terkepal dengan kuat dan meneriakinya. "AKU AKAN MEMBERIKAN KALIAN POIN!!!"
oOo
"Turunkan aku!" Diah memberontak karena merasa malu saat digendong di depan tubuhnya.
Rifan mencoba menyeimbangkan tubuhnya dan menatap Diah tajam. "Jangan bergerak! Lagipula ini masih pagi dan tidak ada yang melihat kita."
Sebenarnya Diah sedikit takut akan tatapan Rifan tapi dia memberanikan diri untuk membalas tatapannya. "Lihat gara-gara kau kita mendapatkan poin, tidak bisakah kau mengatakan dengan sopan pada Bu Lia sehingga dia akan membiarkan kita pergi."
Rifan hanya memutar matanya. "Membuang-buang waktu, lagipula aku tidak melanggar aturan, sudah tertulis jelas di aturan sekolah no 10." Selain tidak tidur semalam, alasannya datang lebih pagi adalah karena alasan ini.
Diah tidak mempercayai ucapannya, orang seperti Rifan tidak mungkin mengingat aturan, yang ada dia selalu melanggar aturan!
"Kenapa kau datang pagi-pagi sekali?" tanya Diah cemberut padahal dia ingin menghindarinya.
Sudut bibir Rifan tertarik ke atas dan dia mendekatkan wajahnya. "Aku pikir kucing kecil yang aku jemput kemarin tidak mendengarkan perkataan ku, jadi aku harus datang pagi-pagi untuk menangkapnya," ujarnya sambil terkekeh.
Kucing kecil bernama Diah mengangkat cakar kecilnya dan menjauhkan wajah Rifan. "Jangan dekat-dekat!"
Rifan masih terkekeh dan mempercepat langkahnya, ia tidak bisa terlalu lama menahan Diah dalam gendongannya dan harus cepat sampai di kelas mereka. Untung saja berat Diah tidak terlalu berat dan Rifan masih bisa menahannya, jika tidak harga dirinya sebagai laki-laki akan anjlok di depan matanya.
Setelah menaiki tangga dan melewati koridor akhirnya mereka sampai di kelas dan Rifan meletakan Diah di kursinya yang dekat dengan jendela, sedangkan dia duduk dengan kepala menatap langit-langit kelas sambil mengatur nafasnya yang terengah-rengah.
Diah mengernyitkan dahinya menatap Rifan yang masih mengenakan pakaian santai. "Kau tidak menggunakan seragam mu?"
Rifan memiringkan kepalanya. "Tidak, aku akan meminta temanku untuk mengantarkannya ke sini."
Rifan mengeluarkan ponselnya dan menelpon Reynaldi agar membawakan seragam sekolahnya, ada jeda sejenak kemudian terdengar suara Reynaldi dari sisi lain panggilan. "Antarkan seragam sekolahku sekarang!"
"!!!!!!!!!"
Rifan menjauhkan telinganya dari ponsel ketika mendengar teriakan Reynaldi yang tercampur dengan umpatan kotor. "Cepat bawakan ke kelasku sekarang!"
Tak menunggu jawaban dari Reynaldi dia segera memutuskan panggilan dan mengusap telinganya yang masih berdengung karena teriakan Reynaldi. "Dasar PMS."
Diah hanya menatapnya datar dan memutar matanya, siapapun yang di bangunkan pagi-pagi dan diperintahkan untuk membawa seragam, dia pasti akan marah dan mengumpat pada orang yang menyuruhnya. Jam-jam seperti ini memang masih nyaman bergelung di dalam selimut dan hanya orang sepertinya yang ingin menghindari Rifan yang akan berangkat pagi-pagi buta.
"Bangunkan aku saat Reynaldi datang." Rifan merebahkan kepalanya di atas meja dan tidak lama terdengar dengkuran halus yang menandakan dia telah tidur.
Diah menatapnya heran, ia mudah sekali tertidur di manapun dia berada. Apakah tujuannya pergi ke sekolah hanya untuk tidur? Kenapa dia tidak tidur di rumahnya? Mengganggu pandangan Diah saja!
-TBC-
~Forum Sekolah~
Sub Forum : Guru Milenial
Pengirim : @SportyforHealth
Topik : Ini pertama kalinya 'dia' mendapatkan poin!
Tadi pagi aku bertemu dengan Bu Lia, pengawas asrama perempuan, Bu Lia mempergoki 'dia' bersama seorang gadis menuruni tangga hanya berdua!
Ini pertama kalinya aku melihatnya bersama seorang gadis selain kedua temannya yang terlihat seperti perangko itu. Aku kira dia belok ternyata tapi dia masih lurus!
[POIN PIC]
Komentar :
@Bahasasangatpenting anak muda zaman sekarang sangat terbuka menunjukan hubungan mereka ckckckckc…..
@MatiMatikan aiyaaa~~ kita generasi tua hanya bisa menatap iri
@Soo~~~Nice untuk seorang gadis dia rela mendapatkan hukuman, sungguh kisah yang menyentuh.
@SenyawaKimia kisah cinta masa remaja sungguh indah~~~
@Ohmaygod pak @Sportyforhealth kau membuat postingan seperti ini memang tidak takut 'dia' melihat diskusi kita? Bukankah 'dia' yang melakukan perawatan server pada forum?
@Sportyforhealt tenang saja forum ini telah di lengkapi dengan program keamanan dari TFP jadi 'dia' tidak bisa mengakses sekaligus merentas sub forum ini *tertawa jahat*
@Seniituindah untunglah @Sportyforhealt memasang program itu, dengan ini tidak ada yang mengetahui diskusi kita, lagipula para guru juga ingin merasa gaul.
@Sportyforhealt hahahahaha tenang saja, kalian bebas berekspresi di forum ini, tidak perlu memperhatikan formalitas antar guru hahahaha….
@HeadMaster Goodjob!