"Aku merindukanmu."
Dua kata.
Suara Bo Siqing membawa madu yang paling manis di dunia, bagaikan siulan yang datang dan langsung menembus sampai relung hatinya.
Yun Hua menggigit bibirnya, kecepatan ujung jarinya yang menuliskan nama Bo Siqing di pagar beton semakin lama semakin cepat.
"Oh." Suaranya masih sangat lirih, begitu lirihnya sampai hampir tidak terdengar.
"Apa kamu merindukanku?" Bo Siqing berbicara sambil tertawa lembut, "Sayang, ini yang ingin kudengar."
Jelas-jelas angin dingin menusuk tulang, tetapi wajah Yun Hua panas tak terkendali.
"Cepat katakan, aku tidak punya waktu lagi."
"…"
Yun Hua meremas ponselnya cukup lama, kemudian baru menggertakkan giginya, "Aku juga merindukanmu."
"Seberapa rindu?" Tanya Bo Siqing.
"Sangat rindu."
"Sangat rindu itu seberapa rindu?"