Masih Flashback*
"Jangan ikut campur lagi, aku tidak menjamin hidupmu akan tenang." Gumanku seraya membaca isi suratnya.
Mengancamku? musathil. Dari tulisannya, aku yakin ini adalah tulisan tangan perempuan. Memang banyak juga laki laki yang memiliki tulisan Rapih, akan tetapi, itu berbeda.bl
"Apa isinya Cas?" Tanya wulan dengan wajah khawatirnya.
"Bukan apa apa, tugas kalian cuma bantu gue jagain tempat ini aja." Jawabku masih mencari kertas ancaman lain. "Oiya, bantu gue kubur mayat kucinyanya ya." Lantku mengucapkan kata sekenannya.
"Apa?" Dengan ekspresi yang ketakutan Jane mengucapkannya sambil menggeleng kecil.
"Jangan bercanda lo Cas" Kali ini Wulan yang berbicara.
Aku hanya bisa menarik kedua temanku ini, sambil sedikit tersenyum puas. Karena hal ini, setidaknya masalah kami agak terlupakan.
Aku teringat sesuatu. Camera kecil yang kutaruh disekitaran Cafeku, pasti tidak akan ada yang tahu. Dengan berbekal laptop, aku mengambil alih peraturan Cameranya, untunglah tidak ada masalah.
Aku memutar kegiatan selama satu minggu ini yang terekam di tiga Camera kecilku. Jika aku lihat, ada dua orang yang datang silih berganti setiap hari. Biasanya pelangganku akan datang diwaktu yang sama setiap dua kali sehari. Tapi ini, dua orang ini datang empat kali dalam satu hari. Besoknya merekapun melakukan hal yang sama dan terus seperti itu.
"Eh? kalo yang naronya cowo, kenapa Cowo yang bolak balik itu masih disini?" Ujarku saat melihat siapa yang menaruh Kardus itu.
"Jangan jangan pelakunya lebih dari dua?" Ujarku lagi.
Aku melihat pergerakan laki laki ini, ia mengikuti seseorang yang menyimpan kardus tadi. Dengan seksama aku melihat sosok itu, barangkali aku bisa mengenalinya.
Namun sayangnya, sosok ini baru pertamakali muncul dihadapan kedua bola mataku.
Sambil mencari bukti lain, aku masih memikirkan kemana hilangnya tali itu, dan apakah orang menaruh kardus berisi may*t kucing, dan surat itu adalah orang sama atau berbeda? Tapi, aku melihat dengan jelas, kedua orang itu tak sama.
Aku terus mengamati pergerakan 'tiga' orang ini. Setelah kejadian itu, tidak ada orang lain yang datang ke meja tempat laki laki itu duduk. Kemungkinan besar, yang menaruh surat itu adalah Lelaki itu sendiri, namun yang menulisnya adalah 'wanita' yang datang 2 jam sebelum kejadian.
"Sebenarnya siapa mereka? apa yang mereka mau?" Gumanku masih memperhatikan layar Laptopku.
"Kalo dua orang ini bukan pelakunya, melainkan pelakunya ini adalah si tukang naro kardus, dua orang itu ngapain bolak balik Cafe?" Ujarku masih mencari cari jawaban.
"Tapi, tinggi yang naro kardus itu gak sampe 175 cm, sedangkan cowo yang ngejar itu tingginya kurang lebih 175 cm."
"Ini pantes gak ya gue jadiin bukti lain? atau petunjuk?" Tanyaku pada diri sendiri.
Aku menyimpan rekaman vidio ini ke file pribadiku, lalu menyalinnya kedalam flashdisk dan ponselku. Setelah itu aku bergegas pergi menuju tempat mas Agung berada.
Aku naik kedalam bus, tidak mungkin aku yang 16 tahun ini berani mengendarai motor kekantor polisi, besar sekali nyaliku ini jika melakukan itu. Aku menyapa beberapa petugas kepolisian, kantor polisi disini berbeda dengan kantor polisi lainnya, kesannya lebih modern.
"Mas!" Seruku saat melihatnya disalah satu tempat duduk.
Mas Agung melambai lambaikan tangannya, seraya berbicara salam kejauhan mengucapkan kata 'Sini!'.
"Gimana, ada masalah apa di Cafe kamu Cas?" Tanya kak Farrah begitu aku datang.
"Emm, kayaknya gak aman deh kalo kita obrolin disini." Jawabku seraya melihat kesekeliling kantor polisi ini.
Mas Agung dan Kak Farrah saling melihat satu sama lain, kemudian bangun dan menarikku keluar dari kantor polisi. "Letnan C sama Petugas B udah nunggu kita disuatu tempat, Cas." Bisik mas Agung yang nyaris tidak bisa kudengar.
Aku hanya mengangguk paham, dan mengikuti kemana mereka akan pergi.
*****
Anyir. Satu kata itu yang pertamakali muncul dipikiranku. Kini aku berada disebuah gedung bertingkat dua, yang entah mengapa sangat kotor dan 'bau'. Kemana sebenarnya aku akan dibawa? Katakanlah jika aku sedikit overthinking, merasa bahwa dua orang yang bersamaku, bukanlah orang yang kukenal.
"Mas, kita mau kemana?" Tanyaku berbisik.
Mas Agung hanya menjawabnya dengan satu jari yang menutup mulutnya, kode agar aku tidak mengeluarkan suara.
"Kalian sini!" Seru Petugas B dengan suara yang nyaris tidak terdengar.
Kami bertiga mengangguk kecil, dan mulai berjalan perlahan kearah dua petugas paruh baya dihadapan kami. Aku melihat sekeliling tempat ini, yang bisa kutemukan hanyalah noda noda merah yang ada menempel pada setiap sudut dinding tempat ini.
"Kami berhasil lacak tempat ini pas kamu pergi ke Cafe." Bisik Kak Farrah.
"Bisa jadi tempat ini adalah 'markas' mereka." Ujar Mas Agung yang juga berbisik.
"Mereka?" Beoku kepo.
'Memangnya ada berapa orang?' pertanyaan itu berhasil melintas diotakku.
"Iya, mereka berjumlah 'tiga' orang." Dengan tatapan yang datar Letnan C melirikku sambil memberikan Ponsel padaku.
"Kamu gaboleh ikut lagi, dek. Ambil itu sebagai kompensasi." Ucap Mas Agung sambil memberikan ponselnya padaku.
"Loh, kenapa aku gaboleh ikut lagi? Nanggung loh Mas." Balasku sedikit memberontak.
"Engga bisa Cassa. Kami antar kamu pulang sekarang." Setelah kak Farrah mengatakannya, kami berlima bangun dari posisi jongkok ini.
Mas Agung memasangkan Masker kepadaku, entah untuk apa gunanya. Sekarang sudah sampai didepan Cafeku, ini adalah cabang yang kedua, yang dijaga oleh sepupuku.
"Ngapain nganterin Cassa kesini, Mas?" Tanyaku bingung.
"Turun aja, nanti juga kamu tahu." Jawabnya lagi.
"Kami pergi lagi ya, dek. Jaga diri, sebisa mungkin kalo keluar jangan sendiri." Ucap kak Farrah, aku hanya mengangguk kecil sambil menerka nerka maksud mereka.
"San? tumben ke cabang sini, ada apa?" Tanya Sepupuku saat aku mendudukkan diri kursi.
"Ah, engga ada apa apa kok, cuma udah lama aja gak kesini" Jawabku sambil tersenyum, yang hanya dibalas anggukan oleh Sepupuku.
Eh? benar juga, 'sudah lama' aku tidak datang kesini, sepertinya akan ada sesuatu yang menyenangkan disini. Sambil menunggu, aku masuk ke Cafe dan naik kelantai dua Bus kecil yang aku moditifikasi ini.
Ditemani cemilan dan segelas susu coklat, aku mengamati lagi rekaman CCTV kecil yang berada diCafeku. Untunglah, selama satu minggu ini cabang keduaku tidak terkena masalah, namun sepertinya, hari ini akan berbeda.
"Ternyata ini maksudnya.." Gumanku saat melihat dua orang yang datang ke cabang pertamaku.
"Kita lihat pertunjukkannya sekarang..." Ujarku seraya tersenyum tipis.
Aku turun kebawah, dengan rasa penasaran yang tidak ada duanya. Kali ini mereka datang berdua, tidak sendiri sendiri.
Aku mengambil buku menu, lalu berjalan kearah mereka, kita lihat, apakah yang mereka ingin temui itu aku, atau orang lain.
"Ada yang bisa saya ban-" Ucapanku terpotong oleh suara yang sangat indah dengan volume yang tinggi.
"KAKAK BOS! BIAR SAYA AJA!" Teriaknya sambil berlari kecil.
Aku hanya menghela nafas kencang dan seraya memutar bola mataku dengan perasaan kesal. Sandiwaraku berakhir begitu saja, belum juga aku mulai, sudah ketahuan. Menyebalkan.
"Kamu ganggu aja, kenapa sihh" Ucapku yang dibalas dengan raut wajah bingungnya.
"Tunggu." Aku hanya sedikit menoleh ketika Pria itu menyerukan kata katanya. "Kamu? Pemilik Cafe ini?" Tanyanya padaku saat aku berbalik 180 derajat.
"Iya, saya." Balasku sambil tersenyum ramah.
Pada kenyataannya aku sangat penasaran, sebenarnya siapa mereka ini.
"Bisa kami berbincang sebentar denganmu?" Dengan senyumnya, wanita disebelah pria itu bertanya padaku.
"Tentu" Aku mengambil satu kursi, kemudian duduk ditengah tengah mereka. Aku menautkan kedua tanganku, dan menaruhnya dibawah daguku sebagai penopangnya.
"Cassandra. itu namamu, kan?" Ujar Pria itu.
Aku hanya tersenyum sambil menautkan tanganku, beralih melipatnya diatas meja.
"Jadi? Apa kalian bisa jelaskan, mengapa satu minggu ini selalu datang dan pergi ke Cafeku?" Tanyaku tanpa basa basi.
Mereka berdua saling menoleh satu sama lain, dan mulai melihat ke sekeliling Cafeku, aku tahu apa yang dia cari, CCTVnya. Aku hanya merespon tingkah mereka dengan menaikkan kedua alisku sambil sedikit memiringkan kepalaku.
"Ah, sepertinya nona Cassa sudah tahu maksud kedatangan kita, Bryan." Ucap perempuan itu dengan senyum ramahnya.
"Jadi, langsung saja bagaimana?" Balas Pria yang dipanggil Bryan tadi.
"Apa yang kalian mau?" Tanyaku dengan wajah dingin yang mendominasi.
Mereka tertawa kecil, entah menertawakanku, atau menertawakan diri mereka sendiri yang seperti tidak punya tujuan.
"Berhenti membantu para polisi itu."
Kalimat yang keluar dari mulutnya kini menggunakan nada yang serius, membuatku tertarik akan hal yang akan mereka bicarakan lebih lanjut.
"Apa hubungan kalian dengan pelaku mutil*si itu?" Tanyaku lagi.
"Kami tidak ada hubungannya dengan 'mereka'. Tapi dirimu lah yang memiliki hubungan dengan 'mereka'." Jawabnya.
Mereka lagi. Memangnya ada berapa orang? Hanya tiga, kan?
"Lantas, untuk apa kalian datang kesini?" Pandanganku bergantian menatap mereka.
"Sepertinya, may*t kucing itu tidak menghentikan tekadmu, Cassa." Ujar Lelaki itu menyodorkan selembaran ketas kearahku.
Meja bulat ini, menjadi saksi kejengkelanku terhadap mereka. Fotoku, terpampang dengan jelas dikertas ini, dengan tulisan, 'The next target'.
"Apa maksud kalian?, target apa yang kalian bicarakan?" Tanyaku dengan nada yang lebih serius.
"Kau sudah menganggu sarang ular, Cassa. Kami mendapatkan ini dari markas Targetmu, dan Voila! Kau juga menjadi target 'mereka'." Smirk khasnya mendominasi wajah si Bryan ini.
"Sebaiknya, jangan mencari tahu lagi. Kami tidak menjamin keselamatanmu." Ucap wanita itu.
"Sica, sepertinya dia tidak akan mendengar kita bukan? Dengan cara apa kita harus memberitahu dia?" Ujar Bryan sambil sedikit menoleh kearahku.
"Jika kalian tahu siapa pelakunya, kenapa kalian tidak menangkapnga dan membawanya kekantor polisi?" Tanyaku dengan perasaan kesal.
"Siapa bilang kami tahu? Cassa, kau lah yang tahu siapa pelakunya. Aku ingatkan padamu, dia bukan seorang perempuan." Jawabnya.
"Sepertinya sudah cukup kami mengingatkan mu, satu hal lagi adik manis, jangan pergi kemanapun dan bertemu siapapun untuk saat ini. Itu tidak baik, kami pamit pergi dulu, sampai jumpa adik kecil!" Lanjutnya sambil menarik teman prianya untuk bangun.
Aku menerka kembali perkataan mereka, aku adalah Targetnya, dan aku tidak boleh bertemu siapapun, sekalipun itu adalah orang yang aku kenal?
Dan lagi, aku yang tahu pelakunya?, yang ada didalam pikiranku kali ini adalah,
"Cassa!"
~~~~~~~~