Kagum. Itu yang terlintas dipikiranku. Lorong mewah dengan pajangan pajangan yang tidak murah harganya berhasil membuat mataku tersenyum. Berbagai lukisan yang memiliki nilai seni tinggi terpajang rapih di dinding lorong ini.
Langkah demi langkah aku menginjakkan kaki diatas lantai berwana emas ini. Sambil melihat kanan dan kiriku yang menabjukkan. Jika aku seorang pencuri, menjual satu lantai sepertinya sudah bisa membuatku bertahan selama 4 tahun tanpa bekerja.
"Sudah sampai." Ucap Lexci membuyarkan semua lamunanku.
"Pintu sebesar ini, pasti bukan hal yang mudah untuk membuatnya." Guman Rafael sambil menyentuh Pintu emas nan megah dihadapan kami.
"Ini hanya tiruan, jadi jangan terlalu terkejut." Ucap Lexci.
"Jika tiruan saja sebagus ini, bagaimana yang asli?" Ujarku bertanya sambil memperhatikan Pintu ini dari atas sampai bawah.
"Hahaha, kalian ini, sudah hentikan ritual kalian, ayo kita masuk." Ucap Lexci, lalu ia meletakan kartu didepan monitor kecil, yang bisa kutebak adalah kartu identitas.
"Kenapa saat trainee dulu kita tidak dibawa kesini." Umpat Rafael pelan.
Saat masuk kedalam, aku disuguhkan dengan layar layar besar, tombol tombol, juga keyboard transparan yang biasa aku lihat di film. Disampingnya, berjejer rapih kursi dan meja yang menghadap kesalah satu kursi yang diletakan terpisah dengan bentuk yang berbeda.
"Masuk dan duduk lah, kalian tunggu selama 15 menit, pertemuan akan segera dimulai." Ucap Lexci memerintah.
"Aku mengerti." Balasku.
Rafael berjalan mendahului, dan mendudukkan dirinya dikursi yang terlihat nyaman untuk kami gunakan. Aku menyusulnya untuk duduk disampingnya, dan mennyelonjorkan kakiku ke besi yang ada bawah meja.
"Cas, kerjaan ini halalkan?" Celetuk Rafael sambil menatap langit langit.
"Kenapa kamu tiba tiba nanya gini? Bukannya kamu sendiri yang milih jalan ini Raf?" Ucapku menjawabnya.
"Yaahh, lo liat aja, arsitekturnya aja wagilaseh gini, yakin duitnya halal?" Ocehnya lagi. "Emangnya, lo gak masuk jalan ini?" Lanjutnya dengan kosakata baru.
"Belum, belum resmi." Balasku sambil menoleh padanya.
"Maksud lo?" Tanyanya menyengritkan dahi.
"Gue belum isi formulir apapun." Jawabku sambil tersenyum tipis.
Dia menatapku dengan tatapan tidak percayanya. Aku tidak mungkin begitu saja mendaftar atau bergabung dengan organisasi yang backgroundnya saja belum aku ketahui.
Benar, disini aku mata matanya. Aku tidak berkerja untuk siapapun, atau mengikuti aturan seseorang. Aku detektif yang berkerja secara bebas dengan prinsip yang menjadi aturannya.
"Apakah kalian sudah siap? Mr. Daniel akan datang dalam waktu 5 menit, yang lain diperbolehkan masuk sekarang." Ucap Seorang pria tinggi yang bisa kutebak umurnya 25 tahun keatas.
Entah darimana datangnya, kini banyak orang yang masuk kedalam ruangan dan menempati kursi kursi yang masih kosong. Sekarang semuanya terisi penuh, tidak ada satupun kursi yang kosong.
Aku menyalakan camera kecil yang ada dijamku, sebagai recorder nantinya. Kacamataku beralih fungsi menjadi kacamata detektif pada umumnya. Melihat siapa saja orang yang bersenja ditempat ini, agar aku bisa menghindar, sekaligus berlindung.
"Baiklah, sekarang kita akan berkenalan terlebih dahulu, dimulai darimu gadis yang bercamata." Tunjuk perempuan itu padaku.
"My name is Cas Sandrina, you can call me Cassa. I'm from Central Jakarta City, now i'am seventeen years old." Ucapku sambil berdiri.
"Your Complete Bio girls." Ujar Pria yang memerintah tadi.
"Alright. Tinggiku 164 cm, berat badanku 58kg, aku sekolah kelas 12 SMA disalah satu SMAS kota jakpus." Ucapku melanjutkannya.
"Kau boleh duduk sekarang." Ucap Perempuan yang menunjukku tadi.
kini giliran Rafael yang ditunjuk untuk memperkenalkan dirinya kepada semua orang yang ada disini.
"Hi everyone, My name is Rafael, you can call me Raf or Ael. I'm from Cikarang City, now i'am twenty years old, my height now 177, and my weight is 65 kg. I studied at a university in West Jakarta." Ucapnya dan diperbolehkan untuk duduk kembali.
Semua orang disini sudah berkenalan, terkecuali orang orang yang tadi memerintah kami. Aku melihat kesekeliling, memang benar, seumur hidupku aku hanya melihat barang barang ini di film layar lebar. Kali ini tuhan mengizinkanku lagi untuk mendapatkan cerita baru dalam hidupku.
"Ah, kali ini giliran kami untuk memperkenalkan diri. My name is Lexciana, you can call me Lexci guys, I'm from Bali Island, I'am twenty years old, my height 158 cm, and my weight 46 kg." Ucap Lexci yang berdiri dimejanya.
"Now i'am. My name is Davial, you can call me vial. my age now twenty-three, my weight 67 Kg, and my height 179 cm. I'm From Korea, and i live in Jakarta City right now." Katanya dengan suara deep yang khas.
"So sekarang giliranku dan Istriku Eren. Namaku Daniel, aku dipercayai untuk memegang kendali cabang di Indonesia. Umurku 28 tahun, dan Eren Istriku berumur 24 tahun. Tinggiku 180 cm, dengan berat badan 72 kg, istriku memiliki tinggi 167 dengan berat badan 54 kg. Kami berasal dari Kota Bandung, dan menetap Di USA selama beberapa tahun."jelasnya.
" Jadi mereka suami istri ya. Sial, disini bentuk tubuh mereka sangat ideal, dengan paras yang sangat menawan." Batinku.
Lexci menyuruh kami mengikutinya kesebuah ruangan. Aku memasukki pintu setinggi 150 Centimeter, saat pertamakali aku masuk, yang kulihat adalah warna silver yang memilki kesan elegan. Di dinding tertata rapih senjata senjata ternama yang hanya digunakan ketika ada peperangan.
"Semua senjata ini yang akan kalian gunakan ketika mendapat tugas yang berhubungan dengan alam, human population, dan ketika kalian dipilih untuk bertugas menggantikan para aparatur penegak hukum." Jelas Lexci seraya menunjuk kearah Senjata yang tertata rapih ini.
"Apa ini didapatkan secara legal?" Tanya Maria dibelakangku.
"Tapi kami tidak mencurinya, dan kami tidak memerangi kebenaran." Jawab Lexci sedikit menoleh kebelakang.
"Organisasi ini, bekerja untuk siapa?" Tanya Bagas lelaki berumur 22 tahun dengan tinggi 178 cm disampingku
"Siapapun yang membutuhkan jasa kami." Balas Lexci berbalik kearah Bagas.
"Sudah sampai, jika ada pertanyaan lain, kita lanjutkan didalam." Ucap Lexci sambil mempersilahkan kami masuk.
Peralatan lengkap yang kulihat pasti tidak dibeli dengan harga yang murah, bahkan uang yang kudapatkan dari usahaku harus aku tabung dalam beberapa tahun untuk membeli satu alat yang ada disini.
"Cassa, aku tahu kau ahli dalam meretas jaringan dan berkelahi. Kau aktifkan monitor ini sekarang." Titah Lexci membuyarkan lamunanku.
"Aku? untuk melihatnya saja baru kali ini, bagaimana aku bisa memprogramnya." Balasku sambil asal menenkkan tombol.
Layar layar dihadapanku menyala, Menunjukkan kata 'Wait processing'. Aku berjalan mundur menjauh dari layar layar yang tadi berada tepat dihapanku dengan wajah tetkejutku.
"Sudah kubilang kau pasti bisa Cassa." Ucapnya menepuk pundakku.
"Fantastic, aku seperti berada dalam dunia fiktif." Ujar Rafael berjalan menuju layar layar ini.
"Selagi ini bekerja, kita akan melanjutkan sesi tanya jawab tadi." Ucap Lexci duduk dikursi yang sudah tersedia. "Dimulai darimu, Maria." Lanjut Lexci sambil tersenyum tipis, menunjuk perempuan dengan tinggi 160 centimeter disebelahku.