Sandra masih diam. Ia memilih bungkam sebab dirinya tak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Bahkan ia tak tahu pasti, apakah pria yang ada di depannya ini berkata sesuai fakta? Semuanya kini saling bertabrakan satu sama lain.
"Aku tahu kau tak akan mempercayai diriku, Nak. Jadi, aku menyiapkan ini dan selalu membawanya untuk berjaga-jaga." Pria itu merogoh masuk ke dalam saku jas putih yang ia kenakan. Mengeluarkan sebuah kartu nama kecil dan meletakkan itu di atas meja. Mendorongnya perlahan, agar Sandra bisa mengambilnya. "Ambilah dan datanglah ke sana. Kamu akan punya jawaban yang lebih menyakinkan."
"Alamat siapa ini?"
"Keluargamu, lebih tepatnya pria tua yang tersisa selama pembantaian yang dilakukan oleh ayahmu sendiri. Kalau kau bertemu dengannya, kau bisa memanggilnya dengan sebutan kakek."
