Chereads / Naara: Blind Sword / Chapter 32 - Ch.31: Aku Kamu, Kamu Aku

Chapter 32 - Ch.31: Aku Kamu, Kamu Aku

Cuitan burung biru kecil sesekali terdengar di antara hamparan pohon muda, bersemangat mengejar belalang yang melompat-lompat di permukaan daun.

Hap. Itu belalang terakhir yang bisa masuk ke dalam temboloknya, sudah tidak ada ruang lagi di sana. Terlalu kenyang sampai terlihat akan meledak.

Cuit cuit cuit ....

Ia hinggap di ranting pohon paling tinggi sambil mengepak-ngepakkan sayapnya dengan perasaan riang tidak lama kemudian seekor burung lain datang menghampiri, mereka seperti pasangan yang sedang kasmaran.

Beberapa ekor capung terlihat terbang rendah di atas permukaan sebuah kolam yang berada kurang lebih tiga meter dari pohon tempat mereka bertengger.

Angin berhembus menerbangkan spora rerumputan serta membuat daun-daun bergemerisik.

Sambil menelisik bulu-bulunya sesekali pasangan burung tadi melihat ke arah dua manusia yang terbaring di bawah mereka.

Sepasang mata biru perlahan terbuka, hal pertama yang dilihat adalah daun-daun pohon di atasnya, entah kenapa tiba-tiba saja ia terbelalak seperti sedang terkejut oleh sesuatu.

"Apa?" Ia kembali terpejam rapat ketika sinar matahari menerobos melewati celah dedaunan dan membuatnya merasa silau. Selang dua detik, ia kembali terbuka.

"Apa ini?" Pemilik mata itu segera bangun, berdiri dan menyisir pandangannya ke arah pepohonan muda yang terhampar di depannya. "Aku ... bisa melihat?" benaknya.

Ia mendongak ketika merasakan pergerakan dari atas dan melihat sepasang burung baru saja terbang menuju langit di detik berikutnya ia tersadar pada keberadaan seseorang di dekat kakinya.

Matanya melebar terkejut pada apa yang ia lihat. Sesosok pria berambut merah  ber-stelan jas putih sedang terbaring tidak sadarkan diri. "Siapa pria ini?" Ia mengamati  keseluruhan sosok itu dari bawah sampai atas dan terkejut sampai mulutnya  membentuk o.  Ia berjongkok melihat wajah pria itu lebih dekat. "Ini tidak mungkin!" Dengan setengah panik ia melihat tubuhnya sendiri dan untuk ketiga kalinya setelah bangun ia merasa terkejut. Lebih-lebih saat ini  saat ia melihat dirinya sendiri.

Sejak kapan dia punya buah dada?

Ia bangkit dan berlari panik menuju kolam dan bercermin di sana. Ia nyaris tidak bisa menarik napas saat menatap bayangan gadis bermata biru dengan rambut kuning yang tersanggul rapi serta mengenakan gaun pengantin yang bagian dadanya kekurangan bahan. "Apa-apaan ini?!" Ia mengepalkan tangan dengan sangat kuat.

"TIDAK MUNGKIN! TIDAK MUNGKIN! KENAPA SEMUANYA GELAP! TIDAK MUNGKIN! GURU, GURU!!!"

Teriakan  histeris itu mengalihkan perhatiannya. Pria itu sudah sadar dan sekarang sedang panik karena tidak bisa melihat apa-apa.

Mendengar kata 'guru' yang diteriakkan pria itu, ia mulai mengerti apa yang terjadi. Ia kembali melihat wajahnya di kolam dan teringat pada sosok gadis yang mengulurkan tangan kepadanya saat Seimon merangkak keluar.

Srek. Srek. Srek.

"Si-siapa di sana?!" Pria itu berbalik penuh ketakutan dan kewaspadaan saat mendengar langkah kaki.

"Tenanglah, Niin!"

"Si-siapa?"

"Ini aku."

"Siapa?"

Si rambut kuning mendengus dan membuang napas sangat kasar. Jelas lawan bicaranya itu tidak tahu, sekarang suaranya pun terdengar seperti perempuan. "Kurasa kita bertukar tubuh," ujarnya membuat si rambut merah terbengong.

Ia butuh waktu untuk mencerna kalimat itu, tidak bisa dipercaya tapi ia baru sadar kalau ada yang aneh dari tadi. Ia meraba-raba kepala hingga wajahnya kemudian dada, lengan dan perutnya, semua terasa keras, berotot juga kokoh setelah itu ia meraba ke ... tangannya langsung tertahan oleh tangan halus nan lembut.

Seketika wajahnya memerah, sadar kalau dia hampir salah pegang. "Ma-maaf."

Wajah si rambut kuning juga memerah.

Karena sama-sama malu, mereka sama-sama memalingkan muka ke arah yang lain.

Pandangan si rambut kuning kembali menyisir pepohonan muda yang terbentang di depannya, beberapa kupu-kupu putih terbang  berkejaran di sela-sela daun,  pemandangan itu membuat ia teringat masa lalu. Saat kecil ia sering sekali menghabiskan waktu berlatih bersama kakaknya di antara pohon-pohon muda seperti di depannya saat ini.

Sementara di sisi lain, si rambut merah masih berpikir, sulit sekali percaya kalau mereka bertukar tubuh tapi sepertinya itu memang benar. Kedua matanya mengerjap-ngerjap. Semua terasa gelap. "Jadi guru benar-benar buta. Setiap hari dia dalam kegelapan seperti ini." Ia merasa kasihan dengan yang dialami pria yang selalu ia panggil guru namun kemudian kepalanya tertegak saat angin tiba-tiba berhembus membawa aroma alam di sekitarnya. Aromanya terasa kuat, ia merasa bisa mengetahui apa saja yang ada di sekitarnya.

Tidak sampai di situ saja, sekarang pendengarannya pun terasa menajam. Dari arah jam dua, ada ranting yang patah, sekitar satu meter di samping kirinya sesuatu baru saja melintas, sepertinya adalah tikus yang masuk ke susunan rumput yang rapat, sekitar tiga meter di sebelah kanannya air bergemericik ketika sesuatu baru saja melompat ke dalamnya, kemungkinan besar itu adalah kodok lalu ....

Naara yang berada di tubuh Niin terkejut saat Niin yang berada di tubuhnya tiba-tiba mendekatkan telinga ke dadanya, kira-kira berjarak satu jengkal.

"Wah, sulit dipercaya, aku bisa dengar suara detak jantung guru dari sini." Ia terkikih merasa senang dengan kemampuan tubuh yang ditumpanginya.

"Dcak." Naara mendorong kepala itu menjauh dengan telunjuknya lalu berjalan dan berhenti setelah meninggalkan Niin sejauh tiga langkah.

"Gu-Guru mau ke mana?"

Tidak ada jawaban. Naara melihat ke awan yang tersusun acak di langit biru.  Berpikir dimana mereka sekarang? Apakah mereka sudah keluar dari Tanah Randa? Ia merasa tidak yakin ditambah lagi pertukaran yang mereka alami. 

Tak!

"Aduh!"

Sebuah gulungan kertas baru saja menimpa kepala Niin.

"Apa itu?"

Naara tidak menjawab, ia mengambil gulungan itu dan membukanya.

[Seekor naga kuning membimbing jalan pejalan kaki. Pada pertengahan bulan dua singkirkan satu ulat dari apel merah. Cahaya akan muncul. Jiwa kembali dan pintu terbuka.]

Naara mencengkram kuat kertas tersebut. Nenek itu benar-benar sudah mempermainkannya  awas saja kalau ketemu. Habis dia jadi nenek cincang.

*

Srup. Srup.

Sebuah bibir milik seseorang sedang menyeruput secangkir kopi panas. Setelah dua kali meneguk, ia meletakkan kopinya di meja. "Ahh, rasanya jauh lebih baik."

"Itu benar-benar dia?"

"Tidak salah lagi, dia Jeki Shima dari  OGM."

"Itu memang dia."

Jeki menoleh untuk melihat sekumpulan pria tua dan muda yang berdiri di ambang pintu sambil membicarakannya. Ekspresi mereka terhadapnya terlihat berada di antara takut, penasaran dan kagum.

Orang-orang itu langsung diam seperti celengan saat  sadar sedang ditatap Jeki.

Lima detik berselang mata Jeki masih saja tertuju pada mereka, beberapa sudah gemetaran dan diliputi keringat dingin, beberapa menelan ludah dan beberapa  sedang menahan napas.

Melihat itu Jeki cuma bisa memaklumi lantas mulai memakan makanan yang sudah ia pesan dan seketika itu juga orang-orang kompak membuang napas lega lalu di detik berikutnya mereka mulai berbisik-bisik lagi, mungkin inilah yang disebut membicarakan orang dari belakang.

"Ah akhirnya kenyang juga." Jeki merogoh saku jubahnya dan mengeluarkan koin senilai 5 bowl dan meletakkannya di meja. "Gara-gara si bogeng, aku jadi nyasar begini." Ia menggerutu sambil merapikan jubah dan rambutnya setelah itu ia beranjak untuk pergi.

Saat ia mendekati pintu, kerumunan orang-orang itu segera terbagi dua, membuka jalan.

Tap.

Ia berhenti di tengah-tengah lalu menoleh ke kiri dan ke kanan membuat raut wajah semua orang tegang tetapi kemudian ia menetapkan pandangan pada seorang pria gendut yang berdiri di antara orang-orang yang berkumpul di sebelah kanan. "Makanannya sangat enak, terima kasih yah, Paman." Ia tersenyum manis. Kini ia menatap lurus ke depan. "Kira-kira di mana mereka. Semoga saja Naena, Nacima dan Niin baik-baik saja kalau yang lain sih aku tidak peduli, ng?" batinnya sebelum tersadar kalau sedang ditatapi dan tersenyum. "Nah semuanya, aku pergi dulu, dah." Kakinya melangkah maju bersama tangan yang terangkat melambai.