Batu nisan yang basah oleh titik-titik hujan menyiratkan sebuah kepedihan di dalam hati seorang muda.Panggil saja dia Bujang.
Setahun yang lalu ibu nya pergi meninggalkan dia bersama bapak nya.Malang tak dapat di elak sakit yang sudah lama di derita sang Ibunda menjadi faktor pemicu kepergian nya.
Sekarang tepat setahun setelah kepergian sang Ibunda.Sosok yang selalu tegar tak pernah goyah terbujur kaku di peraduan nya.Sesak itu kembali hadir di dalam lubuk hati nya.
Langkah demi langkah Ia tapaki demi kebangkitan jiwa nya.Demi orang tua nya ia harus sanggup menyiratkan segala rasa sedih nya.Menghalau setiap goncangan jiwa demi menjadi sosok yang teguh.
Hari demi hari terlalui.Tak peduli sedang menangiskah bumi hari ini atau marah kah bumi hari ini.Yang ada dalam benak nya ia harus bekerja membuat diri nya sibuk hingga lupa akan duka yang di torehkan sang Kuasa.
Melepas penat di saat malam sambil menikmati secangkir kopi.Bernostalgia kembali bersama kenangan.Tak terasa rintik itu kian deras.
Sepagi buta sudah Ia tersadar dari mimpi nya.Melaksanakan sujud kepada yang Kuasa agar di teguhkan hati nya.Meminta ampunan serta kebahagiaan untuk kedua orang tua nya yang telah berpangku di hadapan yang Kuasa.Ingat kah Bujang mendoakan kebahagiaan diri nya?
Dari pematang satu ke pematang lain nya.Melihat hamparan hijau nan subur mampu menyejukkan relung hati muda ini.
"Tak lama lagi panen akan berlangsung.Mungkin aku akan menjual hasil nya ke kota kabupaten.Tak apa lah mungkin aku menginap sehari dua hari di sana.Nanti ku titipkan gubuk ku kepada engkau Paman".
"Tak apa Bujang.Hibur lah dirimu disana.Masalah gubuk engkau beserta perkakas lain nya biar lah paman yang menanggung.Mungkin nnati di kota kabupaten kau temuka pula pendamping mu".
"Ah paman ini.Mana mau gadis kota nan cantik aduhai itu mau dengan ku yang hanya seorang yatim piatu lagi miskin.Lebih baik para gadis itu memilih seorang muda yang naik kuda besi berkekuatan angin ketimbang bersama ku yang harus olahraga kaki setiap hari nya".
"Kau terlalu merendah Bujang.Siapa di Desa Aro ini yang tak terpikat hati nya hanya dengan menatap mata mu Bujang.Tak ingat kah engkau dengan Fatimah anak Pak Lurah?Yang setiap pagi buta sudah menanakkan nasi untuk engkau makan di pagi hari.Atau dengan Zulaikha?anak Ustadz Mansur yang selalu menunduk menyembunyikan rona merah di muka nya karena engkau menyapa nya Bujang.Atau satu lagi dengan Aminah si Sulung Enam saudara?Kau tinggal pilih Bujang.Mungkin untuk mu materi belum lah cukup tapi untuk kebutugan rohani dan mental mu engkau telah sangat siap.Cepat lah cari Pujaan hati mu Bujang".
"Paman.Engkau terlalu menyanjung.Besar kepala nanti aku."
Bujang hanya menikmati segala rayuan paman nya.Kembali terngiang ucapan mamak nya meminta diri nya untuk segera mempersunting seorang gadis.Namun kembali hati nya meragu.
Sebulan dua bulan telah lewat.Panen dengan hasil melimpah membuat semua penghuni Aro merasa bahagia.Pesta panen pun telah berlangsung beberapa hari ini.Di hari terakhir Bujang berpamitan dengan Paman serta beberapa tetangga dekat.
"Aku titipkan tempat ku berteduh ini kepada paman dan bibik.Anggap lah rumah sendiri paman.Dan engkau Putra jangan lah menyusahkan paman dan bibik ku ini".
"Ay ay kapten".Putra anak bungsu dari Paman Majid dan Bibi Nur-yang merupakan kakak dari ayah Bujang- sudah berumur 8 tahun.Namun tingkah nya sangat menguras emosi jiwa.Berlari sana sini bagai kera di hutan namun berbeda konteks.Setiap hari ada saja ulah nya.Entah itu menggangu para gadis yang sedang mandi di sungai atau berlari balap dengan anak seusia nya yg menyebabkan debu beterbangan dimana-mana.Entah sudah berapa kali pula Tetua Kampung memanggil Majid dan Nur.
Sesudah acara kecil tersebut berjalan lah Bujang menuju kota kabupaten.Menunggu tumpangan di tepi jalan.Tak berselang lama lewat lah satu mobil angkutan di depan nya.Dengan melambaikan tangan nya pergi lah pula Bujang ke dalam angkutan tersebut.
Secara alami pula hati nya sedikit terhibur dengan perjalanan ini.Dua tiga jam terlewat sampai lah pula Bujang di kota kabupaten.