Chereads / She Came as A Knight / Chapter 3 - Deam Vallis

Chapter 3 - Deam Vallis

Istana Valle sangatlah luas, bahkan jarak dari gerbang depan menuju istana pun berjarak lebih dari 3 kilometer. Aku tidak bisa membayangkan jika diriku dipaksa untuk berjalan kaki agar bisa sampai ke Istana, yang benar saja.

Namun tidak, aku tidak dipaksa untuk berjalan dari gerbang depan menuju Istana karena aku sudah berada di dalam Istana ketika dipanggil ke dunia ini. Aku berada di gereja dengan hiasan klasik abad pertengahan yang tidak jauh dari Istana ketika aku terbangun dan melihat orang-orang bertudung sedang mengelilingi ku.

Sekarang aku berjalan di dalam Istana dengan diikuti oleh pengawal di samping kiri dan kanan. Sementara di hadapanku berjalan seorang pria berambut emas yang mengaku sebagai pangeran di negeri ini.

'Hah..'

"Aku akan dibawa kemana?"

"Main Hall" jawab pangeran Arthur singkat."

Aku menghela napas, tidak bisakah aku kembali ke dunia ku saja. Lagi pula aku ini bukan kesatria. Apa yang akan terjadi padaku jika mereka tahu bahwa aku bukanlah kesatria yang dimaksud, apakah aku akan dibunuh di sini karena dianggap sebagai penipu?

Tiba-tiba pangeran Arthur berhenti di depan pintu besar berwarna putih dan otomatis itu menghentikan langkah aku dan yang lainnya. Dia mengetuk pintu dan menunggu. Tidak lama sebuah suara menjawabnya dari dalam.

"Masuklah."

Pintu besar itu terbuka dan memperlihatkan ruangan yang sangat besar, luasnya melebihi aula lapangan sekolah ku dulu. Ruangan itu dihiasi dengan ornamen khas abad pertengahan, dan lampu besar di tengah ruangan. Semuanya terlihat seperti yang ada dalam game.

"Kau tidak perlu gugup." Pangeran Arthur melihatku dan tersenyum.

Meskipun dia mengatakan hal itu, tetap saja rasa mual mendadak muncul dan perutku sakit. Aku tidak pernah keluar rumah dan bertemu orang lain selain keluargaku, dan kini aku berada di tempat yang jauh dari rumah bersama orang-orang asing, itu saja sudah membuatku gugup dan berkeringat dingin.

"Ada apa anak ku?"

Seorang pria tua dengan pakaian bak raja duduk di atas kursi besar di depan kami. Hampir keseluruhan rambutnya berwarna putih dengan mahkota emas di atas kepalanya. Wajahnya memiliki banyak kerutan namun tidak menghilangkan kebiwaan yang tercermin di balik matanya.

"Saya membawa kesatria yang telah diramalkan, Yang Mulia."

Pria tua itu- maksudku raja itu melihat ke arahku dan menatap dengan intens.

'Tuhan tolong aku..'

"Gadis itu?"

"Benar, Yang Mulia."

"Kau yakin?"

Semua orang terdiam, pangeran sekilas melihat ke arah pengawal di belakangnya lalu menatap ke arah ku sebelum kembali melihat sang raja.

"Ya."

"Hmm..."

Raja itu memperhatikanku dengan seksama, dia melihatku dari atas hingga bawah.

"Tapi kenapa dia berpakaian seperti seorang pengemis?"

'APA!?' apa maksud raja itu, pengemis?

Beberapa pengawal terlihat menahan tawanya ketika raja berkata seperti itu.

"Meskipun pakaiannya terlihat tidak layak tapi dia lah kesatria yang diramalkan."

'Apakah pakaian tidurku terlihat sangat tidak layak?'

"Baiklah. Setidaknya kita belum mengetahui kebenarannya sampai gadis itu bisa membuktikan dirinya."

Raja itu melihat lagi ke arahku.

"Siapa namamu?"

"F-Fumi Hirata."

"Hm.. nama yang aneh."

Tidak hanya menyebut gaya pakaianku yang seperti pengemis, kini mereka bilang namaku juga aneh.

"Kenapa kau berpakaian seperti itu? Apakah itu gaya yang umum di tempat asalmu?"

Aku menatapnya heran, yang dia maksud adalah piyamaku kan?

"..Ya"

"Apa yang kau lakukan di tempat asalmu?"

Apa yang harus aku lakukan, aku tidak bisa dengan begitu saja mengatakan aku adalah seorang hikikomori yang sudah tiga tahun tidak pernah pergi ke luar rumah atau sekolah. Atau mengatakan jika aku hanya seorang gadis biasa yang tidak memiliki keistimewaan baik dalam bidang akademik atau atletik.

'Ugh..' dan sekarang aku tahu betapa pahitnya menjadi diriku sendiri.

"A-aku seorang gamers profesional?"

"Apa itu?" Kini tidak hanya raja yang merasa penasaran, pangeran dan parapengawal juga menatap penasaran ke arahku. Aku menelan ludahku, 'yang benar saja.'

"I-itu..Itu semacam permainan dengan aturan tertentu untuk menentukan siapa yang menang dan kalah..."

Aku tidak memiliki pilihan lain selain menjelaskan pengertian game dan seperti apa game yang kumainkan. Raja yang tadinya merasa bosan mulai tertarik ketika mendengar sistem strategi dari game RPG sambil sesekali bertanya tentang beberapa hal yang membuatnya penasaran, sementara pangeran Arthur dan pengawal hanya mendengarkan.

"Menarik..."

"Jadi maksudmu kau datang dari masa depan? Jauh dari keadaan dunia sekarang?"

Aku berpikir sejenak, melihat bagaimana keadaan negeri ini yang masih mengandalkan alam untuk segala kebutuhan mereka, peralatan tempur kuno dan bukan senapan, sistem raja dan kesatria, lalu keadaan desa yang masih segar tentu saja jelas negeri ini jauh dari Jepang saat terakhir sebelum aku dipanggil kemari.

"Ya."

Raja terdiam. Aku melihatnya gugup, apakah kali ini dia akan melepaskanku kembali ke Jepang setelah mengetahui itu, apakah dia percaya jika aku datang dari masa depan?

Suara tawa yang keras kemudian terdengar menggema di dalam ruangan, aku dan yang lainnya menatap heran ke arah raja.

"Jadi ramalan itu benar.." Raja berhenti tertawa dan kembali ke mode serius.

"Apakah ada yang salah, Yang Mulia?"

"Tidak."

Raja bangkit dari kursinya lalu dengan perlahan menghampiriku, dan kini badannya yang tegap dan kuat berdiri tepat di hadapanku. Aku bisa melihat sosoknya dengan jelas sekarang. Tingginya mungkin sekitar 180-190 cm dengan luka sayatan di sebelah mata kirinya. Warna matanya sama dengan Pangeran Arthur, namun dengan tatapan lebih tajam dan menusuk.

"Selamat datang di Deam Vallis."

Dia mendekatkan wajahnya ke telinga kananku, aku bisa merasakan hembusan nafasnya membuat jantungku berdegup lebih kencang. Dia membisikan sesuatu padaku dan membuat telingaku gatal.

"Jika kau benar kesatria yang diramalkan."

Raja menarik kembali dirinya dan melihatku, dia tersenyum namun aku tidak tahu apa maksud dari senyumnya itu.

'Apa-apaan tadi itu!?' aku menjerit dalam hati. Apa maksud perkataanya?

Raja berbalik dan kembali duduk ke kursinya. "Baiklah, bawa dia pergi. Aku tidak ingin seorang calon kesatria terlihat lusuh seperti itu."

"Baik, Yang Mulia."

Pangeran Arthur dan para pengawal membungkuk memberi hormat lalu membawaku pergi ke luar ruangan itu. Sekilas aku melihat sorot mata Raja yang terus mengawasi kepergianku dan Arthur, seperti ada sesuatu yang dia rencanakan.

Aku melihat Arthur yang menarik tanganku ke luar ruangan, dia seperti terburu-buru ketika menyeretku keluar dari Main Hall.

"Ah! Maafkan aku"

Dia melepaskan genggaman tangannya setelah sadar telah menyeretku sejak tadi. Aku memegang pergelangan tanganku yang sedikit memerah. 'Dia terlalu kuat memegangnya.'

"Aku yakin kamu lapar. Ah- lebih baik mengganti pakaian terlebih dahulu kan? Akan kutunjukan kamarmu."

'Eh? Aku punya kamar?'

Kami berjalan melewati lorong yang cukup panjang, entah sudah berapa banyak pintu yang kami lewati hingga akhirnya kami berhenti di sebuah pintu kayu sederhana. Salah satu pengawal yang mengikuti kami mengeluarkan tumpukan kunci dan membuka pintu itu.

Pangeran Arthur membuka pintu dan mempersilahkan aku masuk, sementara para pengawalnya menunggu di luar. Betapa terkejutnya aku ketika melihat isi ruangan yang begitu mewah dan indah. Ruangan itu tidak luas tapi juga tidak sempit dan didominasi oleh cat dan hiasan berwarna putih. Terdapat sebuah ranjang besar, nakas dengan lampu tidur, kursi belajar dan kursi bersantai lalu ada lemari dan rak buku kecil. Sederhana namun klasik.

"Kuharap kau suka dengan ruangannya. Kamar mandi ada di pintu itu" Dia menunjuk ke arah pintu kayu yang tidak jauh dari tempat tidur.

Aku mengangguk, tentu saja bagaimana mungkin aku tidak suka. Diberi kesempatan untuk tetap hidup saja itu merupakan sebuah anugerah, apalagi jika diberikan fasilitas untuk tinggal.

"Aku akan menjemputmu besok pagi. Ada beberapa hal yang harus kita diskusikan."

"Beristirahatlah, aku yakin kamu lelah. Aku akan memanggilkan pelayan untuk membawa makanan kemari."

"Terimakasih." Aku membungkuk, aku tidak tahu apakah ini merupakan hal yang baik atau bukan, namun setidaknya mereka memperlakukanku cukup baik untuk saat ini.

"Tentu."

Pangeran Arthur kemudian berpamitan. Aku masih berdiri di tempat yang sama memperhatikannya pergi sampai dia menghilang di balik pintu.

"Akhirnya..."

Aku melompat ke atas kasur, sangat empuk, bahkan kasur di kamarku saja tidak pernah senyaman ini. Aku membalikkan badanku dan melihat langit-langit,begitu banyak pikiran terus menghantuiku.

'Apa yang akan mereka lakukan padaku besok? Apakah aku harus selalu berada di sini? Bagaimana dengan ayah, ibu dan kakak?'

Namun tiba-tiba suara dari perut membuyarkan lamunanku. Aku tertawa, sekarang aku ingat jika aku belum makan apapun sejak datang ke sini.

'Tok, tok, tok'

"Nona, saya datang membawa makan malam anda."

Aku membuka pintu dan melihat seorang gadis berambut coklat sebahu membawa nampan berisi makan untukku. Tubuhnya ramping namun tidak lebih tinggi dariku, dia tampak manis.

"Terimakasih."

Gadis itu membungkuk lalu pergi. Aku membawa nampannya ke dalam dan makan dengan lahap, sungguh apakah aku selapar itu atau memang karena makanannya terasa enak.

"Ah, sudahlah..."

Aku menghabiskan makananku lalu pergi ke kamar mandi dan membersihkan diri. Tidak ada yang lebih nyaman dibanding air hangat di malam hari.

'Eh, tunggu! Dari mana air hangat ini?'

Aku keluar dari kamar mandi dan memilih baju di dalam lemari. Model-model baju tersebut berciri khas abad pertengahan, bahkan piyamanya sekalipun. Aku mengambil piyama berwarna salem dan memakainya lalu merebahkan diriku di atas ranjang empuk tadi.

'Nyamannya!'

Hari ini terasa sangat berat bagiku, beberapa hal bahkan masih tidak bisa kupercaya. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi besok, tapi aku berharap aku bisa hidup nyaman seperti ini untuk beberapa saat. Tanpa sadar mataku sudah semakin lelah dan tertidur pulas.