"Mi, nanti kamu pulang kuliah langsung ke rumah Oma ya!" kata Bunda.
"Ada acara Bun?" tanya Mimi.
"Kamu nih gimana sih, ke rumah Oma kan ngga harus kalau ada acara. Nengok aja, kasihan Oma kan cuma sama Mbak Yem di rumahnya. Pasti senang kalau kita tengokin," jawab Bunda.
"Tapi aku agak malam ya Bun sampai rumah Oma, karena aku ada jadwal sampai jam 16.30."
"Kalau gitu, nanti biar Rendra jemput kamu aja di kampus ya, kalau jam segitu kan jam pulangnya dia juga. Jadi kalian bisa barengan ke rumah Oma."
"Oke deh Bun, nanti aku kirim pesan ke Abang supaya jemput aku," jawab Mimi.
---
Hari ini rasanya lelah sekali. Jadwal antara kuliah pertama dan kedua memang berjauhan. Karena dosen mata kuliah Ekonomi Internasional memindahkan jadwalnya ke sore hari. Akhirnya para mahasiswa harus luntang lantung menunggu diwaktu jeda yang lumayan panjang. Yang kost dekat kampus memilih pulang dulu untuk tidur, tapi untuk yang bolak balik seperti Mimi dan Sisi, mereka harus putar otak mengisi waktu. Akhirnya mereka lebih memilih beristirahat di Masjid Kampus. Lumayan lah didalam ada AC nya.
"Mi, gue mau curhat dong!" suara Sisi terdengar samar ditelinganya.
"Hmmm.... curhat apa? Gue ngantuk nih Si," jawab Mimi lirih.
"Ya udah, ntar aja deh. Percuma cerita sama orang ngantuk, nanti ngga nyambung ceritanya," kata Sisi sambil cemberut.
Mimi membuka matanya, lalu berkata, "nih gue udah melek, lo mau cerita apa?"
Sisi tersenyum senang, lalu meluncurlah cerita tentang Alan, cowok fakultas teknik yang tengah ditaksir Sisi. Cowok yang cool kayak kulkas, tapi punya senyum manis. Wajar sih Sisi sampai naksir berat, cowok seperti Alan itu jarang banget. Tapi sayangnya Alan bukan laki-laki yang mau diajak pacaran. Kalau ngomong sama perempuan aja nunduk.
Awal-awal kenal Alan saat ospek, Mimi pernah tengsin parah, karena dia pikir, Alan lagi liatin jempol kakinya yang emang rada aneh bentuk kukunya. Sampe dia ngomelin Alan, dan ngecap dia sebagai cowok yang ngga sopan.
Kalau ingat kejadian itu Mimi geli sendiri.
Alan juga pernah masuk dalam mimpi Mimi. Saat itu, Mimi melihat Alan tengah kebingungan mencari tempat bersembunyi, dia seolah sedang menghindar dari seseorang. Dan keesokan harinya, dia melihat Sisi sedang memberikan kado kepada Alan, namun sepertinya Alan menolak untuk menerimanya.
Dan sampai hari ini, Sisi terus berjuang supaya bisa mendapat hati Alan. Tapi Mimi tak yakin, apakah perjuangan Sisi akan berbuah manis.
---
Selesai kuliah, Bang Rendra menghubungi dan memintanya menunggu di gerbang kampus. Tak menunggu lama, tampak mobil Bang Rendra mendekat kearahnya.
Mimi menaruh buku-bukunya di kursi belakang, saat itu tampak sekotak coklat dan setangkai mawar tergelatak disana.
"Coklat dan Mawar buat siapa Bang?" tanya Mimi setelah duduk dikursi depan.
"Buat kamu," jawab Bang Rendra.
"Ih... Abang romantis banget sama adeknya, sampai ngasih mawar dan coklat segala," kata Mimi sambil mencolek lengan Bang Rendra.
"Jangan Ge Er deh! Itu abang cuma bawain. Tadi pagi pas abang berangkat kerja, ada kurir nganter itu, tapi karena abang buru-buru, abang bawa ke kantor aja. Abang pikir nanti dikasih pas di tempat Oma aja,"
"Hah? Kurir? Kurir apaan pagi-pagi udah nganter barang? Abang berangkat jam 6.30 kan? Rajin banget tuh kurirnya," kata Mimi heran.
"Ngga tahu Dek, Abang ngga merhatiin. Dia juga pas ngasih masih pake helm mukanya ngga kelihatan."
"Kurirnya bilang ngga dari siapa?" tanya Mimi lagi.
"Ngga tuh," kata Bang Rendra sambil menggeleng. "Cuma bilang, untuk Mimi," lanjutnya.
Mimi mengambil sekotak coklat dan setangkai bunga mawar itu. Diciumnya mawar merah itu, harum. Tapi dari siapa?
---
Mereka tiba di rumah Oma saat menjelang maghrib. Oma tampak gembira menerima kedatangan Mimi dan Bang Rendra.
"Rendra kapan nikah? Oma kepengen punya cicit," tanya Oma saat mereka tengah mengobrol di ruang tengah.
"Do'ain aja ya Oma supaya Rendra cepat ketemu jodohnya," jawab Bang Rendra.
"Rendra belum ada calon ya? Kenalin sama teman-teman kamu Mi. Di kampus kan banyak yang camtik-cantik," kata Oma lagi.
"Aduh Oma, ngga berani Mimi ngenalin Bang Rendra ke teman Mimi. Takut bukan seleranya," jawab Mimi sambil tertawa kecil.
"Nanti Oma kenalin sama cucu teman Oma mau ya?" Kenalan aja dulu, kalau cocok Alhamdulillah."
Bang Rendra hanya bisa mengangguk agar Oma senang dan tidak melanjutkan pembahasan ini lagi. Namun setelah menginterogasi Bang Rendra, Oma mengalihkan pertanyaan itu pada Mimi.
"Kalau Mimi gimana? Pacarnya siapa?"
"Nah, kalau Mimi tenang Oma, udah ada yang mau tuh. Rendra rela kok dilangkahin," sahut Bang Rendra.
"Ih, Abang ngaco nih!"
"Benar Oma, tadi pagi-pagi aja udah ada yang ngirim coklat sama bunga. Tuh barangnya ada di mobil!"
Seketika Bunda, Ayah dan Oma menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu. Sementara Mimi menatap Bang Rendra dengan kesal, "dasar ember!" batinnya.
"Ngga Bunda, Ayah, Oma, itu Mimi juga ngga tahu siapa yang kirim. Beneran deh!" jawab Mimi kikuk.
"Sekarang aja belum tahu siapa, nanti kalau udah ketahuan langsung dipacarin tuh Ma," kata Bang Rendra lagi.
"Abang nih, ngomporin terus kerjaannya. Jangan didengerin ya Bun, Ayah, Oma, itu Bang Rendra aja iseng," kata Mimi dengan wajah cemberut.
Oma terkekeh melihat kedua cucunya ribut, "ngga apa-apa Mi, kalau kamu punya pacar ya wajar, udah gede ini. Kalau Abangmu itu yang harus diwaspadai, udah cukup umur kok ngga punya pacar juga. kan aneh."
Mendengar perkataan Oma, Bang Rendra langsung berkata, "Rendra normal Oma, cuma belum ketemu yang klik aja, Oma jangan aneh-aneh deh!"
"Lho, siapa yang bilang kamu ngga normal Ren? Oma cuma bilang harus diwaspadai. Nanti jadi perjaka tua, ngga ada yang mau lagi. "
"Tenang Oma, Laki-laki itu makin tua, makin sukses, makin tinggi daya jualnya," kata Bang Rendra sambil mengedipkan matanya.
Oma tertawa mendengar jawaban Bang Rendra.
"Awas ya Mi, Rendra kalau kalian punya pacar tapi ngumpet-ngumpet. Terutama Mimi, kamu ngga boleh pacaran backstreet ya!" kata Ayah.
Mimi mengangguk kecil, yaah, nasib anak bungsu, semua jadi protektif sekali pada dirinya.
---
Di rumah, Mimi membuka kotak coklat itu, ternyata ada kartu ucapan di dalamnya.
"Coklat ini manis, semoga hari ini bisa kamu jalani dengan manis juga, dan meninggalkan kesan indah, seindah mawar ini. Semangat menjalani hari!"
-PR-
Mimi mengusap kartu itu, "PR? Siapa PR?" ada sedikit perasaan hangat tumbuh di hatinya. Entah mengapa, meski dia tak tahu siapa pengirimnya tapi dia merasa dekat.
Mimi menaruh kartu itu di meja, bersama kartu berhias edelweiss.