Setiap orang pernah mengalami mimpi dan terkadang salah satu dari mereka pernah bermimpi bertemu dengan nabi Muhammad saw.
Tidak ada yang salah, jika seseorang berjumpa dengan Rasulullah Saw melalui mimpi.
Karena di dalam hadits menerangkan.
dari riwayat Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda :
مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي فِي الْيَقَظَةِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَتَمَثَّلُ عَلَى صُورَتِي
"Barang siapa yang bermimpi melihatku, seperti ia melihatku ketika terjaga, karena setan tidak dapat menyerupai wajahku."
[Musnad Ahmad : 3608]
Di dalam hadits yang lain juga menjelaskan.
Dari riwayat Jabir Ra, Rasulullah Saw bersabda :
مَنْ رَآنِي فِي النَّوْمِ فَقَدْ رَآنِي إِنَّهُ لَا يَنْبَغِي لِلشَّيْطَانِ أَنْ يَتَمَثَّلَ فِي صُورَتِي
"Barang siapa bermimpi melihatku dalam tidurnya, maka sesungguhnya dia benar-benar melihatku; karena setan itu tidak dapat merubah bentuk seperti bentukku."
[Shahih Muslim ; 4209]
Dari kedua dalil ini dapat di pahami, ada bermimpi fokus kepada wajah Rasulullah Saw dan ada yang fokus kepada bentuk tubuh, sehingga di tegaskan bahwa barang siapa yang bermimpi melihat Rasulullah Saw, maka dia telah melihat Rasulullah Saw dengan sebenarnya, karena setan tidak bisa menyerupai wajahnya dan bentuk tubuh-nya Rasulullah Saw.
Adapun di kalangan ulama terjadi perbedaan pendapat mengenai mimpi berjumpa dengan Rasulullah Saw, tentang benar atau salahnya, jika seseorang bermimpi telah berjumpa dengan Rasulullah Saw.
HARUS SAMA DALAM WAJAH DAN BENTUK TUBUHNYA.
•Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan,
"Diriwayatkan dari Ayyub, beliau menceritakan, Jika ada orang yang bercerita kepada Muhammad bin Sirrin bahwa dirinya mimpi bertemu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka Ibnu Sirrin meminta kepada orang ini untuk menceritakan ciri orang yang dia lihat dalam mimpi itu. Jika orang ini menyampaikan ciri-ciri fisik yang tidak beliau kenal, beliau mengatakan, "Kamu tidak melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam."
Ibnu Hajar menyatakan, "Sanad riwayat ini shahih.
Kemudian beliau membawakan riwayat yang lain, bahwa Kulaib (seorang tabi'in) pernah berkata kepada Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma, Aku melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam mimpi. Ibnu Abbas berkata, "Ceritakan kepadaku (orang yang kamu lihat)." Kulaib mengatakan, "Saya teringat Hasan bin Ali bin Abi Thalib, kemudian saya sampaikan, beliau mirip Hasan bin Ali." Lalu Ibnu Abbas menegaskan, "Berarti, kamu memang melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Sanadnya jayyid. (Fathul Bari, 12 : 383 – 384).
Dari pendapat ulama pertama adalah jika seseorang bermimpi berjumpa dengan Rasulullah Saw maka dia harus mencocokkannya kepada ciri nabi yang sebenarnya.
Jika dia melihat wajah maka dia harus mencocokkannya dan jika dia melihat postur tubuh maka dia harus mencocokkannya.
BERBEDA DAN TAKWIL.
•Al Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan bahwa makna dari "Barangsiapa yang melihatku disaat tidur maka sungguh dia telah melihatku" adalah barangsiapa yang melihatku disaat mimpi maka sungguh dia telah melihatku yang sebenarnya dengan sempurna tanpa adanya keraguan dan kesangsian terhadap apa yang dilihatnya bahkan dia adalah mimpi yang sempurna. Hal ini dikuatkan oleh dua buah hadits dari Abu Qatadah dan Abu Said "maka sungguh dia telah melihat yang sebenarnya" yaitu mimpi yang benar bukan yang batil.
Al Hafizh menambahkan bahwa maksudnya adalah barangsiapa yang melihatku disaat tidur dalam bentuk yang bagaimanapun maka hendaklah orang itu bergembira dan mengetahui bahwa dia telah melihat yang sebenarnya dan mimpi itu berasal dari Allah swt dan bukanlah mimpi yang batil karena sesungguhnya setan tidaklah bisa menyerupaiku
(Fathul Bari juz XII hal 453)
•Al Qodhi mengatakan bahwa ada kemungkinan sabda Rasulullah saw "sungguh dia telah melihatku" atau "sungguh dia telah melihat yang sebenarnya karena setan tidaklah bisa menyerupai rupaku" maksudnya adalah jika orang itu melihatnya saw dengan sifatnya yang telah dikenal selama hidupnya saw. Akan tetapi jika orang itu melihat dalam bentuk yang sebaliknya maka mimpinya itu adalah ta'wil (yang masih perlu diteliti kebenarannya) bukan mimpi hakekat (sebenarnya)
(Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi juz XV hal 36 – 37)
Dari pendapat ulama yang ke dua adalah jika orang berjumpa dengan Rasulullah Saw dalam bentuk berbeda maka tetap dia telah melihat Rasulullah Saw dan perlu di takwilkan.
Kemudian ada keterangan dari Abdul Aziz Ahmad bin Abdul Aziz, dalam bukunya yang berjudul "Ra'aytun Nabiyya Shallallahu 'Alaihi Wasallam: Mi'atu Qishshatin min Ru'an Nabiy" (Aku bermimpi bertemu Rasulullah: Ratusan kisah orang-orang yang memimpikan Nabi). Buku tersebut berkisah bahwa mimpi bertemu Rasulullah bukanlah hal biasa.
Adapun ciri-ciri mimpi bertemu Rasulullah SAW bermacam-macam.
Pertama, seseorang dalam mimpinya akan menjumpai sosok yang berkata, "Aku adalah Rasulullah, atau Aku adalah Muhammad bin Abdullah, atau Aku adalah nabimu,"
Kedua, seseorang yang mimpi itu akan melihat sosok yang agung dan diagungkan. Dia meyakini orang yang ditemui dalam mimpi itu bukan orang sembarangan. Orang itu diyakini sebagai Rasulullah meski tidak ada yang memberitahu hal tersebut.
Ketiga, seseorang yang mimpi akan melihat seseorang yang dihormati. Kemudian, ada orang yang memberitahukan bahwa orang tersebut adalah Rasulullah SAW.
Dari pendapat ulama yang ke dua, artinya jika seseorang bermimpi dan tidak bisa melihat wajah Rasulullah Saw, di karenakan terhalangi pandangannya oleh cahaya atau di karenakan menundukkan pandangannya sehingga dia tidak bisa melihat wajahnya Rasulullah Saw, namun ada perasaan yang kuat atau ada yang memberitahukan kepadanya bahwa orang yang dia lihat adalah Rasulullah Saw.
Maka dia telah melihat Rasulullah Saw di dalam mimpi dengan sebenarnya
PERINTAH.
Pendapat yang terakhir untuk mengetahui benar atau salahnya berjumpa dengan Rasulullah Saw adalah dari Imam Az-Zarkasyi dalam Ushul Fiqihnya; Al-Bahrul Muhith menjelaskan masalah ini: dari Tagiyidin lbnu Daqiqil led.
"apabila Rasulullah saw, memerintahkan suatu perintah yang bertentangan dengan perintah beliau dalam keadaan terjaga (di alam nyata)seperti perintah untuk meninggalkan yang wajib atau yang
sunnat, maka tidak boleh di amalkan.
Dan apabila beliau memerintahkan suatu perintah yang tidak bertentangan dengan perintah beliau di waktu terjaga maka disunnahkan untuk mengamalkannya.
Maka, pendapat yang terakhir mengambil kesimpulan yang bijak dalam memandang dari beberapa pendapat ulama dalam meneliti benar atau salahnya berjumpa dengan Rasulullah Saw yaitu melihat perintahnya.
Jika perintahnya bertentangan dengan syariat Islam maka dia adalah setan.
Semoga penjelasan singkat ini di pahami dan bermanfaat buat kita semua.