Orang-orang memanggilku: Lutfi.
Sebelumnya aku minta maaf karena ini sedikit mendadak, tapi tolong dengarkan dengan serius pertanyaan yang akan aku tanyakan, dan pikirkan jawabannya dengan hati-hati.
Pertanyaan: apakah semua orang sama atau tidak?
Akhir-akhir ini, semua masyarakat suka membicarakan tentang kesetaraan. Orang-orang menyebut pria dan wanita untuk diperlakukan sama, dan berteriak agar masyarakat menyingkirkan ketidaksetaraan. Mereka meminta tingkat kepagawaian yang tinggi untuk wanita, kendaraan pribadi untuk semua orang, dan mereka pergi untuk menemukan kesalahan dengan sebuah urutan daftar nama. Mereka bahkan merekomendasikan kesetaraan untuk orang-orang penyandang cacat, dan sekarang masyarakat didorong untuk berhenti menggunakan istilah orang cacat. Anak-anak diajari bahwa setiap orang setara.
Apakah itu memang benar? Aku bertanya-tanya.
Pria dan wanita memiliki peran yang berbeda jika mereka memiliki kemampuan yang berbeda. Penyandang cacat tetaplah cacat. Tidak peduli istilah apa yang mereka pakai untuk penyandang cacat. Namun, itu semua bukan berarti bahwa aku tidak memerhatikan hal tersebut.
Dengan kata lain, jawabannya adalah tidak. Manusia adalah makhluk yang tidak setara. Tidak ada orang yang sama. Tuhan memang tidak membuat seseorang di atas atau di bawah satu sama lain, tetapi bukan berarti semua orang setara.
Apa kalian kira itu omong kosong? Gurauan? Tidak. Lihatlah wajahku, lihat bola mataku. Kalian tidak akan menemukan walau semili ketidakseriusan itu.
Sisanya seperti ini: setiap orang setara saat lahir, tapi kemudian aku bertanya, mengapa ada perbedaan dalam pekerjaan dan status di masyarakat? Jawaban itu sudah tertulis di setengah bagian ini.
Apakah perbedaan itu karena seseorang berusaha keras di bidang akademis atau karena seseorang belum cukup berusaha keras?
Sebuah perbedaan diciptakan di sana. Itulah studi beasiswa yang terkenal. Ajaran ini belum berubah sama sekali, bahkan di zaman modern tahun 2021. Namun, situasinya menjadi lebih rumit dan menjadi lebih serius.
Bagaimanapun, manusia adalah makhluk yang mampu berpikir. Dan aku tidak berpikir bahwa itu hal yang benar jika orang-orang harus hidup hanya dengan insting karena hal-hal yang tidak adil.
Dengan kata lain, kata kesetaraan penuh dengan kebohongan dan kepalsuan, tetapi ketidaksetaraan juga tidak bisa diterima. Aku mencoba mencari jawaban baru untuk masalah abadi yang dihadapi manusia.
Hei, kalian! Orang-orang yang memegang buku ini dan membacanya. Pernahkah kalian berpikir tentang masa depan? Pernahkah kalian membayangkan apa artinya pergi ke SMA? Untuk kuliah atau bekerja? Atau kuliah sambil bekerja? Pernahkah kalian merasa samar bahwa suatu hari nanti kalian akan menemukan pekerjaan dan mendapatkan pekerjaan?
Aku merasa seperti itu. Ketika aku menyelesaikan pendidikan wajib dan masuk SMA, aku tidak memedulikan apa pun. Aku hanya merasa senang karena dibebaskan dari tugasku. Aku tidak menyadari bahwa pada saat itu hidupku dan masa depanku semakin berkembang. Aku bahkan tidak mengerti apa artinya belajar bahasa Indonesia di sekolah.
Akan kuceritakan semuanya agar kalian mengerti. Inilah hidupku, dan aku tidak peduli apa pun penilaian kalian. Toh, aku hidup bukan untuk membahagiakan orang lain, apalagi menghabiskan waktu untuk mendengar komentar orang lain.