Diwaktu yang bersamaan.
Sementara kevin dan viktor pergi ke sumber ledakan, kini di ruang komando tersisa renal dan leon.
"Maaf soal yang sebelumnya" ucap renal sambil memasang muka bersalah.
"kenapa?".
"tidak, tidak apa, aku hanya merasa harus mengataknya saja".
Disisi laen leon mendengar hal itu, hanya menatap dengan penuh keheranan.
Mengingat kembali bagaimana mana kepala leon di pukul oleh bola logam, itu membuat ngilu, rasa bersalah sedikit muncul saat ini karna melihat wajah polos leon yang tidak tau apa-apa, biar rahasia ini renal simpan untuk selamanya.
Menutup kepalanya dengan posisi tengkuram di meja, pemandangan itu lebih mirip seperti seorang pelajar yang tidur siang di kelasnya, dan mungkin sebagian besar pelajar yang tidur dikelas selalu menyebarkan tsunami kecil di meja lalu di waktu berikutnya dijadikan objek fotografi oleh teman-temannya, layaknya patung arsistik bernilai triliunan, menjadikan orang tidur sebagai objek kesenian sudah seperti kebudayaan para pelajar tahun 2030an, mungkin semacam warisan dari orang tuanya.
Seperti itulah kira-kira keadaan renal sekarang.
"Apakah hantaman di kepala tadi menyakitkan"tanya renal, walaupun sebenarnya bagaimana manapun harusnya renal paham hal itu.
"Yah, itu lumayan sakit, kadang kala itu terjadi, kau tau si payah itu bahkan mencapai kepalaku pun ga sampai, jadi dia selalu mengunakan robot mainanya si angle untuk mencoba memukulku, cara yang tidak kesatria bukan."
"Huh, kesatria?, apa kau tidak masalah di pukul sekeras itu?".
Sempat-sempatnya orang ini memikirkan norma kesatria ketimbang keselamatan dirinya, pikir renal.
"itu lebih baik dari pada kepalaku di timpa baja seberat setengah ton"
"Tunggu apakah itu pernah terjadi?" tanya renal dengan kaget plus keheranan.
"Tidak pernah, tapi aku hampir mengalaminya dulu"jawab leon sambil menyilangkan tanganya.
"Sukurlah, orang normal manapun pasti akan tertidur pulas karnanya".
"Mungkin saja begitu" jawab leon sambil meletakan tangan didagunya.
Mungkin kaubilang?,bukankah itu sudah pasti, Sebenarnya seberapa keras kepala orang ini, mungkin inilah yang disebut sikeras kepala dalam artian sebenarnya, gumam renal dalam hatinya.
Memikirkan sejenak beberapa saat lalu, ketika renal berbincang dengan kevin sempat terputus akibat hal-hal tak terdunga, mungkin ini kesempatan renal untuk mengkonfirmasi langsung dari sumbernya, kebiasaan renal memang kadang merepotkan, selalu ingin tahu dan rasa penasaran yang kental sekali dari dirinya, bahkan pada masa lalu ketika renal masih sekolah membantu kepolisian dalam mencari pelaku pembunuhan di sekitar rumahnya, wajarnya untuk anak muda seumuran segitu agak dan bahkan sangat ragu angkat bicara sebagai saksi, dulu renal orang yang sangat berani, percaya diri dan cerdik, renal memberikan beberapa bukti dan bersaksi karna kebetulan dia sempat melihatnya secara langsung, kadang kala orang biasa menolak ikut campur karna takut akan kena dampaknya tapi tidak bagi renal orang yang punya rasa keadilan tinggi tapi tetap rasional, tentunya hal ini tidak terlepas dari bantuan hukum terkait perlindungan saksi,mungkin bagi ABG akan bangga atas perestasi ini dan terkesan sombong, hanya saja bagi renal si pencinta Sains tidak ada hal patut di bangakan, masa kejayaan renal mungkin tidak terlihat lagi sekarang namun pengalaman itu masih berbekas di kepalnya.
"Ngomong-ngomong duniamu itu seperti apa?".
Perkataan renal tidak terdengar oleh telinga leon, perhatian leon kini terfokus pada kevin dan viktor, rasa kawatir terlihat jelas dari sorot matanya.
"Sebentar, aku tinggal dulu ya, siapa tau ada bahaya yang bisa terjadi pada ke dua orang itu , karna mereka berdua tidak bisa di andalkan kalo soal fisik, apa lagi soal bergulat".
"Oke".
Tidak butuh waktu lama hingga suara langkah kaki leon yang menjauhi renal tidak terdengar lagi.
Baiklah, mungkin lain kali aku tanyakan lagi, gumam renal, sambil kembali mengelamkan mukanya di meja.
Keheningan sesaat pun terjadi, kini di ruang komando hanya tersisa renal seorang, seperti anak sekolah tidur di kelas rungan komando sunyi sepi layaknya tanpa kehidupan, nafas lirih pun bahkan terdengar.
Disalah satu layar LCD dari sekian banyaknya, ada beberapa lampu kecil menyala secara begantian, bekedip silih barganti, ada yang berwarna merah dan ada yang berwarna biru, walaupun bila melihat kedepan akan terlihat awan-awan bergerak lambat tapi bila seseorang membanyangkan posisinya diluar kapal, akan terdengar begitu keras suara angin meniup di telinga, beda pada ruang komando tanpa suara sedikitpun ini.
"Hhmm....."
Nafas kecil renal mulai tedengar kembali.
"Bagaimana sikap keluargaku bila mereka tau aku tiba-tiba hilang yah" gumam renal.
Matanya yang tadi tertutup kini mulai terbuka.
"Kupikir itu tidak akan jadi masalah bagi ku anak terakhir dari ke ketiga bersaudara".
Didunia ketika permasalahan overpopulasi begitu menjadi masalah umum dan dunia international sangat menerapkan dengan keras dua lebih baik, oleh karnanya kadang kalo bagi siapapun yang lahir sebgai anak ketiga itu di anak tirikan, dan sering kali mereka tidak punya akses untuk hak-haknya lebih dari saudara lainya, luarga renal menerapakn itu semua.
Orang biasa, biasanya berfikir seperti " enak yak menjadi anak paling bungsu bisa lebih ringan beban tangung jawabnya", kadang kala memang begitu tapi tidak untuk keseluruhan, bagi keluarga tertentu malah sebaliknya, kadang mereka bahkan tidak di angap sama sekali bagi keluarga.
"Apa memang berlebihan untuk punya anak tiga, apa salahnya itu" nadanya sedikit emosinal, tidak seperti biasa setidaknya bila tidak sendiri.
Bumi yang terlalu sesak untuk manusia, sebagian besar negara didunia menerapkan hukum seperti, dua anak dalam satu keluarga itu wajib, bagi orang-orang idealis pasti merasakan perasaan ketidak adilan untuk norma-norma sosialnya ini.
Walaupun begitu benar tindangan penekanan populasi ini untuk memperlambatnya, hanya saja tinggal tunggu waktu saja sampai tidak bisa di tampung lagi.
"Memang benar bumi terlalu sesak untuk dihuni manusia di duniaku, hanya saja apakah sampai segitunya, sehinga menjadikan anak ketiga bahkan tidak di angap sama sekali".
Bergumam dan terus bergumam dalam keadaan terkurap.
"Koloni luar angkasa memang harusnya ada bukan, mana ada manusia yang terlalu jahat sampai-sampai mulai menggap serius opsi pengurangan populasi untuk jadi pilihanya, sangat tidak mungkin terjadi".
Sebanyak apapun manusia tidak akan membuat sesak bumi, bumi itu tidak sesempit itu sampai-sampai seluruh manusia tidak muat, itu semua benar, benar, benar, memang demikian, tapi fokus permasalahan sebenarnya bukan itu.
Ini mengenai kebutuhan dasar manusia yang jadi masalah utama, manusia setiap hari butuh makan bukan, banyak sekali isu-isu mengenai penebangan hutan secara besar-besaran dimana hal itu sering kali selalu di lekatkan pada pebisnis serakah yang selalu mementingkan uang di atas segalanya, itu semua benar tapi tidak semuanya, overpopulasi lah dalang terbesarnya, semakin banyak manusia semakin banyak juga kebutuhan hidupnya, pebisinis tidak sepenuhnya salah dalam hal ini mereka hanya menyediakan dan mengambil keuntungan darinya.
Kehidupan adalah pilihan, mungkin itu kata yang tepat untuk mengambarkan semua ini, dimana yang pertama kita dibiarkan normal tanpa ada perubahan hanya masalah waktu sampai bumi kehabisan sumber daya dan lahan, sampai dimana rasa frustasi manusia meledak menimbulkan konflik dimana-mana, atau pilihan kedua yaitu mengalkan bumi demi mengurangi bebanya selama ini.
"Pindah tempat itu lebih baik, dari pada harus bertahan dan membuang rasa kemanusiaan".
Kolonialisasi menawarkan begitu banyak keuntungan, begitu banyak potensi sumber daya, berkurangnya beban bumi, dan manusia pun tak akan kawatir tentang masalah populasi, memang, dari sekian banyak tata surya hanya beberapa yang layak di huni manusia, tapi mengingat begitu luasnya alam semesta sangat tidak mungkin untuk tidak ada satupun yang layak huni.
Bagi renal itu adalah opsi yang paling rasional dari semuanya.
"Dan lagi saat ini aku tidak berfikir pulang, Sangat tidak mungkin aku bisa kembali ke rumah, mengingat seberapa kecil peluang itu".
Kali ini rasionalitas renal mengalahkan idealismenya.
################################################
Didalam rungan pengobatan, disana ada seorang wanita tengah tertidur, Ruangan ini cukup mirip semacam ruang pengobatan sederhana lengkap dengan lemari penuh suntikan dan obat.
Wanita cantik dengan rambut pendeknya berbaring di tempat tidur pasien.
Perut wanita ini dilapisi perban, beberapa kapas pengobatan ada pada kepala dan lengannya, beberapa memar di kulit cukup terlihat jelas.
Semua memar dan luka itu tidak menghilangkan kecantikan wanita ini, kecantikan yang melampauwi bidadari sekalipun iri melihatnya.
Mata terpejam, sambil sedikit-sedikit terdengar suara nafas kecilnya.
Tuk, tuk tuk.., suara langkah kaki dari luar runggan.
Disana ada pria berambut hitam, tubuh gagah penuh otot dengan komposisi yang tepat, pria tampan ini bernama leon.
"Ini waktu ku mengecek, kalo tidak salah sudah lebih dari 8 jam wanita itu pingsan".
Bagi leon secara kusus sering di manfaatkan kevin atau viktor untuk bergulat dan tumbal pada setiap hal yang berbau fisik, hal ini cukup mengagetkan,
Apa kepercayaan mereka pada ku meningkat, tidak buruk juga dihormati oleh mereka walaupun sedikit, mungkin kedepanya akan terus meningkat, pikir leon dengan perasaan congkaknya.
"Baiklah aku tidak akan mengecewakan kalian kali ini, membuatku nostalgia saja ketika dulu diriku naik pangkat".
Telah banyak pengalaman leon bersama viktor dan kevin, beragam dimensi dia datangi, pernah ketika suatu waktu dimana dia bergulat melawan hewan buas karna keadaan tertentu, tentu saja leon memenangkanya dengan sempurna, tapi yang kesal itu ketika dia melihat kevin atau viktor dimana mereka bersantai sambil minum-minuman dingin seakan-akan tidak ada sesuatu yang berarti terkait berbahaya tidaknya situasi itu, "apakah tidak ada kepedulian sedikitpun padaku", pikir leon saat itu juga.
"Sial awas saja lain kalian menjadikanku tumbal lagi".
Terlalu banyak hal yang tidak dimengerti bagi leon, karna dia adalah tipikal orang yang selalu mengandalkan insting terlatihnya dalam banyak hal.
Kualitas dan cara berfikir memang leon tidak akan mencapai setingkat viktor kevin, tapi kalo bicara tentang reflek tubuh leon jagonya, baginya ketangkasan adalah jalan seorang pria.
Berhenti tepat di depan pintu runggan pengobatan.
Sambil sedikit membangun tekadnya.
Layaknya seorang prajurit yang maju ke medan perang hanya demi kehormatan.
"tunggu kevin, pandangan mu akan berubah, bualan semacam diriku tidak melakukan apapun dengan baik selain bergulat akan segera terbantahkan".
Tangan leon memegang semacam layar LCD di kana pintu, dan pintu itu terbuka.
Suara, Suuh!!, pintu besi terbuka.
Lalu leon masuk dalamnya
"Diaman dia?" ucap leon mengunakan nada bingung.
Ruangan kosong tak terlihat apapun yang disebut mahluk hidup, hingga pada waktu berikutnya-----.
Sebuah pisau mengarah ke arah leon.
Reflek leon menghindar dari sana, kalo saja tidak, mungkin kepalanya akan menempel layaknya gantungan baju di pintu.
Mebalas serangan dengan beberapa pukulan melilit.
Buuuk!!. Buuuk!! buuk!, buuuk!.
Di tangkis dan terus di tangkis.
Sampai leon menyadari pasien wanita yang dia ingin periksa menyerangnya.
"Apa-apan ini".
Tidak memperdulikan perkataan leon, wanita itu menyerang kedua kalinya.
Mengincar paha dan perut, lalu di tangkis kembali dengan reflek luar biasa leon.
Mengerahkan seluruh sisa tenaganya di kakinya mengarah kekepala leon.
Di tangkis lagi oleh tangan leon yang berotot.
Hantaman itu membuat wanita ini bermanufer cepat di udara, layaknya sebuah tornado, berputar sangat cepat lalu kemudian melayang ke atas, turun bawah menciptakan jarak di antara mereka.
"Akan ku akhiri dengan ini" ucap wanita itu.
Kelincahan yang mengerikan, orang biasa mungkin akan mati tanpa tau apa-apa.
Memasang posisi menyerang sambil memperlihatkan enam pisau di kedua tanganya.
Wuuuush!!,Dalam waktu singkat jarakpun di tutupi.
"Matikau!!!" teriak wanita itu.
Pukulan demi pukulan, sayatan demi sayatan terus di tembakan ke leon, menghindar dan menagkis, tidak ada satupun serangan mampu mengores kulit leon.
Mengunakan seluru anggota badannya dari mulai tangan, kaki, jari.
Bahkan kepalnya hanya demi satupukulan ke leon.
"Aku menang!!" ucap leon.
Keadaan sekarang tangan dan kaki wanita yang menyerang leon berhenti oleh dekapan mematikan sang master bergulat leon.
Mengeliat layaknya belut, mencoba melepaskan diri tapi semua percuma.
"Sial!!!, rasakan ini!!".
Hanya kepala satu-satunya anggota badan yang masih bisa bergerak.
Duuuakr!!!, benturan di kepala terjadi.
Muka leon dan wanita ini bertemu tanpa ada jarak sedikitpun.
Hingga di waktu berikutnya darah menetes dari mereka.
"Sekarang giliranku"ucap leon sambil mengerakan tengganya.
Membanting wanita itu dengan cukup keras hingga terlempar di udara, membentur kasur sampai terbelah dua, lalu di akhiri dengan hantaman keras di tembok, mengeluarkan batuk berdarah dari mulutnya.
Lalu kemudian kembali pingsan di buatnya.
Hanya dalam satu serangan leon berhasil mengalahkanya.
"Kurasa itu cukup berlebihan".
Seluruh runggan berantakan, terlihat jelas pertarungan hidup dan mati terjadi sini, hampir setiap sisinya berceceran pecahan kaca.
Keheningan sesaat terjadi sampai ketika di akhiri dengan suara, wuuuhs!!, pintu terbuka.
"Aku tidak percaya ini, bahkan wanita terluka pun kau ajak bermain adu jotos!!!" teriak kevin yang baru saja masuk, dan melihat pemandangan mengerikan ini.
Kemarahan terlihat jelas dari sorot matanya.
Sorot mata kebencian, jijik, dan marah, hampir seperti seseorang ketika melihat belatung bergeliat di bawahnya.
"Apa segitunya kau ingin memukul sesuatu, hingga seorang wanitapun kaujadikan samsak tinju, Sudah kudunga memang salah menugaskanmu pada sesuatu hal yang sebenarnya sepele, apa susahnya menjaga seseorang leon!!! apa susahnya!!!, apa dunia ini kau angap hanya sebagai samsak tinjumu saja hah!!!".
Berjalan ke arah si wanita kevinpun mengangkatnya lalu membawa dia ketempat yang layak kemudian ia baringkan itu untuk di beri pengobatan.
Melihat kembali ke arah leon tanpa menghilangkan sorot mata sinis.
Lalu kemudian mengembuskan nafas kecil, sambil sedikit menunduk kebawah, rambut kevin menutupi matanya.
"Keluar kau dari ruangan ini!" tegas kevin.
"Kau salah paham"ucap leon mencoba membela dirinya.
"Cukup!! sialakan keluar".
Tidak mencoba menjelaskan kembali, leon keluar rungan secara perlahan.
Dikoridor sepi, leon berjalan menjauh dari runggan tadi sambil meratapi nasipnya yang selalu sial setiap saat.
Rasa bangga akan dirinya hancur seketika.
Harapan yang leon hayalkan telah lenyap seketika, menyisakan duka, dan kesempatan dia naik pangkat telah pupus begitu saja.
Perasaan Ini seperti seorang tentara maju ke medan perang lalu kembali dengan penuh luka, tapi yang menanti kepulangannya adalah pemecatan, dari pimpinannya.
Mengusap luka di dahinya, lalu kemudian bergumam.
"Itu tadi kesempatan terakhirku, sialan".