Chereads / UnHuman / Chapter 6 - Chapter 5 - Pertarungan antar pengguna darah Iblis - Bagian 2

Chapter 6 - Chapter 5 - Pertarungan antar pengguna darah Iblis - Bagian 2

[POV - III]

Setelah Viona bangun dan berdiri tegak, dia terperangah melihat situasi yang tak terduga ini terjadi di hadapannya. Matanya terbelalak kaget, dan dia berusaha untuk tetap tenang, meskipun jari-jemarinya gemetar akibat darahnya yang mendidih.

Di depannya, seorang pria berambut hitam berdiri dengan angkuh, dan tanpa ampun memukul Hanz hingga terlempar jauh. Kedua rekan Viona seketika tumbang di bawah pukulan brutal itu.

Rasa kesal mendalam terpancar dari matanya, meskipun raut wajahnya tetap tak berubah.

"Tidak mungkin ...." Viona berbisik pelan.

Menyadari bahaya dari orang misterius itu, Viona segera menggenggam busur panahnya. Dalam sekejap, ia menarik tali busur dengan cekatan, membidik ke arah lawannya yang tangguh.

Namun, seolah-olah waktu berputar dengan cepat, lawannya tiba-tiba menghilang dari pandangannya. Orang itu seolah-olah menguap begitu saja. Tidak mungkin dia bisa bergerak sedemikian cepat. Tidak, sudah pasti bukan manusia biasa yang Viona hadapi!

'Unhuman, kah...!?' Suara benak Viona yang terkejut.

"Mencariku, nona muda?" Bisikan halus Azuro merayap di belakang telinga Viona.

Viona terkejut sesaat. Matanya membelok ke samping dengan cepat. Tanpa ragu, dia meraih belati yang tersembunyi di pinggangnya. Memutar ujung bilah belati itu ke belakang, Viona berniat memutus tenggorokan lawannya. Namun, sebelum belati itu mencapai sasaran, Azuro menghantam tengkuk Viona dengan tangan terulur. Viona tiba-tiba kehilangan kesadarannya, jatuh ke tanah dengan tubuh yang lemah.

Setelah menyelesaikan tindakannya, Azuro berbalik melihat ke belakangnya. Berdiri seorang pria berambut hitam-kemerahan menatapnya dengan tajam. Sorot mata yang intens darinya membuat Azuro merasakan tekanan dan intimidasi.

'Dia ... juga sepertiku, kah?'

Azuro tetap tenang dan tak menunjukkan ekspresi apapun. Matanya terlihat kosong dan hampa, seolah-olah ia tidak memiliki ketertarikan. Ambisi yang menyala di dalamnya dirinya tidak langsung terpancar melalui emosinya.

Semua kejadian yang menimpa mereka berlangsung dengan sangat singkat. Ilya yang bahkan tidak sempat bereaksi hanya melihat rekan-rekannya sekejap tumbang. terlebih, bagaimana mungkin dia dengan mudahnya merobohkan mereka bertiga. Ilya cukup yakin dengan kemampuan rekan-rekannya. Apakah orang itu memang sangat kuat?

Angin berhembus lembut di tengah padang rumput yang luas, dan rambut hitam Ilya seketika berubah merah menyala. Ilya merasakan darahnya semakin memanas, seolah dia siap meledak kapan saja. Hanya satu pikiran yang mengisi pikirannya saat ini: dia akan membalas semua perbuatan orang itu.

Ilya menghembuskan napasnya yang terdengar tajam. Pembuluh darah di matanya memerah. Dan raut wajahnya berubah menjadi mengerikan. Energi berwarna merah tua menyelimuti seluruh tubuhnya. Ia meremas tangannya dengan kuat, menghasilkan kobaran api merah yang menyala-nyala.

Azuro masih tidak bergerak, melihat Ilya dengan tatapan kosong, seolah menunggu serangannya.

Segera, Ilya berlari dengan niat membunuh menuju tempat Azuro— mempersempit jarak di antara mereka. Langkahnya mantap, dan dia sudah menentukan arah serangannya.

Kilatan listrik berwarna kuning tiba-tiba mengitari Azuro, membuat efek petir yang mengikuti gerakannya. Tanpa ragu, Azuro menyusul langkah Ilya yang mendekatinya.

Sepersekian detik kemudian, keduanya berhadapan dengan tekad tak tergoyahkan dan saling menyerang. Azuro yang unggul berhasil menendang Ilya dengan kecepatannya. Telapak kakinya tenggelam di tengah-tengah tubuh Ilya dengan kuat. Bersama tendangan itu, energi dari Azuro berubah menjadi semburan listrik yang mematikan, membuat Ilya terlempar jauh dari hadapannya.

Serangan itu begitu cepat, mata Ilya bahkan tak mampu mengikuti kecepatannya. Dia hanya sempat merasakan rasa sakit yang tak tertahankan, seolah-olah seluruh organ tubuhnya dihantam secara bersamaan. Ilya memuntahkan darah, terhempas ke belakang dengan cepat. Arus listrik masih mengalir di tubuhnya yang hangus, meninggalkan distorsi energi yang masih menyelimutinya. Ilya kemudian tak lagi bergerak dan terkapar di atas tanah.

Azuro perlahan berjalan menghampiri Ilya, memiringkan sedikit kepalanya dengan ekspresi hambar. Dia berkata, "Kau ... terlalu lambat—"

Belum sempat dia menghela napas, Azuro seketika terdiam gemetar dan membeku merasakan suatu tekanan mengerikan muncul di belakangnya. Dia segera berbalik saat sebuah suara muncul dari arah belakangnya.

"Benarkah ...!?" Suara sedingin es ini datang menyusup dengan tajam ke telinganya. Memberikan intimidasi menakutkan.

'Kematian!' Kalimat ini berkelebat dalam benak Azuro. Membuatnya terkejut dan tenggelam dalam ketakutan.

Situasi tidak terduga ini tidak mungkin bisa ia hindari lagi, Azuro benar-benar mati langkah. Matanya yang nyalang berubah merah menyala, melihat ilusi kematian yang tergambar jelas di hadapannya— kepalanya terpenggal? Mustahil baginya bisa menghindari serangannya. Apakah ini adalah akhirnya?

"Ti-tidak mungkin—"

Berada tepat di belakangnya, Azuro melihat cahaya hitam yang terpendar tajam dari sebilah pedang, membuatnya berkilauan di udara. Batang pedang itu terbungkus oleh energi sihir yang menyelimutinya, membuatnya terlihat berkobar-kobar seperti api yang membara. Dan yang menggenggam pedang dengan teguh itu adalah Dmitry. Dengan wajah yang dingin dan tanpa rasa belas kasihan, Dmitry mengayunkan pedangnya dengan tekad yang kuat untuk memenggal kepala Azuro.

... ... ...

Beberapa saat sebelumnya

Saat Azuro akan meluncurkan tendangan ke arah Dmitry, yang akan mengenai dadanya, Dmitry dengan cepat mengalirkan seluruh energi fisik, yang dikenal sebagai [Chi], yang tersebar di seluruh tubuhnya agar berkumpul menjadi satu titik di mana serangan itu akan mendarat.

Namun, pertahanan energi dasar saja tidak cukup mampu menahan benturan dan gejolak serangan tersebut. Sebagai akibatnya, Dmitry terhempas jauh ke belakang, tubuhnya beberapa kali menabrak permukaan tanah dan semak belukar. Namun, dengan kecepatan yang luar biasa, ia berhasil mengatur posisi tubuhnya untuk berputar ke bawah, kemudian mendaratkan ujung telapak kakinya menyentuh tanah.

Seolah tidak merasakan apapun, Dmitry bangkit kembali dan berdiri dengan santainya— namun, sedetik kemudian dia terbatuk, darah merembes keluar dari mulutnya. Dmitry sejenak menatap telapak tangannya yang berlumuran darah dengan ekspresi kebingungan yang jelas terlihat di wajahnya. Ia merasakan ketidaknyamanan yang tidak biasa, terutama karena biasanya dia memiliki kemampuan regenerasi yang kuat.

"Aku ... berdarah?" gumam Dmitry dengan rasa heran dalam suaranya.

Kemudian, dengan kesadaran yang tajam, Dmitry menyadari bahwa serangan sebelumnya dari Azuro telah meninggalkan dampak yang cukup serius pada dirinya. Dia merasakan sejumlah tulang rusuknya bergeser, menimbulkan rasa sakit yang sulit dibayangkan.

Selain itu, Dmitry juga tidak bisa lagi mengabaikan fakta bahwa dia hampir mati akibat serangan barusan. Namun, entah mengapa sepertinya Dmitry memiliki semacam determinasi tertentu yang membuatnya terus menahan diri, bahkan sejak awal sebelum kedatangan mereka kemari. Apapun itu, Dmitry seperti waspada akan sesuatu yang mengharuskannya tetap menahan diri.

"Ahhh ... sudah lama rasanya tidak merasakan sensasi seperti ini." Sekalipun dirinya tengah terluka, Dmitry masih bisa menyunggingkan seringai miring yang terlihat mengerikan di wajahnya. Dia bahkan masih bersikap seolah semuanya sedang baik-baik saja.

"Sepertinya aku sudah cukup menahan diri, hingga bisa terluka separah ini. Ah, sialan! Kau sampai membuatku merasa tersudut seperti ini? Kurasa ini akan menjadi pengalaman baru yang menakjubkan. Bukankah begitu?" Selesai bergumam, raut wajah Dmitry berubah serius. Sorot intens matanya yang tajam memancarkan hawa membunuh yang luar biasa mengerikan. Siapapun yang melihatnya akan merasakan ancaman dan intimidasi yang sulit dijelaskan.

Dmitry kemudian berkonsentrasi dan mengatur irama pernapasannya. Dia memejamkan matanya saat mulai fokus, menyerap energi alam yang membaur di sekitarnya. Setiap energi yang diserap, ia ubah menjadi energi sihir, yang disebut [Shi]. Dia menyerap energi sihir sebanyak mungkin untuk menutup luka dalam tubuhnya, termasuk tulangnya yang bergeser. Teknik ini secara alami aktif dan menyembuhkan dirinya, selama Dmitry mengakumulasikan sejumlah energi sihir ke dalam dirinya, ini merupakan kemampuan pasifnya yang bernama [Elementary Regeneration].

Perlahan, dengan lengan pakaiannya Dmitry menyeka sisa darah dari mulutnya. Lantas, dia mengambil sedikit darah itu, menuliskan sebuah huruf 'Si' dalam abjad [Rune Timur]. Arti tulisan itu sendiri berarti kematian dalam bahasanya. Ini merupakan bentuk teknik pelepasan dari sebuah sihir pengekang, sedari awal Dmitry enggan untuk menggunakannya, karena akan menguras energi negatif miliknya yang tidak tertampung banyak.

"Yin technique, terbuka." Dengan perasaan yang terkesan dingin, Dmitry mengucapkan kata-kata tersebut dengan mantap. Aura hitam yang menyeramkan seketika meluap dari dalam dirinya, menyelimuti tubuhnya secara keseluruhan. Tulisan darah di tangannya menguap dan hilang, menandakan pelepasan sihir pengekang yang dimaksud.

Wajah Dmitry semakin memucat seperti mayat, dengan kerutan yang timbul di kelopak matanya. Sorot matanya yang tajam menjadi lebih ganas dan menakutkan. Dia mengangkat kedua tangannya ke depan, membentuk pose khusus seolah sedang mengambil sesuatu dari ruang hampa.

"Execution Sworder, terbuka."

Tiba-tiba, sebuah gumpalan energi hitam yang berkobar muncul di kedua tangannya. Dengan gerakan yang tajam, Dmitry menarik tangan kanannya seolah sedang mengambil sebuah pedang. Namun, energi yang terkumpul tiba-tiba terlepas dengan kuat, mengubah bentuknya menjadi sebilah pedang panjang dan tipis yang menyerupai katana.

Pedang tanpa substansi fisik itu terdiri dari kumpulan energi negatif yang saling mendistorsi, bergetar dan memancarkan kengerian bagi yang melihatnya. Energi negatif itu terpadatkan dalam bentuk pedang, memberinya bentuk yang nyata. Tingkat ketajamannya dapat diatur atau ditentukan oleh kekuatan pengguna yang menggunakan teknik sihir ini.

Pedang tersebut berwarna hitam pekat, merupakan manifestasi dari kekuatan sihir kegelapan [Dark Magic]. Bilah pedangnya terlihat berkobar-kobar seperti nyala api, memantulkan cahaya hitam di sekitarnya. Bahkan hanya dengan menyentuhnya, Dmitry merasakan efek seperti terbakar di bawah kulitnya. Namun, Dmitry memiliki cara untuk mengatasi hal tersebut.

Dmitry menggabungkan energi negatifnya dan terus melepaskannya ke kepalan tangannya, yang efektif dalam mengurangi dampak negatif sihirnya. Namun, ini juga akan menimbulkan kerugian lain, karena Dmitry akan terbatas dalam melakukan serangan karena energinya akan semakin cepat terkuras.

Tidak ingin menyia-nyiakan waktunya, Dmitry mendadak menghilang dari posisinya, melejit dengan kecepatan luar biasa mengejar Azuro. Determinasi dan niat membunuh terpancar dari matanya yang tajam, menciptakan ancaman dan intimidasi yang sulit dijelaskan.

Azuro yang lengah seketika terbelalak kaget, terlambat menyadari hawa keberadaan Dmitry yang mendadak muncul di belakangnya. Segera, Azuro berniat bertahan dengan mencoba memasuki perubahan ke wujud 'Ghost transforming technique', di mana dalam kondisi ini tubuh fisiknya akan melebur ke wujud atom dan mampu melintasi ruang hampa.

Namun, kecepatan pedang Dmitry sudah terlanjur diayunkan, dan diarahkan ke batang leher Azuro.

Azuro tersadarkan akan keterbatasan kemampuannya, dan ia bergumam dengan suara gemetar, "Ti-tidak sempat—"

Apa yang terjadi selanjutnya benar-benar melampaui segala dugaan. Wajah Dmitry yang semula penuh kepercayaan diri berubah menjadi ekspresi keheranan yang tak terperikan— melihat betapa pedangnya terjerat dalam belenggu rambatan tulang belulang yang menjalar dengan anggun dari dalam rahim tanah— menciptakan momen yang tak terduga, seakan-akan melindungi Azuro dengan pelukan tulang-tulang yang berdiri kokoh. Suara gemuruh retakan memecah keheningan yang terjalin, ketika pertemuan antara rintangan belulang manusia itu dan hulu pedangnya menggema di ruang hampa.

Dmitry segera menguasai dirinya dengan cekatan dan melancarkan serangkaian serangan tak terduga ke arah dinding tulang yang kokoh. Namun, tiba-tiba saja, hadir berbagai rintangan yang tak terduga di sekelilingnya, menjulur deretan tulang tajam dan membentuk dinding berduri yang melindungi Azuro, sekaligus menyerang Dmitry secara simultan.

"A-apa yang baru saja terjadi ...?" Azuro bergumam dengan wajah terkejut.

Tak kalah terkejutnya, Dmitry segera melompat mundur menjauhi Azuro. Kini, jarak di antara mereka berdua kembali terbuka. Raut bingung melintas di wajah Dmitry, lalu ia bergumam, "Tulang? Dari bawah tanah, kah?"

Tak jauh dari Dmitry, beberapa puluh meter di hadapannya, seorang pria setengah baya tiba-tiba muncul dengan mengendarai kudanya yang gagah. Tangan kirinya terangkat ke samping, terbungkus oleh kerangka tulang belulang. Tulang-tulang itu membentuk bongkahan seperti akar yang merayap ke dalam tanah.

"Sepertinya kau cukup kewalahan, Azuro," kata Vyrco dengan suara berat, menyiratkan sindiran.

Segera, Vyrco menyudahi ini dengan menyerap kembali kekuatan darah Iblis miliknya. Seiring itu, semua tulang belulang yang terhampar di tangan kirinya perlahan-lahan terurai dan menyatu kembali dengan kulitnya.

Vyrco kemudian turun dari punggung kudanya dan melangkah mendekati Azuro. Sambil berjaga-jaga, ia mengubah wujud tangan kanannya menjadi senjata. Kulitnya terkoyak dengan lentur, mengungkapkan tulang putih. Tulang rawan itu membentuk mata pedang tunggal di pergelangan tangannya, sedangkan telapak tangannya berubah menjadi tombak runcing yang bercabang duri.

"Vyrco!? Apa yang kau lakukan di sini—"

Kalimat Azuro segera berhenti saat Vyrco menatapnya tajam. Desingan kata-kata Vyrco mematahkan suara Azuro yang tercekat di keheningan. Seperti tombak yang menusuk langit, ia berkata, "Azuro ... kali ini kau benar-benar sudah kelewatan."

Azuro meneguk liuarnya yang pahit dalam-dalam dan terdiam. Kehadiran Vyrco membuat rasa terkejut menggelayut di udara. Suaranya terhenti di tenggorokan saat Vyrco dengan lantang memotongnya, seperti pisau yang menusuk keheningan malam.

"Kau harusnya memikirkan perasaan adikmu. Bukankah tujuanmu kemari adalah untuk memeriksa keadaan saja? Barusan ... kau bisa saja mati olehnya, bukan? Apakah kau masih belum belajar apapun?"

Setiap kalimat Vyrco bergema dengan penuh kengerian di telinga Azuro. Dia menyadari kemarahan yang terpendam di setiap kalimatnya, dan dia tidak bisa membantah apapun setiap ucapannya.

"Setelah ini, mungkin kau harus kembali belajar Azuro. Atau kau akan dihakimi secara hukum kemiliteran kerajaan ini." Vyrco kemudian menghela napas yang terdengar tajam setelah melihat Azuro yang semakin ciut oleh ceramahnya.

"Yah ... sudahlah. Selain itu—"

Matanya yang berkobar dengan nafsu pemburu bergerak dengan dingin, beralih ke arah Dmitry. Kilatan api yang menyala dalam tatapan tajamnya melambangkan amarah yang tak terbendung. Kerutan tua di wajahnya mendukung ekspesi mengerikan itu.

"Apakah dia ayahnya? Yah, apapun hubungan mereka aku sama sekali tidak tertarik. Ini akan segera menjadi pertarungan yang merepotkan. Dua lawan satu ... kah?" Dmitry bergumam dengan nada yang datar. Wajahnya yang dingin masih terlihat tenang, dia mengendalikan suasana ini dengan begitu santai. Meski begitu, dia tetap mencari jalan keluar dan memikirkan suatu rencana.

"Tidak, sebenarnya dua lawan dua." Suara yang menenangkan ini datang dari belakang Dmitry.

Dmitry terkejut mendengarnya dan segera menoleh, mendapati sosok Ilya yang tengah berjalan menghampirinya.

Ilya yang baru bangkit masih diselimuti uap putih yang mengepul keluar dari kulit-kulitnya yang terluka. Ilya kali ini terlihat berbeda. Tidak biasanya wajahnya terlihat begitu tertekan dan marah.

"Apa kau baik-baik saja?" Suara Dmitry berubah lembut setelah melihat Ilya. Mereka berdua berdiri bersama, menghadapi sosok di seberang mereka.

"Ah, mungkin saya iya atau tidak. Aku sendiri masih merasa belum pulih sejak serangan kemarin."

"Senang mendengarmu kalau kau baik-baik saja." Dmitry mengerutkan sudut bibirnya, merasa ingin bergurau dengan Ilya.

"Hmm, terserah. Baiklah, siapa orang yang satunya lagi itu?"

"Ah, dia mungkin salah satu orang sepertimu yang memanipulasi darahnya menjadi tulang."

"Unhuman, kah?"

"Benar sekali—"

Perkataan Dmitry berhenti ketika dirinya terjungkal di tengah serangan tak terduga, terhantam oleh tulang-tulang yang menjulang keluar dari dalam tanah. Dmitry terombang-ambing oleh ratusan tulang belulang yang menjalar bagaikan akar dengan ganas. Tubuhnya terperosok ke dalam kenyataan pahit, terjebak dalam cengkeraman kerangka musuh yang membentuk jalinan tak beraturan. Serangan tak henti-hentinya menghujani dirinya, seolah tanah yang menginginkan untuk memeluknya dengan kekuatan yang tidak tergoyahkan.

Tidak sampai di situ, Dmitry dalam sekejap sudah terhempas jauh dari posisi sebelumnya, meninggalkan Ilya yang juga sedang berjuang untuk menghindari setiap serangan tulang belulang yang tajam bak pedang menghujaninya tanpa henti.

Vyrco, seakan menguasai wilayah ini, memancarkan kekuatan yang menyeramkan. Dari balik punggungnya yang tegap, menjulur deretan tulang belulang yang menusuk tanah, menciptakan panorama mengerikan yang melingkupi sekitarnya.

Di tengah serangan Vyrco yang menghujamnya, Ilya tercengang oleh kehadiran mendadak Azuro di hadapannya. Kejutan itu hanya berlangsung sesaat, karena Azuro langsung melepaskan pukulan yang tajam, dengan tujuan menghantam kepala lawannya. Ilya seketika kehilangan kesadarannya, kepalanya hancur berkeping-keping seperti hasil ledakan yang dahsyat, seolah dipenggal hanya oleh satu serangan telak.

Darah merembes deras dari sisa batang lehernya yang terkoyak, tubuh Ilya jatuh tanpa nyawa di sisi kaki Azuro. Sisa-sisa kepalanya kini hanya menjadi genangan merah darah yang melukiskan pemandangan mengerikan.

Azuro berdiri tanpa ada ekspresi di wajahnya. Perasaan hampa mengalir di dalam dirinya. Wajahnya yang tak beremosi kini terhias warna merah dari percikan darah lawannya, begitu pula dengan tangan kanannya yang masih tegang memegang erat.

"Sekarang ... tinggal si penyihir itu—"

Azuro berhenti dan menoleh ke bawahnya, wajahnya seketika berubah terkejut dan matanya berubah tajam, melihat bara api melesat keluar dari sisa-sisa leher Ilya yang terkoyak. Dalam sekejap, tubuh Ilya meledak dalam kobaran api yang menyala, diikuti oleh gelombang panas yang melanda sekitarnya.

Azuro terperanjat, tidak pernah ia mengira akan ada kejadian seperti ini. Letupan gelombang api yang tak terhindarkan menyapu area di sekitarnya. Azuro terhempas jauh dan jatuh di padang rumput terbuka. Ia merasakan rasa sakit yang menusuk-nusuk dan teriakan terluka terlontar dari bibirnya. Panas yang membakar kulitnya meluluh-lantahkan separuh pakaiannya, membuatnya terlihat mengenaskan.

"Si-sial—" Azuro mencoba bangkit, namun entah mengapa ia tidak bisa merasakan kedua kakinya. Segera, dia menemui kenyataan yang tak terbayangkan. Dengan gemetar, ia menengadah dan pandangannya tertuju pada sisa-sisa kakinya yang terputus, luka terbakar merayap di kulitnya yang terkulai, menorehkan rasa kaget dalam matanya.

"A-apa yang ... telah terjadi!?" Azuro masih tidak percaya dengan situasi yang baru saja terjadi. Dia terlihat begitu terkejut.

Sementara itu, tubuh Ilya bangkit dengan gerakan yang mendadak, merangkak menuju posisi berdiri dengan api merah menyala tengah melahap setiap jengkal tubuhnya. Siluet bayangan Iblis terbentuk dari jalinan nyala api yang melingkari tubuh Ilya, menggantikan sisa kepalanya yang terputus dengan sosok yang menyerupai entitas Iblis.

Ilya berdiri dengan transformasi baru yang mempesona namun menakutkan. Tubuhnya terbungkus oleh kilatan api yang menyala-nyala, membawa kengerian bagi yang melihatnya. Permukaan kulitnya memuntahkan bara merah yang membara, menjalar dari ujung kakinya hingga ke kepalanya, menghiasi dirinya dengan aura merah memukau. Kemarahan Ilya yang telah diterima sang Iblis mengubah udara di sekitarnya menjadi hawa panas yang mencekam.

Azuro, yang menyaksikan penampilan singkat Ilya dari jarak jauh, merasakan gelombang tekanan yang mengejutkan dan mengintimidasi secara tidak langsung. Dalam seketika saja udara berubah menjadi panas yang melahap, seolah-olah memasukkannya ke dalam rongga neraka yang menyengat. Tetesan keringat mulai bercucuran dari wajahnya yang sudah memucat seperti mayat.

"Tidak ... tidak akan kubiarkan!" pekik Azuro dalam kegelisahan hatinya. "Aku— masih belum boleh kalah! Aku ... akan melindunginya lebih lama lagi!" Azuro berteriak dalam benaknya. Matanya berubah menyala, menunjukkan tekad bulat yang selama ini dipegang teguh olehnya. Hal ini, membuat Azuro teringat kembali akan kenangan pahit di masa lalunya.

... ... ...

Tujuh tahun yang lalu.

Di negeri nan jauh, di tanah yang terkenal sebagai negeri matahari terbit, terhampar sebuah pulau yang menjadi tempat bertarungnya empat kekaisaran yang silih berganti dalam memperebutkan takhta tertinggi, sebagai penguasa terkuat di wilayah Timur yang megah.

Pada hari yang suram itu, Azuro menjadi saksi kehancuran yang menimpa kampung halamannya. Kekaisaran Hazurumo telah menyerang kekaisaran Barat dengan kekuatan mematikan. Peperangan dahsyat antar kekaisaran tak terhindarkan, di mana darah tumpah dan kehancuran merajalela.

Kedua orang tua Azuro, dengan hati berat, memutuskan untuk membawa kedua anak mereka ke dalam perahu layar yang cukup untuk membawa mereka berdua mengarungi lautan, menuju ke tempat yang lebih aman. Azuro tidak bisa berbuat banyak selain menerima satu perintah terakhir dari ayahnya: melindungi adiknya, Mutsuri, dengan segala yang dimilikinya.

Mereka berdua meninggalkan tanah kelahiran mereka, dengan pandangan Azuro yang terpaku pada kedua orang tuanya yang melambai-lambai, memberikan perpisahan terakhir. Sesaat, Azuro memandang mereka dengan mata berkaca-kaca, saat lambaian kecil mereka semakin pudar dan hilang di tengah jarak yang memisahkan. Azuro hanya mampu meratapi kehancuran yang melanda di hadapannya, dengan adiknya di sisinya, dan melihat kobaran api yang menghanguskan daratan di depan mereka.

Mereka berdua melintasi lautan yang luas dan belum pernah mereka bayangkan sebelumnya. Mereka menghadapi terik matahari yang membara, melewati badai hujan yang diliputi petir gelap dengan semua pengorbanan yang mereka hadapi untuk bisa bertahan hidup.

Waktu berlalu dan hari berganti hari. Persediaan makanan yang semakin menipis memaksa mereka untuk menahan diri agar dapat bertahan hidup sedikit lebih lama.

Pada hari itu, sinar matahari yang memancar terasa lebih menyengat dari biasanya. Azuro dan Mutsuri telah mencapai titik kelelahan yang tak terkira. Mereka terbaring lemas di atas dek perahu, kehilangan segala kekuatan. Pikiran mereka melayang tanpa arah, menyerahkan takdir mereka kepada apa yang akan datang.

Hingga tiba-tiba, sebuah kapal yang besar melintas di dekat perahu mereka. Kapal itu mendekat dari sisi kanan, dan sebuah jembatan kayu dengan tali ditarik dari kapal yang berlawanan.

Dalam keadaan setengah sadar, Azuro melihat beberapa prajurit bersenjata yang mengenakan mantel hitam turun dari kapal besar itu. Dalam momen terakhir sebelum kesadarannya memudar, Azuro melihat sosok pria bermata merah yang berdiri dengan tatapan kosong, menatapnya dengan aura menakutkan.

Azuro tidak mengingat apapun kejadian setelah itu namun, setelah dia sadar dia telah terlahir kembali sebagai sosok yang berbeda. Apapun itu, Azuro mengetahui kalau dirinya sudah bukan lagi manusia. Nalurinya sebagai manusia telah hilang, menjadi sosok baru yang dingin dan mengerikan.

"Mulai sekarang ... kalian adalah prajurit kerajaan Leon." Yang berbicara kepada Azuro adalah seorang pria berambut hitam. Dia sosok berbeda dengan yang sebelumnya dia lihat di kapal.

Dua bulan telah berlalu semenjak mereka ditemukan angkatan kapal laut kerajaan Leon, dan Azuro bersama adiknya kini ditetapkan sebagai prajurit yang mengabdi untuk kerajaan. Mereka berdua terus dilatih untuk bisa menguasai teknik darah Iblis, agar bisa berguna bagi kerajaan di masa depan. Mereka berdua dianggap berpotensi sehingga menerima perlakuan yang khusus. Terlebih, tidak banyak prajurit yang bisa berhasil bertahan dan menahan kesadaran manusianya saat menjadi Unhuman. Jadi, mereka berdua sangatlah berharga.

"Aku mengerti. Mari kita lanjutkan latihannya, kapten," kata Azuro dengan sikap yang dingin dan tanpa ekspresi.

"Baiklah."

Latihan di antara mereka berlangsung seperti biasanya, dan Azuro selalu berakhir kalah dengan selalu melindungi adiknya di dalam pertarungan. Melihat sikap Azuro yang masih bertarung sambil melindungi adiknya, Mutsuri, pria berambut hitam itu menyadari sesuatu yang menarik dari mereka. Meski mereka selalu kalah dalam pertarungan melawannya, pria itu selalu terluka di titik yang vital. Seolah-olah Azuro dan Mutsuri sebenarnya mampu membunuhnya, namun entah kenapa mereka selalu kalah jika Mutsuri menjadi targetnya.

Jika dibilang Mutsuri menghambatnya, maka ini justru sebaliknya, potensi kekuatan mereka saat bertarung bersama sangatlah mematikan. Namun, itu jika mereka berdua tetap bersama.

"Latihan selesai sampai di sini. Azuro, Mutsuri, jangan saling terpaku satu sama lain, itu akan melemahkan potensi kalian. Mulai sekarang, sebaiknya kalian fokus pada kemampuan masing-masing." Pria berambut hitam itu pergi meninggalkan lapangan, dan memasuki tendanya yang berdiri di tengah-tengah benteng.

Azuro memalingkan kepala dengan tatapan dingin, menatap adiknya dengan wajah yang kaku. Gadis berambut hitam itu tampak sedih melihat perubahan yang terjadi pada kakaknya, namun dia juga menyadari bahwa dirinya sendiri telah mengalami perubahan yang sama. Mereka tidaklah lagi sama seperti sebelumnya. Di mata Mutsuri, hubungan di antara mereka sudah tidak lagi seperti seorang saudara.

Wajah Mutsuri tampak merengut dengan sedih, dan dia bergumam dengan suara tertahan, "Ma-maafkan aku, Ka-kak."

Azuro lantas menundukkan kepala dengan wajah yang suram. Ia menatap kedua tangannya yang terkepal erat, dan tatapannya berubah tajam. Dengan suara yang terdengar dingin, ia berkata, "Apa gunanya kekuatan ini jika aku tidak bisa melindungi satu-satunya keluargaku yang tersisa."

Wajah Mutsuri berubah menjadi kaget, matanya masih dipenuhi kepolosan. Ia terkejut dan tidak menyangka bisa mendengar pernyataan Azuro barusan.

Azuro kemudian berjalan melewati Mutsuri, seraya berkata kepadanya, "Jangan katakan itu lagi. Aku tidak akan menerima permintaan maafmu hanya untuk hal sepele seperti ini. Jangan khawatir, aku sudah berjanji kepada mereka yang sudah tiada, bahwa aku akan selalu melindungimu."

... ... ...

Saat mengingat perkataan terakhirnya kepada Mutsuri, Azuro segera bangun dengan tekad yang menggebu-gebu.

"Tidak akan kubiarkan ... siapapun merenggutnya lagi dariku!" teriak Azuro dengan kemarahan yang terpendam, mengeluarkan suara yang penuh amarah.

Azuro merasakan energi membanjiri tubuhnya, menghidupkan kembali kekuatan yang telah lama terpendam. Pemulihan Azuro terjadi dengan sangat cepat. Karena tekadnya yang kuat, pemulihannya berjalan pada tingkat maksimal. Dalam sepersekian detik, kedua kakinya kembali tumbuh, memperbaiki kecacatan yang sebelumnya dialaminya.

Ilya segera memperhatikan perubahan pada Azuro. Dia melihat aura berwarna biru yang mengerikan dari dalam diri Azuro, kekuatan melimpah yang meluap-luap. Dia bisa melihat perubahan warna itu karena kemampuan yang diperoleh dari pinjaman mata Iblisnya. Karena sebenarnya, kepala Ilya masih dihiasi oleh kobaran api, menandakan bahwa pikirannya masih kosong dan fokus sepenuhnya pada pertarungan ini.

Tanpa ragu, Ilya melompat menuju Azuro, ia melayang di udara dengan kedua tangannya terangkat dan menggenggam dengan kuat. Ia bersiap-siap untuk menyerang.

Azuro, dengan kekuatan otot punggungnya, mengangkat kedua kakinya dan mendorong tanah, dengan sigap berdiri dalam sebuah posisi bertarung. Luapan energinya berubah menjadi percikan listrik yang menyelimuti tubuhnya. Di sekelilingnya, energi listrik berdentum-dentum, menciptakan percikan-percikan cahaya biru yang memancar.

Pada saat yang sama, ketika Ilya masih melayang di udara, Azuro meledakkan seluruh energi listrik yang terkumpul dalam dirinya. Ledakan listrik berwarna biru mengeluarkan gelombang kejut yang menghempaskan Ilya kembali ke udara, mendorongnya jauh hingga menyentuh awan di langit.

Ilya melayang bebas di atas langit terbuka, menatap Azuro yang masih berada di bawahnya. Mata Azuro menyala dengan warna hitam kekuningan yang menakjubkan. Sambil memandang langit, Azuro menekuk kedua kakinya dengan posisi yang sama. Tanpa ragu, ia melepaskan pijakan dan meluncur ke udara, menyusul Ilya di atas sana.

Ilya menyadari kepergian lawannya dari pijakannya dan dengan cepat mengibaskan kedua tangannya, menciptakan sebuah kubah api melingkar di sekelilingnya. Tepat pada saat yang sama, Azuro menyerang dengan kecepatan dan kekuatan yang luar biasa. Pukulannya berhasil menembus pertahanan api dan menghantam tubuh Ilya, menghasilkan suara ledakan dan getaran yang menggelegar di sekitar mereka. Setiap pukulan Azuro menimbulkan kilatan listrik yang memancar dari tubuhnya, menciptakan lingkaran cahaya biru di sekitarnya.

Ilya berusaha menahan serangan tersebut dengan segenap kekuatannya. Tubuhnya terbakar oleh nyala api yang melingkar di sekitarnya, namun ia menggunakan pengalihan tersebut untuk mengamankan dirinya dari pukulan Azuro. Ilya merapatkan kedua lengannya dan menahan serangan dengan penuh ketahanan.

Namun, serangan Azuro tidak berhenti begitu saja. Dalam sekejap, ia muncul dari atas punggung Ilya dan dengan cepat menendang tubuhnya ke bawah. Ilya terhempas ke permukaan dengan kekuatan yang tak terbendung.

Azuro tak memberikan kesempatan bagi Ilya untuk bernapas. Ia bergerak lagi, kali ini mengejar Ilya dengan kecepatan yang tak terlacak oleh mata manusia. Ia memanfaatkan kemampuannya untuk menyentuh udara, meluncur melalui angkasa dengan kecepatan seperti kilat. Dalam sekejap, Azuro mendaratkan serangkaian pukulan bertubi-tubi dari atas Ilya, mendorongnya semakin dekat ke tanah.

Sadar akan rencana jahat Azuro yang ingin merenggutnya ke dalam pangkuan tanah, Ilya melihat kedekatan permukaan yang mengharuskannya menghadapi posisi jatuh yang mematikan. Dia berusaha mengumpulkan kekuatannya saat tubuhnya terdesak oleh serangan bertubi-tubi Azuro. Tiba-tiba, di tengah terjangan serangan itu, Ilya memusatkan energinya dan mengeluarkan ledakan api yang melingkupi tubuhnya dan melepaskan gelombang panas ke udara.

Ledakan itu membuat Azuro terkejut sejenak, memberikan kesempatan bagi Ilya untuk mengubah arah jatuhnya. Dalam gerakan tubuh yang memutar, Ilya mengayunkan kedua tangannya mengikuti aliran putaran badannya. Tiba-tiba, sebuah kobaran api menjalar dan melingkari tubuh Ilya, dengan anggun memperlambat jatuhnya. Dengan mantap, Ilya mendaratkan kedua kakinya di tanah, disusul oleh telapak tangannya yang lembut menyentuh permukaan bumi.

Namun, keheningan itu terputus oleh cahaya biru yang tiba-tiba terpancar terang, memaksa Ilya untuk menengadah. Kilatan listrik biru membelah langit, membentuk badai elektrik yang menakjubkan. Tanpa ampun, petir menyambar dengan kekuatan dahsyat, menghasilkan ledakan yang mengguncangkan sekitarnya. Asap dan debu berkelebatan, membentuk pemandangan yang dramatis setelah pertemuan yang kuat. Percikan biru yang penuh keajaiban masih menyala dalam jejak sambaran, bergerak lincah di antara awan asap yang menari-nari.

Azuro berusaha melancarkan pukulan lurus dalam terpaan petir yang luar biasa tersebut. Namun, situasi tidak terduga ini terjadi. Azuro berhenti, ia terdiam sejenak, memandangi Ilya di tengah kepulan asap yang masih menyelimutinya. Pukulan Azuro tidak menghunjam ke tubuh Ilya seperti yang direncanakan. Sebaliknya, kepalan tangan kanan Azuro terperangkap dalam genggaman tangkas seseorang yang tak terduga.

"Kau ...?" Azuro dan Ilya sama-sama terbelalak, terkaget melihat kemunculan Hanz di tengah-tengah mereka— dengan menahan pukulan Azuro.

Azuro melihat ke depan dengan ekspresi yang suram. Azuro sangat terheran-heran, kepalan tangannya berhasil ditahan dengan begitu mudahnya. Bagaimana bisa dia melakukannya?

Satu-satunya hal yang ia tahu adalah bahwa tinjunya berhasil ditahan oleh kekuatan tangan kosong semata. Membuat Azuro tidak bisa melangkah lebih maju dari ini.

"... Aku kembali. Kau terkejut!?" Suara pelan Hanz yang terdengar mengintimidasi. Hanz masih menatap Azuro, dengan tatapannya yang setajam pisau. Setelah itu, aura membunuh terpancar dari seluruh tubuhnya.

Segera, Hanz membalikkan arah tangannya berputar seratus delapan puluh derajat. Ketika itu tangan Azuro terpelintir, hingga tulang lengannya melenting keluar dari dagingnya yang saling terhimpit. Azuro mengerang kesakitan meski dia mencoba menahannya, dan tatapan matanya berubah tajam karena kesal.

Azuro merasa terkejut dengan situasi yang tiba-tiba menjadi rumit, namun yang lebih membuatnya tidak bisa berkata-kata adalah setelah menyadari aura yang keluar dari diri Hanz. Tanpa ada keraguan, Hanz menendang tubuh Azuro hingga terhempas ke belakang, menyisakan kepalan tangan Azuro yang masih tertinggal dalam genggaman tangannya.

Azuro terpental jauh, namun ia masih bisa menguasai dirinya, dengan upaya terakhir ia melepaskan ledakan listrik untuk menghentikan putaran tubuhnya yang terlempar di udara.

"Kau tidak apa-apa, Ilya?" Hanz melirik ke arah Ilya. Dia bahkan tidak membiarkan fokusnya teralihkan dari lawannya.

"Aku--baik-baik saja," jawab Ilya dengan nada gemetar.

Darah Iblis dalam tubuh Ilya merayap dengan intensitas yang memukau, menyembuhkan luka-luka dan mengembalikan kepalanya yang terputus dengan penuh keajaiban ke bentuk semula. Sinaran api yang sebelumnya membara perlahan memudar, mengungkapkan wajah Ilya yang kini terlihat lelah dan pucat.

"Kau yakin? Kau terlihat sangat lelah. Kulitmu juga tampak kemerahan dan terkelupas." Hanz menyampaikan itu saat melihat ke arah Ilya dengan wajah yang dingin dan terlihat kaku.

Ilya terdiam sejenak, membiarkan kata-kata Hanz meresap ke dalam dirinya. Tubuhnya benar-benar merasa lelah setelah mempertaruhkan segalanya saat melawan Azuro.

"Maaf ... jika aku sedikit terlambat," ucap Hanz dengan suara yang datar, namun wajahnya sekejap berubah menunjukkan penyesalan yang dalam. Dia menutup kelopak matanya sejenak, mencari ketenangan di dalam dirinya.

"Tidak. Aku mungkin saja mati sedari tadi jika kau tidak menahan pukulan itu, Hanz. Karena aku sudah mengerahkan seluruh kekuatan darahku, aku sudah ... mencapai batasanku."

Mendengar itu, wajah Hanz berubah terkejut. Dia lantas menghela nafas pelan, kemudian berkata, "Begitu ... harusnya aku datang lebih cepat."

"Bukan salahmu―"

"Aku akan segera kembali."

Sebelum Ilya sempat menyelesaikan kata-katanya, Hanz bergerak cepat, melangkah maju dengan kecepatan yang mencengangkan. Tubuhnya seakan-akan melesat ke depan, mengejar Azuro yang sedang berhenti untuk mengambil napas dalam pertempuran.

Azuro terperangah oleh kecepatan dan kehadiran Hanz yang tiba-tiba. Sebelum ia bisa bereaksi, Hanz melepaskan pukulan lurus yang ditujukan langsung ke arah kepalanya. Namun, Azuro dengan cepat merubah wujud fisiknya menjadi energi listrik, menyatu dengan aliran energi yang terpancar di sekitarnya. Ia menghilang dengan gesit, meninggalkan hanya jejak arus listrik biru yang memenuhi udara. Namun, pukulan bebas dari Hanz tak terhenti, melepaskan energi hitam yang terkumpul dalam kepalan tangan kanannya. Energi itu mengamuk tanpa pandang bulu, menghancurkan segala yang berada di jalannya, menciptakan riak kehancuran di depannya.

Dalam sekejap mata, bekas serangan Hanz itu membakar padang rerumputan hijau, merubahnya menjadi tanah tandus yang terbakar oleh kobaran api. Ilya terbelalak, terpesona oleh kekuatan Hanz yang mampu menghancurkan bentuk kehidupan dengan begitu mudahnya.

"Yang benar saja ...!" Ilya bergumam dengan keheranan. Dia seketika mengerti dengan alasan Dmitry yang ingin membawa orang itu bersama mereka. Potensi orang itu benar-benar luar biasa. Tanpa sadar, Ilya menyunggingkan seringai miring yang masih terlihat suram di wajah pucatnya.

... ... ...

Malam sebelumnya.

Tujuan mereka semua berkumpul setelah menyelesaikan misinya adalah suatu tempat yang masih berada di kerajaan Leon, titik pertemuan yang telah mereka sepakati sebelumnya.

Setibanya di sana, Ilya dan Viona sudah melihat seseorang yang sedang duduk di depan api unggun yang dijaganya. Seekor kuda tampak tertidur di sebelahnya, dan sosok itu tidak lain adalah Dmitry.

Ilya dengan cepat menambatkan kudanya di sebuah batang pohon yang sudah patah, kemudian segera berjalan menghampiri Dmitry, diikuti oleh Viona bersamanya.

Sebelum sempat suaranya keluar, Ilya terkejut melihat keberadaan seseorang yang sedang terbaring dengan keadaan penuh luka di sampingnya Dmitry. Dia terlihat tidak sadarkan diri, dan kemungkinan sedang sekarat dengan darah yang membasahi pakaian dan tubuhnya. Terlebih Ilya melihat sisa darah yang sama mengering di pakaian Dmitry.

Ilya segera paham akan situasi yang terjadi. Namun, dengan perasaan yang ragu, dia mencoba bertanya, "Dmitry, orang itu—"

Dmitry dengan wajah yang suram mengangkat kelopak matanya yang dingin, dan berkata, "Aku akan menjelaskannya nanti."