Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

THE REAL OF SULTAN

🇮🇩QU3EN_FBRP
--
chs / week
--
NOT RATINGS
2.9k
Views
Synopsis
Kemunafikan duniawi menyebabkan rasa percaya tidak lagi ada di dunia ini. Semua orang berharap menjadi sosok yang sempurna dan mendapatkan kesempurnaan. Ego serta emosi yang saling di permainkan layaknya pion di sebuah papan catur. Mata terbuka tapi hati tertutup, bersedih diatas kebahagiaan orang lain dan sebaliknya. “Kau tau om seperti lagu Tulus, layaknya sepasang sepatu, selalu bersama tapi tak bisa bersatu” Mei tertawa dibalik mata berkacanya, “Benar sekali, karna faktanya aku hanya karyawan toko sepatu dan dia adalah pemilik produksi sepatu” lirihnya pelan tapi menohok.
VIEW MORE

Chapter 1 - Estefania Ceysa Autumn

Usianya masih sangat muda tapi tubuhnya tak lagi memperlihatkan seorang gadis belia. Wajah dan aura yang terpancar tampak sangat dewasa, mengagumkan namun tampak tidak sesuai dengan sikapnya yang masih kekanak-kanakan.

Estefania Ceysa Autumn-Gadis belia berusia 17 tahun, kecantikannya yang sangat mencolok membuatnya menjadi sedikit Famous di kalangan anak muda. Masih baru tamatan SMA.

'Tidak ada yang tidak mengenalnya' NO! Bullshit, Itu bukan kata-kata yang tepat untuk mencerminkan dirinya , dia bukan artis ataupun orang terkenal lainnya. Bukan keturunan miliarder bahkan kastanya jauh dibawah pelayan seorang miliarder, hanya seorang Selegram yang memiliki 86k followers.

Tapi setidaknya itu cukup membanggakan, dan tepat pada hari ini dia memulai endorsement pertamanya. Walau tidak terlalu senang karna ini bukanlah impiannya tapi dia cukup bangga karna akhirnya mendapat pekerjaan mudah dengan penghasilan yang lebih dari cukup.

Terlahir dari rahim seorang wanita cantik yang bekerja sebagai pemuas, ralat seorang pelacur membuatnya tinggal di keluarga yang bebas. dua belas bersaudara tapi tak satupun yang se-ayah beberapa dari mereka malahan lahir di tahun yang sama.

Cukup menggenaskan, seluruh anggota keluarganya hanya di besarkan sampai usia 12 tahun atau kelas 6 SD, Selebihnya harus mengatur dirinya sendiri. Antara melanjutkan pendidikan atau mau tamatan SD saja.

Dan keuangan juga sudah tidak dari ibunya, ibunya hanya melengkapi makanan dan minuman mereka, Jajanan, atau baju baru tidak ada di rutinitas kehidupan mereka, Tefa sendiri bahkan harus bekerja saat kelas 1 SMP sebagai tukang cuci piring di sebuah warung makan siang setiap pulang sekolah agar bisa membeli barang-barang keperluannya.

Keadaanya saat ini cukup hebat di kalangan keluarga mereka, Karna memang kehidupannya sedikit lebih baik dari pada ke sebelas saudaranya. Dan Wajahnya juga jauh lebih baik, 98 % indahnya wajah serta tubuhnya berasal dari ceplakan ibunya.

Untungnya berkat kemurahan hati Sang Pencipta dia diberi kecukupan hingga mencapai keberhasilannya yang mendapat pendidikan hingga tamatan SMA. Tidak ada yang bisa disalahkan dari keadaanya sekarang, sedih terkadang saat melihat ibunya menangis tidak bisa mencukupi kebutuhan mereka. Itulah penyebab Tefa iklhas walau harus berbagi penghasilan yang tidak seberapa untuk hidup mereka.

Tanpa seorang ayah, Tefa dapat tumbuh menjadi gadis yang cukup kuat melawan dunia. Walau tidak mendapat didikan keras dari sosok ayah tidak membuatnya manja, terdidik oleh kerasnya dunia saat usia yang masih sangat muda sudah lebih keras dari didikan ayah manapun.

Tetap bersyukur adalah jalan terakhir, melihat penderitaannya tak separah banyak anak di jalanan yang meminta hanya untuk sesuap nasi, setidaknya dia masih bisa tinggal di rumah yang nyaman di perumahan standart berkat kerja keras ibunya ralat berkat organ intim ibunya.

"Sepertinya kau punya bakat di per-modelan sedikit kaku tapi tetap terlihat estetik padahal ini masih kali pertamamu, sebuah kehebatan yang tidak dimiliki banyak orang"

Tefa tersenyum manis, "Aku bersyukur jika hasilnya tidak mengecewakan seperti yang kau katakan. Terima kasih "

Pria itu mengangguk, "Ku dengar ini juga kali pertamamu ke pulau Dewata ini, mau ku antarkan berkeliling sebentar Ms.Autumn?"

"Jika kau memiliki waktu aku sangat berterima kasih Mr.Anton. "

"Kalau begitu Ay-- "Mr. Anton, sekedar mengingatkan jika sore ini ada meeting bersama beberapa distributor produk kita"

Alis pria itu terangkat, "Bukannya Perjanjiannya mengatakan saat makan malam? "

Ucapan gadis itu tercekat, Wajahnya tampak gugup, "Ada perubahan jadwal secara tiba-tiba dari pihak Distributor"

Anton mengangguk, "Baiklah, maafkan aku Ms.Autumn, sepertinya waktunya kurang tepat"

Gadis itu mengangguk, "Tak apa Mr.Anton, aku duluan semuanya"

Ucapannya berakhir disana, helaan nafas diakhiri senyuman sedikit berbangga diri dan lega karna akhirnya tau apa bakat yang dia miliki.

Tempat yang sedikit asing tapi berhasil membuatnya nyaman. Baru kali ini dia tidur bebas tanpa berdesakan dan gangguan. Tidur di kamar hotel, Satu ranjang besar dengan fasilitas mewah, kolot? kampungan? begitulah dia. Ini First time baginya. tolong maklum.

Biasanya dia tidur di kamar yang lebar 2 × 3 bersama keempat saudarinya. Sedangkan lima saudaranya tidur di ruang tengah, dan kedua adiknya yang masih balita bersama ibunya di kamar sebelah lagi. Hanya memiliki rumah yang punya dua kamar kecil, ruang tengah, satu kamar mandi, serta dapur kecil dan taman kecil yang hanya cukup untuk mencuci pakaian dan menjemur pakaian.

Matanya sedikit berair, menahan tawa menatap sosok pria yang sedang marah-marah kepada pria di sebelahnya yang terlihat seperti asisten pribadinya. Bawel, dan cerewet namun terlihat lucu dan menggemaskan.

"Kau bisa bekerja apa tidak? Sedikit kebawah! Cahaya matahari masuk kemataku bodoh! "

"Itu terlalu kebawah aku bahkan tidak bisa melihat Sunsetnya"

"Sedikit ke kiri, no! itu berlebihan aku mengatakan sedikit , bisakah kau bekerja lebih baik? atau kau sudah bosan hidup? Atau ada rencana keluar dari pekerjaanmu "

Semakin lama, Tefa tak sadar jika matanya kini sudah benar-benar teralih ke arah pria itu tidak lagi diam-diam seperti sebelumnya. Matanya benar-benar teralih saat melihat sekitar 5 sampai 6 orang berbaju serba hitam berdiri tepat dua meter dari posisi pria itu.

"Sepertinya dia orang yang berada dan orang penting. "

"Jangan melihatku! " tegurnya mampu membuat Tefa terkejut malu, terciduk melihat atau lebih tepatnya mempelototi aktivitas orang lain termasuk tindakan yang tidak sopan bukan.

Gadis itu menundukkan kepalanya sebagai ucapan maaf lalu berjalan sedikit menjauh dari posisi sebelumnya.

"Dingin" Lirihnya saat akhirnya merasakan air laut di sore hari saat matahari hampir tenggelam.

Kakinya bermain-main, mencipratkan air pantai kesana kemari. tersenyum senang dan tertawa melihat kesenangannya sendiri. Saat semuanya fokus pada keindahan Sunset, dia lebih fokus ke cipratan air dan tendangan kecil dari kakinya kepada ombak yang seolah-olah menyerangnya.

Tawanya berhenti saat menyadari Langit mulai menggelap, beberapa cahaya mulai menyala. lampu taman dan beberapa lampu di area pantai.

Keadaan area pantai hotel sudah sepi saat matahari benar-benar sudah tenggelam. Kepercayaannya terhadap hal mistis membuatnya beralih ke kamar hotel.

Saat penglihatannya tak sengaja melihat ke arah pria tadi, pria itu sudah pergi. Tapi sebuah tas tertinggal tepat di tempat pria itu sebelum meninggalkan jejak.

Rasa tidak peduli menghatuinya, selain itu rasa malu masih belum tertinggal. Tapi tunggu ucapan pria itu kepada asistennya membuat Tefa takut, Mengingat sikap Pria itu membuatnya sedikit tegang, Bagaimana jika asistennya sampai di pecat hanya karna dia kehilangan tas? dan bagaimana jika ada data penting yang ada di tas itu?

Dengan terpaksa Tefa mengambil tas selempang itu, dan membuka isinya berharap ada data yang bisa dia lihat untuk mencari tau keberadaan sang empunya tas itu.

"Kartu kamar? Baiklah ini cukup membantu, aku akan menemukan mu Mr, Cerewet "

Tinggal di hotel yang sama membuatnya cukup mudah mencari tau keberadaan pria itu, walau Tefa tau kasta kamarnya bagaikan langit dan bumi, sama seperti kasta mereka.

"Tefa? Kau mau kemana? "

"Hai Anisa, Aku sedang mencari seseorang. ada keperluan mendadak. Kau sendiri mau kemana?" tanyanya pada Wanita, asisten Mr. Anton.

"Sedikit berjalan-jalan, oh iya soal yang tadi aku minta maaf. Bukannya tidak suka melihatmu berjalan bersama Mr, Anton tapi Mr, Anton bukan pria baik, dia pecinta wanita bertubuh menarik seperti mu jadi jangan terlalu dekat dengannya"

"Benarkah? kalau begitu terima kasih, kau ternyata baik juga"

Anisa mengangguk, "Sama-sama, aku duluan yah"

"Permisi, selamat malam, aku ingin bertanya ruangan ini berada di lantai berapa? "

"Sebentar saya lihat name cardnya, Mmm... Mr. Aditama, berada di-- tunggu Anda tidak mencari orang yang salahkan Miss? Maafkan saya tapi itu salah satu ruang privat, apakah sudah memiliki janji? "

"Ruang privat? "

"Yah, Ruangan dan lantai khusus pemilik saham tertinggi di hotel ini. Maaf jika saya lancang tapi saya tanyakan sekali lagi apa anda sudah punya janji? "

Entah apa yang di pikiran Tefa hingga dengan berani dia mengangguk, "Mmm.. yah, bisakah kau antarkan aku kesana, ada hal penting yang harus aku bicarakan dengannya "

Beberapa kata itu lolos dari mulutnya, sepertinya otak dan hatinya sedang beradu saat ini.

"Mari nona"