—
" — bagaimana menurut Anda, tuan? Apa Anda sudah memutuskannya?"
"Ya. Aku akan membeli rumah ini."
"Siap dimengerti! Kami akan segera menyiapkan semua surat-suratnya. Lalu tuan, karena Anda sudah membeli rumah ini Anda dapat sesuka Anda pergi memeriksanya, jika ada masalah tolong hubungi kami. Ini kunci rumahnya."
"Ya. Jika aku menemukan masalah aku akan langsung menghubungimu."
13 Desember, tahun 580. kerajaan Vajra.
Seorang peria yang memakai topeng iblis yang keluar dari toko jasa penjualan rumah itu menghembuskan uap putih dari mulutnya.
Ia tak sedang merokok, tapi udara dingin yang membuatnya terlihat seperti itu.
Walaupun sekarang masih di awal bulan tapi udara di sekitar kota sudah mulai mendingin. Namun untung baginya ia hari ini bepergian menggunakan pakaian hangatnya. Itu pun dikarenakan peria itu yang tak kuat akan dingin.
"Mama! Mama! Aku ingin itu! Aku ingin itu!"
"Iya iya, jadi tenanglah nanti mama belikan."
Ia tersenyum. Bukan hanya saat melihat kelakuan pasangan ibu dan anak yang berasal dari ras beast di depannya, tapi juga saat melihat suasana kota yang di selimuti keceriaan natal.
Kerajaan Vajra, sebuah kerajaan yang terletak di sebelah timur dari dunia. Berbeda dengan kerajaan lain kerajaan Vajra adalah kerajaan yang memiliki penduduk yang lebih sedikit dibanding kerajaan lain.
Banyak poin yang membuatnya menjadi seperti itu. Salah satu poin utamanya adalah karena kerajaan ini terletak tepat di sebelah tembok.
Ya, itu benar. 'Tembok' yang dimaksud adalah 'tembok' yang 300 tahun lalu tiba-tiba muncul memisahkan dunia.
Penyebabnya tak diketahui. Tembok itu hanya diam berdiri dan tak melakukan apa pun selama 300 tahun. Dan karena tak menemukan apa pun dari tembok itu selama 300 tahun, negara lain pun hanya membiarkannya begitu saja dan mulai terbiasa dengannya.
Namun berbeda bagi kerajaan Vajra, terutama warga yang tinggal di dalamnya. Itu karena kesan yang ditimbulkan tembok itu begitu besar bagi siapa pun yang tinggal di kerajaan itu.
Karena tembok itu banyak nyawa warga yang melayang. Karena tembok itu banyak orang yang harus berpisah dari orang-orang yang mereka cintai. Karena tembok itu setengah tanah miliki kerajaan hilang dibuatnya.
Kesan-kesan itu terus membekas di hati para warga. Karenanya banyak warga yang memutuskan untuk pindah ke negara lain.
Dan berkat tembok itu, kerajaan ini selama beberapa puluh tahun telah di selimuti oleh hawa keputusasaan yang pekat.
Untuk melihat seseorang tertawa gembira atau melihat suasana kota yang dihiasi gemerlap lampu pernak pernik seperti ini, dahulu mungkin hanya sekedar mimpi.
"Tapi yah, itu semua berubah dalam beberapa tahun belakangan ini."
Itulah mengapa ketika ia melihat pemandangan ini, peria itu tak dapat untuk tak menahan senyumnya.
"Tapi pemandangan ini di luar perkiraanku. Aku tak menyangka bahwa rencana yang dibuat oleh para kakek itu dapat menjadi seperti ini."
Yah itu juga terjadi karena adanya saran dariku. Jika itu tidak ada festival ini tak mungkin akan menjadi sangat di terima seperti ini.
"ini terasa seperti, pembicaraan serius yang terjadi kemarin malam hannyalah sekedar mimpi…."
Peria itu bergumam, sambil melihat pemandangan kota ia melangkahkan kakinya.
*****
" — Apa ini benar akan baik-baik saja untuk menerima makhluk sepertinya sebagai salah satu petinggi?"
Dalam sebuah ruangan tertutup dua orang peria tua terlihat sedang berdiskusi membicarakan sesuatu.
"Mau bagaimana lagi. Ini adalah keputusan dari raja."
"Tapi membiarkan makhluk sepertinya duduk di tempat yang sama dengan kita, itu membuatku ingin muntah."
"Untuk itu aku setuju denganmu."
Ke dua peria tua itu tampak terlihat memakai mantel hitam yang menutupi seluruh tubuhnya. Tak ada satu pun ciri khas dari mantel yang mereka pakai yang dapat membedakan mereka berdua.
Tapi tidak sepenuhnya mereka tak dapat dibedakan.
Sekilas mereka memang tampak terlihat sama namun jika di amati lebih teliti kalian akan dapat dengan jelas melihat perbedaannya.
Begini, peria tua yang pertama terlihat memiliki tubuh yang lebih besar di banding peria tua yang ke dua. Sedangkan peria tua ke dua tampak memiliki suasana yang lebih tenang dibandingkan peria tua pertama.
Walaupun memang tak dapat di bedakan, jika kalian memperhatikan rupa atau suasana di antara keduanya kalian akan dapat dengan cepat membedakannya.
"Lagi pula kenapa mahluk sepertinya dapat di terima menjadi petinggi? Aku tak habis pikir dengan apa yang dipikirkan oleh raja!"
"Aku juga sama, tapi mau bagaimana lagi bukan?"
Peria tua pertama terlihat sangat kesal saat mencemooh 'mahluk' yang menjadi bahan pembicaraan mereka. Lalu di dalam kepalanya terbenak sebuah pemikiran.
"Hei, apa tak ada cara untuk menyingkirkannya?"
"tidak, itu mustahil. Kau lihat kan apa yang makhluk itu lakukan tempo hari. Masyarakat sudah menerimanya, sangat mustahil untuk menyingkirkannya sekarang."
"..."
"... Normalnya mah."
Peria tua kedua tersenyum saat melanjutkan ucapannya. Dan jika boleh jujur.
"Tapi kita berdua berbeda bukan? Itu karena kita berdua memiliki...…
Kekuatan."
itu terlihat sangat menyeramkan.
*****
Terletak tak jauh dari jalanan ibukota Vajra, peria yang memakai topeng iblis itu telah sampai di tempat tujuannya.
"Jadi ini bangunan yang akan menjadi kediaman baruku."
Sebuah mansion tua berdiri kokoh di hadapannya.
Peria itu yang melihatnya menghembuskan nafas lelah saat pertama kali melihatnya.
"Mah aku memang sudah memikirkannya, tapi aku tak menyangka dikalau kerusakannya akan seburuk ini. Sudah kuduga tempat ini memang harus di renovasi."
Dia memang tahu kalau mansion ini sudah usang dan harus di renovasi, menurut orang dari agen penjualan rumah itu pun rumah ini adalah rumah terburuk yang mereka punya dan tampak ragu-ragu saat menyarankan rumah ini kepadanya. Tapi peria itu tetap memilih rumah ini.
Kenapa? Sebenarnya tak ada alasan khusus di baliknya. Dia memilih rumah ini hanya karena rumah ini jauh dari kota, luas, dan tampak cocok dengan kepribadiannya. Dengan kata lain alasan utama dia memilih rumah ini hanya karena ia menyukainya.
"Sekarang, waktuku di sini taklah banyak. Mari lihat seberapa banyak kerusakan yang ada di dalamnya dan kembali secepatnya, jika tidak para kakek itu akan kembali menceramahiku berjam-jam seperti seorang pendongeng."
Saat peria itu melangkahkan kaki matahari sudah lama tenggelam. Banyaknya waktu yang tersisa saat ia menyadari keberadaan gadis di dalam mansion itu tinggal 49 menit.
Banyaknya waktu yang tersisa untuknya sebelum ia bertatap wajah dengan gadis itu tinggal 35 menit.
Banyaknya waktu yang tersisa untuknya sebelum ia mengucapkan kalimat pertamanya pada gadis itu hanya tinggal 20 menit.