Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

meera(terlanjur pergi tanpa pamit)

🇮🇩herul_arifin
--
chs / week
--
NOT RATINGS
23k
Views
Synopsis
"Tak selamanya hidup itu seimbang, tak ada kesedihan yg bertahan lama, maupun kebahagian terdengar abadi." konsekuensi kehidupan itu hanya dua, antara kesedihan dan kebahagiaan." tulis danu di buku diary, meratapi kehidupan. "Penantian itu panjang, jika hanya bertahan di satu sudut, tanpa melihat sudut yang lain." Pesta pernikahan menjadi awal titik temu antara danu dan meera. Alun-alun pandeglang menjadi awal dalam kisahnya. kampung domba memberi kesan, serta pantai carita yg menjadi saki mereka menari, bernyanyi di atas hamparan pasir. Awal tahun baru menjadi titik balik baginya, ada jarak yg mulai anggang, komunikasi yg mulai putus, serta sikap meera yg kian membisu. dina, seorang sahabat dekat mera, diharapkan oleh danu, agar bisa menyambung komunikasi serta memperdekat dengan meera. justru lain dari harapan bahka memperkeruh suasana, setelah dina jatuh hati pada danu, menjadikan hubungan ketiganya brantakan. Puncak perpisahan terjadi, setelah ibu meera meninggal dunia, dengan emosi meera bersumpah bahwa takan menikah dengan siapapun. Harapan danu kian mati. ia berjalan kemana mata kakinya melangkah. satu tekad yg danu buat, yaitu melupakan meera. danu mulai keluar dari zona nyaman, bertahun-tahun ia berusaha melupakan meera. Mengisi kekosongan dengan bekerja. danu mulai bekerja di salah satu media cetak. ia di tugaskan meliput berita di daerah pandeglang bersama salwa. mereka menjadi seorang patner kerja di bidang jurnalis, setiap harinya mereka selalu bersama, salwa merasa nyaman dengan danu, perlahan prasaannya tumbuh menjadi cinta. Mengingat usia danu yg merangkak dewasa, orang tuanya menginginkan untuk segera menikah, sempat danu rencanakan akan menikahi salwa, dan segera melamarnya. Ujian datang, ketika meera kembali bertemu dengan danu. sontak danu mulai menyepelekan rencana pertunangannya dengan salwa. Malam yg seharusnya lamaran, tapi danu asik bersama meera, semua rencana jadi berantakan, orangtua danu sangat marah. Mengetahui hal itu, meera merasa jadi penyebabnya, kemudian ia putuskan pergi dari kehidupan danu, dan meninggalkan kota pandeglang.
VIEW MORE

Chapter 1 - tatapan

pernah ku tulis di buku kecil tentang kisahnya, buku itu berjudul 11:11 for meera. isinya hanya part-part tentang kebersamaan antara aku dengannya. tak pernah terpikir sebuah perpisahan akan menghentikan.

Aku punya sebuah ke inginan, tapi keadaan punya kenyataan.

Kenyataan pahit dikala perpisahan harus terjadi, yang paling menyakitkan saat ia meninggalkanku tanpa berucap, dan meninggalkan banyak tanya.

buku itu selalu ku simpan dengan rapih, tiap kali ku rindu, ku buka kembali memori tersebut.

Tapi hari ini,  Jiwaku brontak, emosiku tak terkendali, setelah pertemuan pertama berkesan, namun berujung berbekas.

Aku ingin tuangkan antara kebahagiaan dan kesedihan, antara pertemuan hingga perpisahan.

paragraf- paragrap, yg dulu tertulis tentang tawa, kini bercampur padu dengan tangis.

Kata yang tak bisa ku ucapkan di depannya, hanya bisa ku urai lewat tulisan ini.

Tentang rasa, tentang suka ataupun duka. Yg jelas sukanya sebentar, namun dukanya berkepanjangan.

Ia bisa ku lihat, tapi sayang tak bisa ku sentuh.

Ia terasa ada, nyatanya kosong.

Namanya, yang kini sedang ku ukir menjadi cerita.

Cerita di mana mataku tak sanggup menatapnya, tanganku tak sampai meraihnya, dan langkahku terhenti di belakangnya.

andai dia tahu, bahwa Aku, selalu mengadukan namanya kepada tuhan di sepertiga malam menghampiri. Ada keinginan di mana namanya dan namaku tercantum dalam sebuah buku,  terbitan mentri agama (buku nikah).

Jika ia mengerti, bahwa Dikala pagi menyambut, decak rindu riuh bergemuruh mengingatnya, andai, andai dan andai.

 Cerita ini ku buat.

Pandeglang 19 09 2019. sebagai bentuk dedikasi, tentang kasih tak sampai. For  Meera, kelak akan ku ceritakan kisah ini pada anak cucuku. Bahwa perjuangan bisa di katakan gagal, jika berhenti sebelum menang..

Namaku Danu. Seorang pria kelahiran Pandeglang 1992.

Aku tak tahu, harus memulai cerita Meera dari mana.?

Yang ku tahu, bertahun-tahun aku mengharapkannya.

Aku tak mengerti, kapan rasa itu datang.? Yang aku rasa, wajahnya yg elok, senyumnya yg manis dan katanya yg manja sulit untuk di lupakan, selalu meliputi setiap hari yg ku lewati.

cerita Itu bermula dari pertemuan pertama  terjadi  7thn silam. 11.11.2011. Di acara resepsi pernikahan se pupuhku yg bernama ilham.

(plash back) Pandeglang 11 11 2011.

Hari itu, aku sempatkan untuk menghadiri acara resepsi pernikahan si ilham, Karena aku rasa bagian dari keluarganya. 

Pagi-pagi sekali kami sudah berangkat, karna akad akan di mulai pukul 09:00wib.

jarak yg di tempuh sekitar 20km.cukup jauh dari tempatku, bisa  Memakan waktu hingga 2-3jaman.

Rombongan kami sampai dengan selamat dan tepat pada waktunya. para penyambut tamu, mempersilahkan Kami untuk duduk, dengan tempat sudah di sediakan.

Lantunan ayat suci Al-Qur'an berkumandang, pak penghulu saling berhadapan berjabat tangan dengan mempelai pria.

sambil mengemukakan ijab kabul.

ijab kabul terucap, janji suci berkumandang,  di sah kan oleh para saksi, di ikuti suara isak tawa dan Do'a begitu bergemuruh.

Satu per satu silih berganti, dari mulai sanak saudara, kerabat maupun teman, naik ke atas panggung menghampiri pengantin, guna memberikan ucapan selamat serta do'anya.

Lihatlah aku hari itu, tengah terduduk di antara kerumunan, menumpangkan satu kaki di atas paha, punggungku bersandar di bangku, dengan jari tangan menghimpit sebatang rokok.

Begitu santainya aku hari itu, dengan rasa haru biru.

Pandanganku ke sana kemari jelalatan, memperhatikan satu persatu orang-orang yg datang.  memasang wajah so cool, guna menarik simpatisan.

Sebelum berangkat dari rumah, sudah ku tanamkan harapan, supaya bisa bertemu dengan wanita idaman. Jadi wajar, jika aku ter pokus hanya memperhatikan para gadis. Tapi  tempat itu  di dominasi oleh emak-emak. hingga membuat asaku menciut.

Harapanku segera terkabul, munculnya seorang perempuan, dengan sebuah kamera yg melingkar di lehernya.

Langsung ku ucapkan syukur kepada tuhan yg maha esa, atas kebesarannya. Sambil tersenyum riang hatiku berkata: "em-mm itu dia yg aku cari!"

Pandanganku mulai tertuju padanya. wanita tersebut berjalan ke arah pengantin, pandangnya menunduk, langkahnya sangat hati-hati.  Sejauh ia melangkah, mataku pasti mengikutinya, yg lain terlihat gelap.

Aku ingat sekali, hari itu ia menggunakan kebaya putih bercorak bunga, dengan kerudung berwarna merah. Ibarat lagu, wajahnya mengalihkan duniaku. Begitulah yg aku rasakan pertama kali melihatnya. Jiwa mudaku berontak, hasrat dalam dadaku menggebu-gebu, batinku terus berkata: "begitu lembut, ayu dan cantiknya!"

Sesekali aku mengelus wajah, sambil membaca: "subhanallah.!" dibalik telapak tangan aku tersenyum mesra.

Lalu menatapnya kembali, "andai dia jadi pacarku!". Kata andai, berbisik dalam sanubari, dengan taburan benih-benih harapan.

Sejenak ku palingkan pandangan darinya, kemudian melihat teman-teman di sekelilingku. ku gelengkan kepala, terheran melihat teman-temanku, yg juga terpesona dengan wanita tersebut. ternyata mereka  tak berbeda jauh denganku, "Emang semuanya mata keranjang, gk bisa liat yg bening dikit!"

Ku coba isengi teman di sebelah, dengan mencoleknya: "Jo, kamu serius amat!"  Iapun terkaget, "hahh." lalu mengelak: "saya lagi liatin pengantin!"

"Liatin pengantin, apa liatin yg itu tuh?" tanya sindirku. ia pun menatap wajahku tersipu malu.

Ntah kenapa, aku begitu tertarik kepada wanita tadi. Aku berusaha pindah dari tempat duduk, dan mencari celah kosong yg lebih dekat kepadanya.

Nasibku sangat mendukung, melihat tempat duduk di depan sedang kosong, segera aku pindah dan mendudukinya. Dari situ Wajahnya jelas terlihat, tanpa berpikir siapa aku berbisik dengan orang di samping: "pak, orang yg pegang kamera, siapa namanya?" tanya tanpa menunjuk dengan jari tangan.

Bapa itu tak menjawab, malah menoleh ke wajahku sambil tersenyum.

Kali kedua aku bertanya: "pak, itu siapa namanya?" tunjung pada wanita tersebut.

 bukannya di jawab ia malah menertawakan. "Hehehe."

"Iyah, siapa dia?" tanya tegasku.

Bp itu memandang ke arah yg ku tuju, kemudian memberitahukan namanya: "Itutuh meera! Cantik yah?" Sedikit mengeles aku jawab: "cantik lah! Namanya juga wanita!" kali pertama aku tahu namanya "meera."

"Meera, meera, meera!" ucap kalbuku mengingat.

terlihat di atas panggung mulai sepi. Tengok ke tamu undangan, sedang menikmati hidangan.

aku pun tersenyum sendiri: "hemm, ini kesempatan naik menghampiri pengantin, lalu di photo oleh si meera." bisik di hati.

aku pun naik ke atas panggung sendirian, berjalan dengan gugup, merasa di lihatin orang-orang. Bahkan salah satu temanku berteriak "broo, yang pegang kamera, jangan sampai lolos!"

Hanya tersenyum aku menjawabnya.

"Selamat ya ham! Akhirnya nikah juga!" ujarku sambil berjabat tangan dengannya.

Si ilham menarik tanganku, kemudian mendekatkan mulutnya di telingaku, berbisik: "kamu gk masukan amplop ke kotak?"

sontak aku dibuat malu olehnya, bukan danu namanya jika tak bisa ngeles: "saya gk suka pamer! Nanti tak transfer saja!" ucap guyonku.

ilham mengajaku photo bersama: "Nu nu, kita photo dulu yuk!" Aku tersenyum dan mengiyahkan.

mulai merapihkan baju batik yg sedang ku pakai, agar tak terlihat berkerut, kemudian mengelus rambut agar terlihat rapih serta meluruskan kacamataku.

Mumpung  di atas panggung, aku ingin mengabadikan momen sakral ini bersama pengantin dengan terlihat gagah.

aku dan pengantin sudah siap untuk di photo dengan gayanya masing-masing. Sang photo freweddingpun sudah mengambil ancang-ancang, geser kanan geser kiri, sebelah mata tertutup lensa kamera, sebelahnya di pejamkan, kamera siap di jepretkan. Tinggal bilang: "ciss."

Tapi sial, meera membatalkan pemotretan kami, ketika mendengar seseorang memanggil namanya: "me-er mera-a."

Ia memalingkan wajah lalu bergegas menghampiri orang tersebut.

"Lah pie iki?" ucapku menadahkan kedua tangan merasa kecewa.

Si ilham tersenyum: "sudah pake hanpone ajah!" mau tidak mau, harus pake hanpone, meera juga sudah pergi.

Aku bergegas merogoh kantong mengambil hp, lalu ku berikan kepada orang di bawah, untuk memphotokan kami.

Sial sungguh sial. aku turun bersama rasa kesal, dengan menggaruk-garuk kepala yg terasa gatal.

 aku lihat meera tengah terduduk bersama beberapa teman wanitanya, mereka bercanda, bercumbu, ketawa cekikikan.

Andai aku punya nyali besar, so aku ingin duduk di antara mereka. tapi aku hanya bisa terduduk di dekatnya, dengan pandangan yg berhadapan langsung kepada  meera.

Jam dan waktu terasa cepat hari itu aku rasakan, hingga memasuki sore .

aku tak kunjung berkenal dengannya.

Semua sahabat, sanak saudara, pulang meninggalkan tempat itu, tinggalah diriku yg masih bertahan, dan menahan demi sebuah hasrat.  Saat itu, aku tanamkan prinsif "pantang pulang, sebelum kenal!"

 sore tiba. aku tak melihat keberadaan meera.

dalam pikiranku "apa mungkin ia pulang, untuk mandi dan berganti baju? "apakah Nanti kesini lagi?"

Aku terlihat seperti orang blo'on , hanya duduk sendirian, tanpa ada yg mengajakku mengobrol, dan tak satu orang pun ku kenal, kecuali si ilham.

di tengah kesendirian ituh, seorang pria paruh baya datang menghampiriku.  menjulurkan tangan,  mengajak ku bersalaman. Aku pun menjabat tangannya.

"Nu timana jang?" tanyanya berbahasa sunda. "Saya dari menes pak!" jawab alamatku.

"Ouh, sodara si ilham?" tanyanya, kemudian duduk di sebelahku.

"Iyah.!" pungkas singkat.

Bapa itu trus menerus mengajakku berbincang. Sebenarnya aku bosan, "Tapi lumayan juga ada teman buat ngobrol, biar gk kelihatan begonya!"

Sebagai seorang muslim, aku belum melakukan kewajibanku saat itu. menunaikan sholat ashar.

" di sini musholahnya di mana?" tanyaku.

Bapa itu memberikan pernyataan bahwa mushola cukup jauh, dan pasti aku takan menemukannya.

"Jadi gimana pak, saya blum sholat nih!" tanya solusinya.

Tanpa menjawab, bp tersebut meninggalkan ku. "Aneh!" ucap heranku menggoyangkan kepala.

Tak lama pergi,  bp tersebut kembali bersama seorang perempuan.

Saat di dekatku ia berkata menyuruh.

"na, tuh anterin saudaranya si ilham! katanya mau sholat ashar!"

ujar bapa itu namanya ratna, kemudian ratnapun menjawab: "Ouh, ayo saya anterin!" ajaknya.

Aku pun di antar olehnya, melewati rumah demi rumah.  mengisi kebisingan ia bertanya: "kk adik nya ka ilham?"

Langsung ku jawab: "Iyah."

"tapi lebih tepat, sepupuhnya!"

"Ouh. Sepupuhnya!"

Aku kira, ratna akan membawaku ke mushola, nyatanya membawaku ke sebuah rumah yg gk jauh dari tempat tadi.

Sesampai di rumah ntah rumah siapa, ratna memintakan ijin untukku melaksanakan sholat.

Aku pun bergegas mengambil wudhu, lalu sholat. Ratna menunggu di salah satu ruangan, sambil bermain ponsel.