Daniel berjalan tergesa-gesa, saking buru-burunya ia menabrak orang lain.
"Kalau jalan pake mata dong om, lihat ni makanan gue jatuh" omel orang yang Daniel tabrak.
"Kalau jalan pakai kaki kalau lihat baru pakai mata. Saya buru-buru" ucap Daniel pergi begitu saja.
"Jangan mentang-mentang gue masih muda trus om bisa se enaknya. Seenggaknya bilang maaf ke"
Daniel menghentikan langkahnya dan menengok ke belakang "Saya minta maaf"
"Tunggu dulu" orang tersebut mencegah Daniel dengan merentangkan kedua tangannya di hadapan Daniel.
"Saya udah minta maaf, bisa minggir ga saya lagi buru-buru"
"Ganti rugi, gara-gara om makanan saya jatuh" ucapnya sambil menodongkan tangan kanannya.
Daniel mengambil sesuatu dari kantong jas yang ia pakai"Saya tidak bawa uang receh"
"Apaan uang receh. om kira saya lagi ngamen apa"
"Saya buru-buru, ini kartu nama saya" Daniel pergi setelah memberikan kartu namanya.
Sedih, kecewa, sakit itulah yang sedang kejora rasakan. Seperti luka yang terkena air panas seperti itulah hati kejora saat mengetahui bahwa Alif sudah memiliki calon istri.
Ya, kejora menyukai Alif sejak awal ia masuk universitas. Selama ini ia simpan rapat-rapat perasaannya ia hanya adukan kepada Rabbnya.
Rasanya menyakitkan saat kejora mengetahui apa yang ta ingin ia ketahui.
Kejora mendengar semua percakapan Alif dan Dara. Dia hanya pura-pura tertidur biar tidak di sangka menyimak percakapan mereka. Namun kenyataannya dia harus mendengar semuanya.
Sedikit banyaknya kejora mengetahui tentang Alif. Dia adalah dosen di fakultas hukum yang digilai banyaknya kaum hawa, sedangkan kejora adalah mahasiswa di fakultas ilmu komunikasi dan penyiaran Islam. Tepat saat ujian semester 3 Alif menjadi pengawas di fakultas kejora.
Semester 1 dan 2 semuanya normal, kejora mengagumi Alif hanya sekedar kagum akan ketampanan nya. Namun hampir tiap pagi kejora melihat Alif melaksanakan sholat Dhuha dan pernah mendengar lantunan surah Al Kahfi, rasa kagum itu kini berubah menjadi rasa suka.
Entah sejak kapan bulir air mata sudah turun dari sudut mata kejora. Meski masih ada rasa nyeri di bagian perut kejora memaksa untuk turun dari ranjang rumah sakit.
Ia langkahkan kakinya menuju jendela, Kejora melihat wanita ber niqab yang duduk di kursi roda sedang memangku anak kecil dan di sebelahnya ada laki-laki yang kejora yakini adalah suaminya.
Bayangan itu kembali, bayangan saat dimana kejora hidup bahagia dengan Alif.
Kejora mengusap kedua matanya yang basah "Apa yang kita pikirkan memang ta pernah sejalan dengan yang namanya takdir"
Bersamaan dengan itu pintu ruangan di buka oleh seseorang.
"Kejora Ade bang Daniel yang cantiknya nauzubillah kamu ga papa kan?" Peluk Daniel dari arah belakang
"Bang Daniel" kejora bergumam dan mengusap kembali wajahnya yang merah karena menangis.
Daniel membalikan badan kejora dan dan menyimpan kedua tangannya di pipi kejora.
"kamu gapapa kan"
"Alhamdulillah rara gapapa, ko bang Daniel bisa disini padahal Rara ga ngasih tau Abang"
"Nana tadi telpon ngasih tau katanya kamu ketabrak motor"
"Eh bentar muka kamu ko merah? Kaya yang abis nangis? Bagian mana yang sakitnya? Kamu ga pernah nangis loh kecuali kalau benar-benar sakit?"
Kejora langsung berhambur kepelukan sang Abang dan menumpahkan rasa sedihnya di pelukan Danie.
Untung Daniel sudah mengisi tenaga, Karena kalau belum mungkin dia akan jatuh karena mendapatkan pelukan tiba-tiba.
Daniel mengelus punggung kejora penuh sayang, rasanya aneh. Ini kali pertamanya kejora menangis seperti ini.
"Yang tenang ya, pasti luka akibat kecelakaannya begitu sakit. Apa perlu kita berobat ke luar negeri biar lukanya ga sakit?"
Kejora menggelengkan kepalanya. Biarlah abangnya mengira kalau luka kecelakaan ini yang membuat dirinya menangis.
"Ka kejora. Dara bawain makanan. makan dulu ya, Dara tau ko makanan di rumah sakit ga-
Kejora melepaskan pelukannya. Dan mengusap wajahnya.
"Om"
"Kamu"
Daniel dan Dara berucap bersamaan.
"Loh kalian saling kenal?" Karena penasaran kejora akhirnya bertanya dengan suara yang masih serak.
"Abang ga kenal sama dia. Kalaupun dia kenal sama Abang pasti dia so kenal" jawab Daniel dengan muka flat.
"Dih amit-amit siapa yang mau kenal sama om tua. Dia om jelek yang nabrak Dara. Bukannya ganti rugi, gara-gara dia makanan buat Kaka jatuh. Jadi nya dara harus puter balik beli makan lagi, dia malah pergi gitu aja" curhat dara kesal.
"Berhenti panggil saya om. Saya bukan om kamu. Kejora dia rabun apa gimana? Berani sekali panggil Abang kamu om"
"Monmaaf siapa yang mau punya om jelek kaya anda"
"Ka kejora sini" Dara menraik lengan kejora agar berpindah ke samping dia.
"Kaka yakin dia abangnya Kaka" Dara berbisik di telingan kejora namun naasnya masih bisa terdengar oleh Daniel.
Kejora menjawab dengan anggukan dia masih menunggu kelanjutan dari ucapan dara.
"Dara ga percaya. Om jelek itu terlalu astaghfirullah nauzubillah buat jadi Abang ka Rara yang super masyaallah kaya begini"
"Orang yang kamu omongin ada di sini"
"Hahaha" kejora tertawa lepas melihat kekesalan Daniel. Jarang sekali Daniel meladeni ucapan yang menurutnya tidak penting.
Awalnya Daniel kesal karena di ledek oleh bocah seperti Dara. Namun kekesalannya hilang setelah melihat tawa kejora. Rasanya lega, setelah melihat kejora menangis seperti tadi kini dia sudah kembali tertawa.
Beda halnya dengan Dara, dia memperhatikan tawa kejora yang menurutnya aura kecantikannya menambah 2 kali lipat.
Kejora meredakan tawanya saat ia sadar kalau hanya ia yang tertawa"eh maaf ga lucu ya"
Alif ingat kalau tunangannya hari ini ada pemotretan, pantas saja dia telpon tidak di angkat. Untung ponsel Sarah aktif, gampang bagi Alif untuk melacak keberadaannya.
"Permisi saya cari Sarah Smith" tanya Alif kepada salah satu orang yang berlalu lalang di gedung tersebut.
"Kalau boleh saya tau anda siapanya Sarah Smith?"
"Saya tunangannya"
"10 menit lagi istirahat kalau anda ingin menunggu silahkan tunggu disana" ucap laki-laki yang Alif yakini memiliki jabatan di gedung ini.
"Baik terimakasih" Alif berjalan ke kursi yang laki-laki tadi tunjukkan.
"Pemotretan hari ini selesai. Sarah saya ingin bicara dengan kamu"
"Ah pa Rey ada apa pa"? Tanya Sarah kepada manajernya.
"Apa benar kamu sudah bertunangan?"
"Maksud pa Rey?"
"Kamu tinggal jawab iya atau tidak"
Sarah diam, dia tidak tahu harus menjawab apa.
"Diam kamu saya anggap iya"
"Kamu tau Syrat utama menjadi model di perusahaan saya?"
Sarah mengangguk "tidak boleh menikah sebelum kontrak kerja selesai"
"Untuk 2 tahun kedepan kamu masih memiliki kontrak kerja di perusahaan saya. Itu artinya jika kamu melanggar kontrak kerja tersebut kamu bisa saya tuntut"
"Bapa tenang saja dia masih tunangan saya, belum jadi suami"
"Saya tidak peduli. Lagian untung dan ruginya itu semua kamu yang nanggung" jawab laki-laki tersebut sambil pergi meninggalkan Sarah.
Sarah mengusap wajahnya kesal. Sebelum memutuskan menemui Alif di lobi.
Alif tersenyum saat melihat Sarah berjalan ke arahnya.
"Mas Alif ngapain disini?"
"Loh ko nanya nya gitu"
"Ya gabiasanya aja mas Alif nyamperin aku nyampe ke tempat pemotretan"
"Kamu ga angkat telpon, makannya aku samperin kesini"
"Maaf mas"
"Tidak masalah, udah shalat asar?"
"Kalau sholat udah tapi kalau makan belum"
"Mau makan di luar?"
"Ga usah mas, disini udah di sediakan khusus buat model"
"Kata mamah mau fitting baju pengantinnya kapan"?
Sarah memejamkan kedua matanya saat mendengar pertanyaan Alif.
"Dara gimana kabarnya mas? Tadi waktu beli donat dia ngilang, aku kira dia pulang duluan karena kesal sama aku"
"Kamu mengalihkan pembicaraan"
"Bukan begitu mas, mas tau sendiri aku sibuk pemot-
"Kamu lebih mentingin pemotretan? Dara baik-baik saja. Kalau gitu saya pulang"
"Mas tunggu" Sarah mengejar Alif yang meninggalkannya
"Ok hari Minggu sekarang, aku usahain"
Alif menghentikan langkahnya dan berbalik melihat ke arah calon istrinya "kamu jangan terlalu kecapean, tar kamu sakit"
"Iya mas, hati-hati di jalan" Sarah tersenyum simpul. Menurutnya Alif adalah laki-laki kaku yang pernah ia temui.
"Assalamu'alaikum Kejora kamu gapapa nak?" Tanya wanita paruh baya yang baru saja masuk ke ruang rawat kejora dan langsung memeluk kejora.
"Waalaikumsalam, loh bunda ko udah pulang" jawab kejora sambil membalas pelukan sang bunda.
"Langit suram kalau bintangnya tidak ada. Sama seperti bunda. Bunda khawatir saat Abang kamu ngasih tau ayah sama bunda kalau kamu kecelakaan"
"Alhamdulillah rara baik-baik aja. Trus ayah dimana"
"Ayah di sini, bunda kamu ninggalin ayah di parkiran tega banget bukan?" Ucapnya sambil berjalan ke arah kejora.
Dian memberikan cengiran kepada suaminya "maaf yah"
"Oiya Abang kamu mana" tanya Dion ayah Kejora.
"Lagi sholat ashar dulu" Lain halnya dengan Dara. Dia pamit pulang dan katanya besok akan kesini lagi.
"Kejora mau nanya deh sama ayah dan bunda. Nama ayah Dion Nama bunda Dian dan nama Abang Daniel semuanya dari D kenapa kejora beda?"
"Karena kamu bukan anak ayah sama bunda" jawab Daniel yang baru saja tiba dan mendengar percakapan mereka.
Kejora menatap Daniel dengan muka kesal. Bisa-bisa nya dia bicara seperti itu. "Enak aja! Abang kali yang bukan anak ayah sama bunda"
"Becanda kejora"
"Kalian berdua bukan anak ayah sama bunda"
Daniel dan kejora menoleh ke arah sang ayah yang baru saja bicara.
"Tapi boong" lanjut Dion ta tahan melihat ekspresi kedua anaknya.
Sedetik kemudian mereka ber4 tertawa.
"Bun jawab" tanya kejora setelah tawanya mereda.
"Yang intinya kamu adalah bintang, yang kehadirannya memberikan kita kebahagiaan"
"Kita? Bunda aja kali Abangma ngga"
"Becanda deng" lanjut Daniel sambil membentuk jarinya menjadi v.