Chereads / Black is Red / Chapter 2 - Bab 2

Chapter 2 - Bab 2

Dimasukkannya roti tawar ke mesin pemanggang roti, sembari menunggu roti selesai dipanggang, dia membuat telur dadar yang dibagi menjadi sepertiga bagian, selesai membuat telur dadar, setiap sosis dipotong menjadi sepertiga bagian juga, kemudian digoreng sampai matang. Begitu sudah matang dia tiriskan dan ditaruh diatas tisu khusus yang telah disiapkan pada kotak bekalnya. Bagian terakhir adalah sayuran seperti seledri, daun bawang, dan sawi putih.

Dia memotongnya dengan rapi, beberapa waktu kemudian, roti panggangnya telah matang. Diambil, dan ditaruhnya setiap lembar roti diatas tiga piring. Lalu menaruh sepertiga telur dadar tadi pada setiap roti, dan diatasnya ditabur oleh sayur yang sudah dipotong tadi, kemudian ditutup oleh lembaran roti lain yang juga ditaburi potongan sayur.

Setiap pagi, Kahime selalu menyiapkan sarapan dan bekal yang sama untuk dirinya sendiri. Karena dia tinggal sendirian tanpa ada keluarganya, tidak ada siapapun selain dirinya dirumah besar ini.

Setelah selesai melakukannya, dia segera kembali ke kamar memakai seragam, menata diri, menyiapkan jadwal pelajaran, dan alat lukis untuk kelas seni nanti. "Yosh!! Semuanya sudah siap, tinggal sarapan dan berangkat. Oh iya, dompet sama ponsel gak boleh ketinggalan... okay!!" ucap Kahime penuh semangat.

Akan tetapi, semangatnya tiba-tiba menciut ketika dia dan Saki bertemu memakai seragam sekolah yang sama di depan rumah masing-masing.

"Hai, selamat pagi. Sepertinya aku beruntung karena kita menuju ke sekolah yang sama." Sapa Saki tampak ceria, "Ya, selamat pagi." Balasnya datar, langsung berjalan menuju halte bus tanpa menghiraukannya. Sial! Hari ini sungguh sial! Kenapa cowok aneh ini satu sekolah denganku?!... arghh, semoga saja kabar anak baru yang masuk ke kelas bukan dia... semoga... –rutuknya kesal.

Saki yang ditinggal olehnya mengikuti dari belakang, "Hei, jalanmu cepat sekali seperti dikejar stalker." Cibir Saki dengan nada mengejek. Kaulah stalker itu cowok aneh. Dasar. –rutuknya dalam batin

Lalu mereka berjalan bersama menuju halte dengan biasa tanpa adanya pembicaraan, kemudian saat naik bus, Saki duduk di samping kanannya, "Maaf tentang semalam di bus waktu itu. Aku tidak sopan tanpa permisi langsung menyebut namamu." Ucapnya lirih curi pandang ke Kahime.

"Gak apa-apa, aku sudah terbiasa." Balas Kahime sesaat sambil menghela napas, yang terus melihat pemandangan dari jendela bus. Diapun terheran-heran dengan bersandar meliriknya.

Lima belas menit kemudian....

"Oi! Cepat bangun tukang tidur. Merepotkan sekali." Tegur Kahime sembari mendorongnya beberapa kali sampai terbangun, dia terkejut dan segera bangun, "Uh... maaf." Sahutnya linglung.

Kemudian mereka berdua turun dari bus, lalu seorang siswi berambut coklat jagung, pendek sebahu memanggil Kahime sembari berjalan menghampirinya, "Kahime, selamat pagi. Kamu berangkat pagi sekali seperti biasanya, ya.", ia mengangguk, "Ya, selamat pagi juga. Tumben banget kamu berangkat lebih awal. Ada apa, Yuri-chan[1]?" tanya Kahime penasaran dengan muka datar.

Siswi yang dipanggilnya –Yuri, menjawabnya sambil cengengesan, "Aku terlalu semangat karena hari ini akan ada murid pindahan. Waktu mau berangkat saja kakakku marah sambil mengantarku jam segini.", ia memiringkan kepala, "Kamu diantar kakakmu?" Yuri mengangguk cepat kegirangan.

Saki yang melihatnya sibuk bersama Yuri tak mau mengganggu, lalu pergi masuk ke dalam gedung sekolah. Beberapa saat kemudian, Kahime baru teringat Saki yang bersamanya tadi, namun saat melihat sekelilingnya, sudah tidak ada. Cowok aneh itu sudah pergi ya? Orang itu tidak mungkin tersesat 'kan?—pikirnya.

"Kahime, kenapa kamu-...?" belum selesai Yuri bertanya sudah disela olehnya, "Bukan apa-apa, aku pikir ada orang yang kukenal tadi. Aku salah ngira tadi, ayo ke kelas." Cetusnya berjalan mendahului Yuri dengan nada datar. Melihat dia tak seperti biasanya, membuat Yuri penasaran dan berkerut dahi, namun ia langsung melupakannya, lalu menyusul sampai berjalan sejajar.

Keadaan Saki....

Dia berjalan menyusuri setiap lorong kelas dan ruang, sambil melihat setiap papan yang tergantung diatas pintu, "Ruang Guru ada dimana ya?" gumamnya memegang belakang leher kebingungan. Lalu, seorang siswa berambut hitam poni terbelah tengah, memiliki sepasang mata hijau rumput, yang sempat berpaspasan menegurnya, "Hei, apa kau orang baru?" Dia terkejut, kemudian menoleh, "Eh? Iya... aku orang baru. Anu... dimana aku bisa menemukan Ruang Guru?... aku tersesat..." tanya Saki gugup, "Ikut aku, seharusnya kau bersama orang disini agar tidak tersesat. Sebentar lagi waktunya masuk ke kelas." Tutur siswa tersebut dingin, "Ba-baik." Sahutnya gelagapan.

Mereka berjalan ke tangga yang menuju lantai kedua, kemudian melewati dua ruangan, dan berhenti di depan Ruang Guru. Setelah sampai, siswa itu berbalik sehingga mereka saling berhadapan, tapi dia menundukkan kepala sambil membaca nama pengenal yang tertera diatas saku kirinya. Ke..i..ji.. Na...to...

"Cepatlah masuk, kau bisa terlambat masuk kelas. Aku akan pergi, dah." Jelasnya berbalik memunggunginya dan pergi meninggalkannya, "Y-ya, terima kasih."

Saki menghela napas, lalu saat dia mau membuka pintu, tiba-tiba pintunya terbuka, dan seorang pria empat puluh lima tahun yang terlihat seperti orang berumur tiga puluh lima tahun, berambut putih, memakai kacamata segi empat yang melindungi mata biru pastel, terkejut melihatnya, begitu juga dirinya. "Ma-maaf, permisi, Pak." ucapnya gelagapan kaku, "Hmm, ... siapa namamu?" tanya pria itu dengan dingin, dia berdiri tegap penuh keringat dingin diwajah dan menjawabnya, "Sa-saya Saki Raijuu, Pak. Murid pindahan dari SMA Foresu."

Pria tersebut menaikkan kacamata yang hampir jatuh dengan telunjuk kirinya, "Jadi kamu sudah datang, cepat masuk. Waktu kelas dimulai tidak lama lagi, kalian harus cepat." Tuturnya membiarkan Saki masuk, Kalian?... karena bingung diapun bertanya begitu masuk ke dalam ruangan, "Pak, maaf. Apa ada murid pindahan lain selain saya yang datang?", "Ya, kalian membuatku kerepotan di waktu yang sama. Seharusnya aku menolak ini, tapi kepala sekolah mendesak. Tak kusangka kalian akan semerepotkan ini. Bawa ini, isi dan berikan padaku saat waktu makan siang." Jawabnya berjalan menuju meja kerja dan memberikan selembar kertas yang berisi tentang biodata murid.

Dia mengambilnya lalu melihat sekilas, "Wah, fotonya langsung dipasang." Ucapnya kagum, "Heh, lu kesini juga ternyata. Gua kira bakal pindah ke luar negri." Sindir seseorang yang duduk di kursi tamu disamping kanannya, dia menoleh termangu, "Kamu... kenapa kamu ada disini?", orang yang duduk tadi beranjak berdiri, rambut merah yang tersibak singkat seperti fajar dan senja, sepasang mata almond, seragam yang tidak rapi dengan tiga kancing yang tidak dikaitkan, dua anting hitam di telinga kanan, orang itu tersenyum miring lebar, "Kenapa malah melempar pertanyaan aneh begitu? Hei, wajahmu terlihat aneh, bodoh. Apa kau tidak merasa seperti orang aneh?... hahaha, sepertinya aku terlalu menggunakan kata aneh hari ini. Bukankah ini aneh, Saki?" tanyanya balik menatap tajam dengan kedua iris menyala, dan poni yang sangat berantakan.

[1] Chan = panggilan akrab untuk laki-laki/perempuan