Chereads / Cinta Membawa Luka Luka Membawa Cinta / Chapter 2 - Chapter 01 : Kedatangan Jungkook

Chapter 2 - Chapter 01 : Kedatangan Jungkook

Shely Arian Ingenium, adalah perempuan Indonesia asli, yang secara tidak sengaja tersesat di Korea Selatan, tepatnya di kota Seoul. Awalnya, dia datang ke Korea hanya untuk melarikan diri dari seseorang dan kehidupannya di Indonesia.

Setelah lulus dari SMA, Shely menggunakan seluruh tabungannya untuk menyembunyikan dirinya dan Negara Korea Selatan adalah tujuannya. Dia nekat pergi ke negeri orang, tanpa persiapan apapun dan pemahaman mengenai Negara itu sendiri. Baginya, selama bisa jauh dari Indonesia, itu sudah cukup.

Namun siapa sangka, pertualangannya di Seoul mengantarkannya pada sebuah pengalaman pahit yang tak akan pernah bisa dia lupakan.

Kenekatannya dulu membawa dirinya harus mengalami sebuah kenyataan pahit di mana harga dirinya sebagai wanita dan perasaanya serasa di permainkan oleh orang yang sangat dia sukai sejak pertama dia bertemu.

"Jeon berengsek," umpat Shely mencengkram erat mug tehnya. "Berani sekali kau muncul, setelah aku berhasil menghapus bayang-bayangmu!" Shely memejamkan matanya menahan rasa sesak yang dia rasakan saat ini. "Kenapa harus di saat aku mulai menerima cinta yang baru? Kenapa?" Shely meringis sendu dan mengingat kembali pertemuannya dengan Jungkook tadi.

"Shely-ah," panggil seorang pemuda bertubuh tinggi dengan kulit seputih susu.

Dia masuk ke dalam ruangan tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Dia datang bersama dengan seorang pemuda lainnya dengan tinggi yang menjulang.

Shely menoleh, menatap dua lelaki tampan yang merupakan sahabatnya saat dia sangat kesusahan dengan segudang masalah pasca meninggalkan Jungkook.

Tatapan wanita itu sangat sendu dan kosong.

Dua lelaki itu meringis kecil, tak suka melihat kilat mata itu.

Shely yang biasanya menampilkan senyum manis, kini terlihat pucat tak berseri.

"Shely-ah, aku dengar dari Joongie, si kelinci bajingan itu menemuimu?" tanya pemuda tampan, bertubuh jangkung itu.

Shely mengangguk lemah. "Kak Minnie...ini masih jam kantor bukan? Kenapa kau malah kesini?" tanya Shely merubah topik pembicaraan.

Dia malas membicarakan pertemuannya itu.

"Pabo yeoja ya," seru laki-laki itu dalam hati agak kesal karena perubahan topik itu.

"Jangan mengalihkan pembicaraan Shely-ah." Lelaki yang dipanggil itu menatap kesal. "Tak peduli jam kantor ataupun dalam rapat penting sekalipun, aku akan datang menemuimu." Dia menatap dingin sang wanita. "Kau adalah prioritas pertamaku. Ok selain Joongie dan anak-anak."

Shely tersenyum getir mendengarnya, agak bersyukur karena merasa begitu sangat di sayangi.

"Joongie bilang kau menangis setelah bertemu dengan bajingan itu. Mana mungkin aku diam saja." Lelaki itu menahan dirinya untuk tidak mengumpat lebih kasar.

"Minnie tenanglah! Kenapa juga kau emosi?" sergah Joongie datar.

Pemuda yang memakai setelan jas hitam itu menarik napas panjang sejenak untuk menetralkan rasa amarahnya. "Ck, siapa yang tidak emosi melihat nih anak seperti ini. Rasanya aku ingin sekali mencincang kelinci berengsek itu."

"Aku juga sama Minnie-ya, tapi kita juga harus dengar dulu dari Shely, kenapa dia menangis setelah bertemu dengan Jeon itu."

Shely yang melihat kedua sahabatnya yang berdebat kecil itu tanpa sadar tertawa karena gemas pada keduanya. Di sini, dia yang punya masalah, namun malah kedua lelaki yang merupakan sahabatnya itu yang bertengkar.

Kebetulan juga, kedua lelaki itu adalah pasangan yang sudah menikah. Meski Shely tahu hubungan mereka itu salah, namun dia tidak bisa menghakimi keduanya, karena itu adalah hidup mereka.

Selama tidak merugikan orang-orang, menurutnya sah-sah saja. Lagian, keduanya juga saling mencintai, jadi tergantung pada pemikiran setiap orang saja mau menerima atau menghakimi mereka.

"Kenapa kau malah tertawa Shely-ah?" tanya lelaki yang dipanggil Joongie itu sebal.

"Habis kalian berdua lucu," ujarnya pelan. "yang punya masalahkan aku. Kenapa juga kalian berdua yang berdebat tidak penting begitu?"

Pemuda bermata bambi itu memutar matanya bosan. "Mulai lagi mengalihkan topik. Kau itu mudah sekali ditebaknya Shely-ah," dengkusnya malas.

Shely tersenyum kecil lalu mengusap wajahnya yang lelah. "Aku hanya tidak mau membahasnya Kak Minnie." Shely mengembuskan napas panjang menatap kosong ke depan. "Bertemu dengannya lagi dan menatapnya sukses membuat perasaanku jungkir balik. Dia sama sekali tidak berubah. Masih tampan dan temperamen buruknya tidak hilang."

"Kau masih saja memujinya tampan," tukas Joongie malas.

"Jadi kau menangis karena senang bertemu dengannya begitu?" sinis Minnie.

Shely menggeleng lemah, menunduk menatap hampa mug teh yang kosong itu. "Dia bilang cinta padaku." Shely terdiam sebentar, Joongie dan Minnie saling pandang kaget. "Ta-tapi anehnya aku senang dan sakit disaat yang sama. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku takut untuk terluka lagi, makanya aku menangis."

"Kau mau memberinya kesempatan kedua?" tanya Joongie.

Shely menggeleng.

"Bagaimana dengan Taehyung Shely-ah?" tutur Minnie datar.

Shely mengangkat kepalanya menatap Minnie dengan pandangan yang sulit diartikan. "A-aku..." terdiam karena tidak dapat menemukan kata-kata yang tepat, "aku sudah mencoba membuka hatiku untuknya Kak Minnie, tapi kehadiran Jungkook tadi, membuat aku ragu. Rasa cintaku pada Jungkook yang sudah aku kubur dalam, perlahan merangkak naik."

Minnie tampak tidak terima dengan pernyataan Shely. Wajahnya mengeras kesal. "Shely-ah, jangan pernah lupakan apa yang telah dia perbuat padamu."

"Minnie," sergah Joongie tajam, "jangan begitu. Shely berhak menentukan pilihan hidupnya. Kita tidak berhak untuk ikut campur."

"Aku tahu itu Joongie, tapi kita juga berhak untuk membuatnya bahagia. Aku hanya ingin yang terbaik untuknya. Aku tidak mau melihatnya seperti mayat hidup lagi."

"Aku pun juga begitu Minnie-ya," kata Joongie lelah. "Tapi kalau bersama Jungkook Shely bisa bahagia, kenapa tidak?"

"Setelah dia membuatnya menderita begitu?"

"Tapi dia bilang cinta padanya..."

"Kheh, jangan naif Joongie sayang. Mulut lelaki itu tidak bisa dipegang."

"Cih kau juga laki-laki, aku juga laki-laki. Apa perkataanmu dan aku juga tidak bisa di pegang?" sinis Joongie kesal.

Minie tersenyum meremehkan. "Kita berada dalam lingkaran lelaki yang berbeda." Minie menatap dengan ekspresi penuh percaya diri.

Joongie malah memutar mata bosan.

"Kak Joongie, Kak Minnie...keuman yo."

Shely menghentikan pertengkaran keduanya sebelum semakin memanas. Dia jadi tidak enak pada keduanya karena berdebat soal masalahnya.

Kedua lelaki itu terdiam menatap Shely mengerti. Helaan napas panjang terdengar dari keduanya. Mereka pun berusaha mengontrol emosi mereka.

"Kak Minnie, aku tidak bilang akan kembali padanya. Aku hanya takut kehadiran Jungkook akan membuatku sulit untuk menerima Taehyung-oppa."

"Kalau begitu tidak usah bertemu saja."

Shely tersenyum miris mendengarnya. "Dia jauh lebih mengerikan dari yang pernah aku ceritakan pada kalian Kak Joongie, Kak Minnie. Dia sudah tahu aku ada di Korea, maka dia tidak akan melepaskanku begitu saja."

"Jadi kau harus apa sekarang?" tanya Joongie ingin tau.

Shely mendesah berat mengusap wajahnya yang tampak lelah sekali. "Menolaknya adalah pilihan terbaikku sekarang. Mungkin saja dengan begitu dia akan menyerah."

Nada bicara Shely, terdengar tidak yakin dan penuh keragu-raguan. Untungnya kedua sahabat Shely tidak menangkap hal itu.

***

Jungkook sekarang berada di ruang tunggu di salah satu studio pada sebuah stasiun TV terkenal di Korea.

Pemuda tinggi berambut hitam kecokelatan, bergigi kelinci itu merupakan seorang IDOL terkenal merangkap actor ternama.

Saat ini dia tengah ada jadwal pemotretan untuk produk iklan yang dia bintangi.

Sosok pria itu, sejak datang terus memasang ekspresi dingin. Orang-orang yang berada di dekatnya tidak berani untuk bertegur sapa, termasuk sang manager. Walau awalnya tadi sang manager ingin memarahi Jungkook karena menghilang tiba-tiba dan sulit di hubungi, namun melihat mood dan auranya yang tidak bersahabat, sang manager memilih diam saja.

"Shely-ah, sial!" umpatnya kasar dalam hati. "Ternyata dia ada di Korea selama ini. Lalu kenapa orang-orang yang aku suruh mencarinya tidak pernah menemukannya."

Jungkook menggeram tertahan mengepalkan tangannya. Dia kesal karena mendapati fakta kalau wanita manis keturunan Indonesia itu masih berada dalam satu Negara dengan dirinya. Dia pikir, sang wanita telah pulang ke Negaranya. Bahkan orang-orang hebat yang dia suruh dan pekerjakan tidak bisa menemukannya.

"Itaewon," desisnya dingin. "Cih, hebat juga dia bersembunyi di sana."

Pria muda berusia 25 tahun itu sama sekali tidak menduga kalau wanita yang dia cari-cari selama ini berada di kawasan daerah Itaewon. Pantas saja orang-orangnya tidak bisa menemukan Shely. Mereka tidak akan mungkin mencari di kawasan yang seluruhnya berisi orang-orang asing atau bahasa kerennya para imigran.

"Jungkook-ah, giliranmu sekarang," kata sang manajer yang memakai kacamata tebal sedikit takut. Dia memang tidak pernah mengerti dengan mood sang pria.

Jungkook berkedip kaget lalu menoleh menatap sang manager. "Hm..."

Jungkook berdiri dan langsung mengikuti prosesi pemotretan dengan professional. Aura mencekam dan dingin tadi langsung berubah saat sang pria berpose ke kamera.

"Heechul-sshi," kata seorang gadis yang merupakan seorang make-up artis.

Pria yang dipanggil itu merupakan manajer Jungkook menoleh menatap ingin tahu.

"Apa kau tahu kenapa Jungkook-sshi terlihat badmood begitu?" tanyanya ingin tahu.

Hecchul, bernama lengkap Kim Heechul menghela napas pendek. "Kalau aku tahu, mungkin aku bisa menenangkannya. Tapi tuh anak sejak masuk gedung ini sudah menyebarkan aura permusuhan. " Hecchul menatap dalam Jungkook yang tengah berpose memegang produk. "Namun satu yang kutahu, apa yang membuatnya kesal itu bukanlah hal kecil. Pasti ada satu hal besar yang membuat dia menguarkan aura hitam mengerikan itu." Hecchul menghela napas panjang setelahnya.

Selesai pemotretan, Jungkook menghampiri managernya yang sedang berbicara dengan seseorang yang Jungkook tidak peduli untuk mengingatnya.

"Hyung," katanya datar. Hecchul langsung menoleh dengan alis terangkat. "Apa jadwal kita setelah ini?" tanyanya ingin tahu.

Heechul berkedip kaget tidak percaya pada pertanyaan yang dilontarkan sang artis. Selama dia me-manageri Jungkook, dia tidak pernah sekali pun mendengar lelaki yang lebih muda 5 tahun darinya itu bertanya mengenai jadwal keartisannya. Ia akan mengikuti apa saja yang dia katakan dan tak pernah protes.

"Jungkook-ah, kau hari ini aneh sekali," ujar Hecchul mengerenyit kecil.

"Aneh? Apa maksudmu dengan aneh itu hyung?" katanya malas.

Heechul mengembuskan napas panjang menggeleng sekali. Ia lebih memilih untuk tidak memperpanjang apa yang ingin dibahas. Dia tampak mengambil sebuah note dari saku blazer depannya dan membuka halaman note itu. Dia melihat dan membacanya sejenak. Note itu merupakan jadwal kegiatan Jungkook hari ini.

"Kau free untuk dua jam ke depan." Hecchul menutup notenya lalu menatap Jungkook. "Tapi setelahnya kau ada jadwal take syuting di studio nanti."

Jungkook menyunggingkan senyum senang. "Hyung, aku pinjam mobilmu. Aku harus pergi ke suatu tempat," katanya menahan diri untuk tidak bersorak senang.

"Hah? Kau mau kemana?" tanyanya ingin tahu. "Lalu kenapa kau malah senang begitu. Sudah kuduga ada yang aneh denganmu Jungkook-ah."

"Kheh terserah Hyung-lah. Sudah berikan kuncinya. Aku cuma sebentar."

"Janji tidak akan datang terlambat nanti." Hecchul memandang Jungkook ragu. Dia takutnya sang pemuda lari dari pekerjaannya.

"Ck, kau banyak bicara hyung, percayalah aku tidak akan kabur."

Heechul mendesah panjang lalu berkata menegaskan, "Aku pegang janjimu." Hecchul memberikan kunci mobilnya pada Jungkook. "Jangan sampai membuat masalah."

"Kau terlalu khawatiran hyung." Jungkook menerima kuncinya.

Setelahnya dia langsung melesat cepat pergi meninggalkan studio.

***

"Mingukie, berhentilah makan," tegur anak lelaki yang seumuran dengannya.

"Diamlah Manse-ah, aku masih lapar," jawab Minguk masih tetap mengunyah.

"Jangan bertengkar," kata anak lelaki lain yang memakai kacamata.

"Manse-hyung, biarkan saja Minguk-hyung makan. Kenapa di larang?" tanya anak yang sedikit lebih kecil dari ketiganya.

"Seungjae-ah, Mingukie sudah makan terlalu banyak. Nanti Mama marah karena Minguk makan terlalu banyak." Anak bernama Manse menjelaskan.

Seungjae berkedip sekali lalu menggangguk polos. Dia mengerti maksud dari perkataan kakak laki-lakinya itu.

Keempat bocah lelaki yang berparas tampan itu merupakan saudara kembar tidak identik. Mereka tengah berada di dapur sebuah restoran. Usia mereka baru tiga tahun, namun mereka memiliki kosakata yang sangat banyak.

Terlihat dari wajah dan sikap mereka kalau keempatnya adalah anak-anak jenius. Bicara saja mereka tidak cadel, nyaris sempurna meski masih sedikit tersendat-sendat.

"Mama tidak akan marah Manse-ah," kata Minguk malas.

"Tidak marah, tapi mengomel panjang," ujar anak yang memakai kacamata.

"Daehan-hyung benar. Mama kalau mengomel lama." Seungjae terkekeh geli.

"Benar, jadi berhentilah makan Mingukie," kata Manse.

"Nanti saja," katanya tak acuh.

Manse menatap kakak keduanya itu cemberut.

Daehan tidak peduli. Dia hanya perlu mengawasi adik-adiknya agar tidak bertengkar. Dia adalah anak tertua.

Seungjae tampak asyik bermain dengan mainan dinosaurusnya.

Mereka sedang duduk di atas meja, di mana ada berbagai macam makanan yang dibuat oleh ibu mereka. Mereka sempat memakannya, namun Minguk tidak berhenti juga. Takutnya sang ibu marah karena makanan di atas meja bukan untuk mereka.

"Aigooo uri aedeul..." seru sebuah suara mengejutkan keempatnya.

Sontak keempat bocah kembar itu menoleh dan mendapati seorang wanita muda cantik berparas Indonesia tengah berkacak pinggang menatap garang.

"Mama, Minguk tidak mau berhenti makan. Manse sudah peringatkan itu."

"Aku lapar Mama," kata Minguk polos.

Shely tersenyum kecil berjalan menghampiri meja dimana anak-anaknya duduk. Meja itu terlihat berantakan dengan noda makanan di mana-mana.

"Berhentilah makan kalau kau sudah kenyang Mingukie. Bukan berhenti setelah kau puas," kata Shely lembut. "Kasihan perutmu. Lihat itu."

Minguk hanya tertawa menepuk perutnya yang gendut. Diantara ketiga saudaranya dia memang yang paling chubby. Dia anak yang cerdas namun hobi sekali makan.

"Mama," seru Seungjae berdiri lalu melompat pelan untuk memeluk sang ibu.

Seungjae adalah anak bungsunya. Dia paling manja dan ceria. Begitu sangat sopan dan suka bertegur sapa dengan siapapun.

"Mama kenapa?" tanya Daehan heran. Dia bisa melihat dan merasakan kalau ibunya itu sedang sedih. "Apa mama habis menangis?"

Daehan adalah anak pertamanya. Dia yang paling kalem diantara ketiganya. Bersikap lebih dewasa meski usianya baru tiga tahun. Sangat bisa diandalkan untuk menjaga adik-adiknya agar tidak bertengkar. Selain itu, dia peka sekali pada perasaannya.

"Mama menangis?" kaget ketiganya.

Seungjae menarik tubuhnya sedikit untuk melihat wajah cantik ibunya. "Daehan-hyung benar. Mata mama bengkak."

Ketiga anak lelakinya yang duduk langsung berdiri. Mereka menatap dirinya cemas.

"Apa ada orang jahat yang mengganggu mama? Katakan pada Manse, biar Manse dan lain marahi," katanya polos.

Shely tersenyum kecil menggeleng sekali. Manse adalah anak ketiganya. Dia bocah periang dan berjiwa bebas. Tidak suka melihat ibunya disakiti.

"Mama tadi bertengkar dengan paman yang sering main kesini. Tidak apa, hanya masalah kecil. Mama tidak apa-apa," jawab Shely jujur.

Dia tidak bisa bohong pada anak-anaknya karena mereka bisa tahu. Entah dari mana mereka bisa mengetahui hal itu, tapi keempat anak kembarnya bisa tahu dia berbohong atau tidak. Makanya percuma membuat alasan. Mereka ini anak-anak terlampau jenius.

"Jungkook samchon mama?" kata Mingguk.

Shely mengangguk.

"Tapi dia sangat baik. Kenapa kalian bertengkar?" tanya Seungjae.

"Itu urusan orang dewasa Seungjae-ah." Daehan yang menjawabnya.

"Apa kalian masih bertengkar?" tanya Manse ingin tahu.

Shely menggeleng sebelum menjawab, "Ayo pulang. Mama agak lelah."

Keempatnya menggangguk.

Shely membantu Daehan, Minguk dan Manse turun dari meja. Seungjae berada dalam gendongannya. Ketiga anak lelakinya yang lain berjalan duluan keluar dari dapur. Sembari sesekali berceloteh ceria.

"Oh ada Minnie samchon," kaget Mingguk.

"Annyeonghaseo yo Minnie samchon." Keempatnya menyapa hormat.

"Anneyeong, bocah-bocah nakal," seringai Minnie.

"Mama turunkan Seungjae. Seungjae mau memeluk Minnie samchon."

"Arraseo," jawab Shely mengerti.

Shely tersenyum lembut menatap keempat anaknya yang berlari memeluk kedua sahabat baiknya itu. Mereka bercanda dan saling menggoda satu sama sekali.

"Kau lebih cantik kalau tersenyum Shely-ah. Jadi jangan sedih lagi."

Shely menoleh temannya bermata doe itu lalu mendesah pendek. "Melihat mereka adalah kebahagiaan kak Joongie. Tapi aku..."

Belum juga Shely menyelesaikan kata-katanya, suara bel pertanda pintu restoran di buka berbunyi. Itu mengejutkan Shely dan lainnya.

Sontak mereka menoleh dan mendapati Jungkook masuk ke dalam dengan wajah tanpa dosanya.

Shely menegang sejenak tidak menyangka kalau pemuda itu akan datang.

Minnie terang-terangan menatap Jungkook tidak suka. Joongie hanya melihat sang pria dengan tatapan datarnya. Lalu anak-anak menyambut lelaki itu tersebut.

"Jungkook samchon Annyeonghaseo yo," sapa keempatnya.

"Anneyeong aedul-ah," jawab Jungkook lembut. "Shely-ah..."

"Kenapa kau ada di sini Jungkook-sshi. Kau ..." Shely tidak tahu harus berkata apa.

Dia sangat terkejut melihat Jungkook.