Chereads / Terlahir Kembali: Dokter Genius Cantik / Chapter 39 - Dua Pria dari Kota

Chapter 39 - Dua Pria dari Kota

Ternyata orang di dalam bilik telepon itu adalah wanita. Dia adalah Wulan, ibu tiri Fariza. Kemarin, Dani tidak memberi mereka kabar, jadi Wulan merasa akan ada hal yang buruk. Setelah menanyakan tentang Dani, Wulan tahu bahwa pria itu sudah ditangkap. Karena merasa khawatir sepanjang malam, dia datang ke pusat keesokan paginya.

Dewi punya ide, dan sekarang Wulan harus bertanya pada Dewi apa yang harus dilakukan dengan masalah ini. Di bilik telepon umum di Kabupaten Pasuruan, ada banyak orang yang mengantre. Tiga jam sebelum giliran Wulan. Setelah menelepon nomor telepon kampus Dewi, Wulan akhirnya mendengar suara putrinya setelah menunggu 20 menit lagi.

"Bu, kenapa ibu mencariku begitu terburu-buru? Bukankah ibu sudah mengirim telegram padaku?" Dewi bertanya dengan sedikit tidak sabar.

Hari ini hari sabtu. Untuk menghadapi ujian, dia belajar sampai jam dua tadi malam. Dia berpikir untuk tidur siang hari ini, tapi ibunya malah menelepon. Moodnya tidak begitu baik saat ini. Dan yang paling penting adalah telepon di zaman ini mengharuskan kedua belah pihak membayar. Biaya telepon itu sekitar seribu per jam, tetapi Dewi tidak punya banyak uang untuk menjawab telepon dari ibunya itu.

"Dewi, selamatkan ibu!" Wulan melihat sekeliling, dan dengan cepat merendahkan suaranya untuk memberitahu Dewi apa yang terjadi dalam dua hari terakhir.

"Bu, kenapa kamu tidak becus?" Wajah Dewi agak marah, "Aku memperkenalkan Dani kepadamu sehingga kamu dapat meminta bantuannya jika terjadi masalah, bukan untuk menangkap Fariza!"

"Aku tidak tahu. Aku hanya ingin Fariza menikah dengan pamanmu, dan dia akan berada di bawah kendali kita mulai saat itu." Wulan menjelaskan dengan tidak tahu malu.

Dewi sedikit mengernyit. Fariza yang dulu memiliki temperamen yang buruk, tapi tetap bisa dimanfaatkan, tapi Fariza yang sekarang berbeda. Dewi harus mempermainkan Fariza dengan sedikit strategi. Dia akan membiarkan gadis itu apa pun yang diinginkan agar Fariza menjadi lengah.

Namun, saat memikirkan ini, Dewi menjadi bingung. Dia baru berada di Surabaya selama dua bulan, tapi Fariza sudah keluar dari kendali keluarganya? Bagaimana bisa? Sepertinya jika ada waktu, Dewi akan pulang untuk mencari tahu masalah ini.

"Dewi, kenapa kamu tidak berbicara?" Wulan bertanya dengan tergesa-gesa setelah tidak mendengar suara Dewi beberapa saat.

Dewi kembali sadar, dan setelah bertanya tentang apa yang terjadi sebelumnya, dia berkata, "Bu, jika kamu tidak ingin ditangkap oleh polisi, hanya ada satu cara sekarang."

"Cara apa?" Saat mendengar ada jalan, mata Wulan tiba-tiba berbinar.

Dewi berkata dengan enteng, "Serahkan semuanya pada bibi, aku akan menjanjikan masa depan yang baik untuk anaknya."

"Tapi bibimu… Akankah dia setuju?" tanya Wulan sedikit cemas.

"Itu tergantung pada kemampuanmu, bu. Ibu harus kembali dan memberitahu nenek ini adalah ideku. Nenek pasti juga menyetujuinya. Aku ada sesuatu yang harus dilakukan, jadi aku akan menutup telepon dulu. Dah!" Setelah mengatakan itu, Dewi menutup telepon. Dia berbalik dan pergi ke ruang belajar tempat Caraka berada.

Caraka mengambil jurusan manajemen bisnis. Dia terlihat lembut dan tampan. Dia adalah bahan pembicaraan di antara banyak gadis. Begitu Dewi berjalan ke pintu masuk ruang belajar, seseorang mengedipkan mata ke Caraka, "Hei, Caraka, pacarmu sedang mencarimu!"

Caraka meletakkan buku di tangannya, dan ketika dia melihat ke atas, dia melihat Dewi berdiri di pintu ruang belajar. Gadis itu menatap dirinya dengan senyuman. Caraka mengabaikan suara gemuruh di belakangnya, melangkah keluar dari ruang belajar. Dia tersenyum dan berkata, "Dewi, kenapa kamu di sini? Apakah kamu sudah sarapan?"

"Aku sudah makan." Dewi mengangguk ragu-ragu, dan tiba-tiba berkata, "Ibuku meneleponku hari ini dan menyebutkan tentang Fariza, dia…"

"Apa yang terjadi padanya?" Ekspresi Caraka tiba-tiba menjadi rumit untuk dilihat. Saat memikirkan Fariza yang memeluk dan membuka bajunya di hadapan Pak Dadung, tenggorokannya seperti tercekat.

"Ibuku berkata bahwa dia menjual apel goreng di pusat, dan hampir menyerahkan dirinya pada…" Dewi tidak menyelesaikan kata-katanya, tapi Caraka sudah mengerti apa yang dimaksud. Dia berkata dengan ekspresi mengejek, "Benar saja, dia tidak akan berubah. Aku pikir dia adalah orang yang merayu bajingan itu terlebih dahulu. Dewi, aku benar-benar menyesal saat aku pernah mendengarkan rayuannya dan pacaran dengannya selama setahun."

"Caraka, jangan katakan itu. Keahlian utamanya adalah keterampilan menipunya yang luar biasa." Dewi diam-diam menghela napas lega. Sepertinya Caraka tidak memikirkan Fariza lagi. Fariza, apa yang dapat kamu lakukan meskipun kamu terlihat cantik? Caraka bukan miliknya sekarang.

Dewi masih senang bisa membawa pergi Caraka, tapi Fariza hampir melupakan siapa Caraka itu. Saat ini, dia, Wawan dan yang lainnya hanya berjalan ke pintu hotel yang dikelola negara. Meskipun Wawan merasa bahwa para pelayan di hotel yang dikelola pemerintah itu agak tidak menyenangkan, Satria sudah banyak membantu mereka. Karena dia sudah menyelamatkan Fariza, Wawan tidak bisa melewatkan makan bersama kali ini.

Kebetulan pelayan yang menghina mereka, Winda, masih ada di sana. Fariza adalah orang pedesaan pertama yang berani berbicara dengan mereka dengan begitu arogan, jadi para pelayan ini sangat terkesan dengannya. Ketika mereka melihat Fariza, mereka berkata dengan sinis, "Oh, siapa kamu? Mengapa? Kamu datang untuk makan malam?"

Satria merasa ada yang salah dengan kata-kata pelayan. Dia mengerutkan kening dan tidak berbicara. Adimas sudah melangkah maju dan berkata dengan tidak puas, "Apa maksud kalian? Tentu saja kita makan di sini. Datang dan bawa hidangan termahal ke meja kami!" Setelah berbicara, dia melempar tumpukan uang dengan keras di depan pelayan.

"Paman punya uang, jangan gunakan uangmu sendiri." Wawan dengan cepat ingin menghentikannya.

"Paman, jangan menolak, saya mendengar Satria berkata bahwa daging rebus buatan nenek Fariza sangat lezat. Saya masih ingin memiliki kesempatan untuk mencicipinya. Kali ini saya yang bayar makanannya." Adimas yang berbicara dengan dialek asli Surabaya itu langsung membuat Winda dan para pelayan di sana menjadi kaku. Baru kemudian dia menemukan bahwa selain dua orang udik yang datang terakhir kali, ada dua orang lagi di antara mereka.

Sekilas, pakaian kedua orang ini bukanlah orang pedesaan biasa, apalagi yang tinggi, dia terlihat sangat tampan. Aura yang mereka tampilkan bukan sesuatu yang biasa dilihat oleh para pelayan itu.

"Oke, bagus." Winda mengangguk dengan cepat dan menatap Fariza dengan curiga. Dari mana gadis ini mengenal dua orang ini? Apakah yang dikatakan sebelumnya itu benar? Karena merasa cemas, dia berjalan ke pintu dan berbagi kekhawatirannya dengan pelayan lainnya, "Dia mengajak orang-orang dari kota untuk makan, apakah dia benar-benar ingin memecatku? Aku jadi takut sekarang. Bagaimana kalau aku kehilangan pekerjaan hanya karena gadis desa sepertinya?"

Para pelayan lain dengan cepat menghibur, "Mungkin mereka memohon bantuan. Kedua pria itu berasal dari kota, bagaimana mereka bisa mengenal orang-orang desa itu?"

"Ya, Winda, jangan khawatir, gadis itu pasti hanya membual! Lagipula dia hanya gadis desa biasa, mana mungkin dia bisa memecatmu dari hotel ini?"

Mereka berbicara di suatu sudut yang tersembunyi, tetapi mereka tidak tahu bahwa Satria memiliki pendengaran yang baik, jadi dia telah mendengar mereka dengan jelas. Dia mengerti semua yang telah dibicarakan oleh para pelayan itu tentang Fariza dan pamannya.