Seseorang benar-benar mengumpulkannya ...
Indrasya memandang Setyawati dengan ekspresi terkejut lalu dia mengangkat bahu. Dia tidak ingin berkata apa-apa tentang ilmunya. Sedangkan metode kekuatan spiritual yang telah dia kembangkan, tidak ada yang perlu dikatakan kepada Setyawati.
Indrasya hanya belajar pepatah sambil iseng-iseng untuk mengisi waktu luang, saat belajar dan mengajari orang lain, juga dianggap sebagai bentuk peninjauan masa lalu dan mempelajari ilmu baru.
"Terima kasih, nak." Ekspresi antusias muncul di antara alis Setyawati.
Dalam beberapa bulan berikutnya, Setyawati mengikuti Indrasya untuk belajar. Selain melatih kekuatan spiritual, dia lebih banyak membaca buku dan mengenali karakter. Yang satu mau belajar, yang lain mau mengajar, dan pembelajarannya juga sangat sederhana. Setyawati segera memulai. Sekarang, setidaknya dia bisa membaca buku itu sendiri.
Melihat pesan yang dia tunggu ada di dinding, Indrasya menghela nafas, waktunya telah tiba.
[Ini bukan tidak mungkin dari sudut pandang ruang dan waktu tertentu, tetapi tidak peduli dari sudut pandang mana, setidaknya saya sekarang memiliki modal sendiri.]
Indrasya memandang pada pesan Mahesa yang diinginkan, dia kemudian berpikir dalam hati.
"Ayo pergi, Kakek Bahadur, pergi ke rumah Wira," kata Indrasya kepada pengurus rumah di belakangnya.
Begitu dia mengatakan ini, wajah pengurus rumah tangga Chen tenggelam, tetapi dia mengangguk. Indrasya telah pulih sekarang, keluarga Bratasena yang sebelumnya menurun, sekali lagi memiliki harapan, jadi inilah saatnya untuk membicarakan pernikahan dengan keluarga Wira.
Indrasya juga tahu tentang pernikahan itu. Dia bertunangan ketika dia masih sangat muda. Kemudian, ketika ayah Indrasya meninggal, keluarga Wira kembali. Dia berencana untuk menikahkan anak kedua dari keluarga Wira dengan Indrasya secepat mungkin untuk melanjutkan keturunan keluarga Bratasena. Tapi, ternyata Indrasya masih ingin menjaga kesucian diri.
Namun, sejak Indrasya sakit, keluarga Wira tidak datang lagi. Sudah sejak lama sejak pertemuan antara Indrasya dengan Wira, yang pada saat itu Wira pernah mengatakan bahwa dirinya akan bersedia menepati janjinya ketika Indrasya dalam keadaan sehat kembali, tetapi jika tubuh Indrasya setiap hari semakin buruk, maka Wira mungkin tidak mau menikahkan Indrasya dengan putrinya.
Dari sudut pandang keluarga Wira, keluarga Wira juga sangat baik hati terhadap Indrasya. Mereka tidak memutus hubungan antar keduanya meski keluarga Bratasena mulai bangkrut. Apalagi ketika keluarga Bratasena mengalami kecelakaan, dia berencana untuk memenuhi janji aslinya. Sedangkan untuk penyakit Indrasya, Wira berkata jika Indrasya tidak kunjung sembuh maka dia takut akan mendorong putrinya sendiri masuk ke dalam lubang api.
Tapi ini tidak bisa diterima oleh Indrasya. Sekarang pernikahan telah dipesan, meskipun tidak ada wali atau saksi, kedua orang tua sudah setuju untuk membiarkan Indrasya menikahi wanita yang dua tahun lebih muda ketika dia berusia enam belas tahun. Wanita kedua dari keluarga Wira, dan sekarang lelaki tua itu sedang menuju Magelang. Tuan muda sudah berusia tujuh belas tahun, jadi keluarga Wira sudah berubah pikiran dan tetap ingin menikahkan putrinya.
"Tuan Indrasya!" Ketika pelayan Wira melihat Indrasya lagi, dia terkejut sesaat. Indrasya memberikan hadiah lalu diterima oleh pelayan kemudian dia segera melapor.
"Aku di sini untuk mencari Paman Wira." Kata Indrasya acuh tak acuh. Menurut perkiraannya, pada dasarnya keluarga Wira tidak mungkin membatalkan pernikahan mereka. Meskipun Wira tidak menyebutkan kontrak pernikahan saat Indrasya sakit parah dan tidak menjelaskan apa-apa, tapi itu sudah dibahas setelah ayah Indrasya meninggal dunia. Kontrak pernikahan sudah cukup untuk menunjukkan kesungguhan Wira.
Tuan Indrasya, silakan masuk. Tuan Wira sedang menunggu Anda di aula utama." Segera pengurus rumah itu berlari mengabari Indrasya.
"Ya." Indrasya mengangguk. Dia mulai pusing sekarang, apa yang harus dia katakan? Indrasya tidak masalah jika dia tidak menikah, tetapi situasinya sekarang sangat jelas bahwa Wira tidak berniat sama sekali untuk memutuskan kontrak pernikahan itu.
"Indrasya, kemarilah, duduk di sini. Paman telah mendapatkan kabar tentang kesehatan tubuhmu akhir-akhir ini. Jika dulu kamu punya kekurangan pada tubuhmu karena penyakitmu, aku tidak tahu harus berkata apa kepada keluarga Bratasena." Wira yang sedang duduk itu berbicara dengan sentuhan kegembiraan di wajahnya.
Ketika Indrasya telah mengatakan bahwa dia sakit sebelumnya, Wira berencana untuk menyuruh putrinya pergi ke kediaman Indrasya hanya untuk menjaga Indrasya. Selain itu dia juga ingin menjaga silaturahmi dan menunjukkan bakti, jika keturunan keluarga Bratasena meninggal, tidak ada gunanya lagi menjaga bakti.
Tapi Indrasya menolak rencana. Setelah itu, Wira semakin patah hati. Dia menjadi kecewa dan sakit hati, karena kebahagiaan putrinya lebih penting daripada persaudaraan, jadi Wira merasa kacau. Wira hanya bisa memperhatikan masalah ini diam-diam. Untuk pernikahan putrinya, menurut pernyataan Indrasya, pernikahan itu harus ditunda selama tiga tahun.
Setelah tiga tahun kemudian, jika Indrasya masih sakit maka tidak ada lagi yang bisa dilakukan oleh Wira. Pada saat itu, jika Indrasya masih tidak kunjung sembuh maka Wira harus menanggung sakit hati dan menikahkan putrinya dengan orang lain.
Untungnya, setengah tahun yang lalu Wira mendapat kabar bahwa Indrasya sudah sembuh. Bagi Wira, ini adalah sebuah kabar sangat baik, karena dia perlu terjebak dalam penderitaan. Namun, Wira masih agak malu untuk menyebutkannya masalah pernikahan lagi, jadi dia menunggu Indrasya datang untuk menyebutkan masalah ini. Sebagai gantinya, dia akan menggandakan mahar yang dia janjikan saat itu. Memang agak tidak wajar baginya untuk melakukan ini.
"Pergi, panggil gadis itu kemari." Wira menyuruh pengurus rumah.
"Paman, tidak perlu memanggil saudari Kenanga ke sini. Aku di sini untuk mengucapkan selamat tinggal padamu. Aku berencana untuk bepergian keliling dunia. Penyakit yang kuderita sejak lama membuatku mengerti banyak hal. Jika seseorang bahkan belum pernah keluar dari tempat tinggalnya untuk waktu yang lama. Betapa menyedihkan, saya berharap saya bisa keluar dan melihat-lihat dunia. "Kata Indrasya dengan hormat.
Wira terkejut, awalnya dia ragu-ragu sejenak lalu berkata, "Indrasya, kamu melakukan sesuatu yang tidak biasa sebelumnya, tetapi kamu harus lebih memikirkannya. Dunia ini tidak aman. Ketika ayahmu meninggal, dia mempercayakanmu kepadaku. Jika ada sesuatu yang terjadi padamu, aku tidak bisa menjelaskan kepada arwah ayahmu di surga nanti. "
" Paman, jangan khawatir. Meskipun aku tidak berbakat dalam berperang, aku masih memiliki sedikit strategi pertahanan diri." Semangat Indrasya sedikit terguncang.
"Sepertinya aku benar-benar tidak bisa menghalangimu." Wira memandang Indrasya sambil menghela nafas, dan perasaan lega yang tersirat di matanya, "Kamu bisa pergi, tapi pernikahan harus diatur. Anak keduaku tidak lagi kecil."
"..." Indrasya sedikit meringkuk bibirnya dan berkata dalam hatinya, [Aku tidak ingin menikah, gadis itu dua tahun lebih muda dariku. Apakah aku akan membiarkan diriku menikahi seseorang yang seperti adik perempuanku yang berusia lima belas tahun?]
Tentu saja, Indrasya juga tahu bahwa di zaman ini, seorang gadis berusia 15 tahun sudah dianggap sebagai gadis sisa yang sudah tua, jadi pajak yang dibayarkan harus dilipatgandakan. Tapi keluarganya tidak perlu menggandakannya jika gadis itu sudah menikah dengan seseorang
...
"Paman, saya bisa menuliskan surat pernikahannya dulu, tapi saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada pernikahan itu setelah aku kembali dari keliling dunia." Kata Indrasya tak berdaya. Untuk gadis kecil yang telah memanggilnya kakak ketika dia masih kecil, Indrasya tahu bahwa dia tidak bisa bersembunyi. Jika dia berani bercerai dengan gadis itu, keluarga Wira pasti akan berselisih dengan Indrasya. Selain itu, menikah sepertinya tidak banyak berpengaruh pada Indrasya.
Sedangkan, buku nikah saat ini juga bernilai seperti sebuah akta kelahiran sederhana. Jika menyerahkan ini, artinya orang yang namanya tertulis di buku nikah ini sudah dianggap hidup bersama. Sekarang hanya Indrasya yang menulis salinannya, jadi dia sudah terikat secara hukum.
Setelah semuanya selesai, Indrasya mulai pergi ke arah barat dengan menunggang kereta kuda, dia ingin bertemu dengan orang hebat di dunia ini, Mahesa yang sekarang sedang merekrut pasukan. Jelas Indrasya ingin bergabung dengan perjalanan itu. Bagaimanapun juga, zaman ini masih lebih aman bagi para tentara dan pejuang. Sedangkan apakah dia akan bisa menemui orang hebat lain dalam perjalanan ini, Indrasya tidak begitu yakin.