Sepertinya Azalea menikmati pekerjaan barunya ini. Terbukti dari pagi tadi, ia tidak beranjak dari kursi, tangannya sibuk menggambar, sedangkan mata jernihnya teliti melihat setiap garis yang ia tarik, disaat seperti itu Azalea akan tenggelam dalam ilustrasi. Ia akan lupa segala hal meski lapar sekalipun. Bunyi telpon ini mengganggunya, namu ia ingat berada di mana, ia melepaskan tatapan serius pada garis yang ia tarik, lalu.
Tangan kirinya meraih gagang telpon. "Halo Arumi Azalea di sini."
"Keruanganku Lea, sekarang!" hening Azalea hanya diam.
"Kau dengar!" kata Dhruv lagi, mendengar tidak ada jawaban dari sebrang sana.
"Iyah, tentu saja aku dengar, aku segera datang," bukan suara Dhruv yang membuat Azalea terdiam, tapi panggilan nama belakang. Hanya Romeo yang memanggil seperti itu, hatinya masih bergetar saat ada yang memanggil seperti itu ingatannya akan langsung memutar hal bersama Romeo.
Langkah tongkat makin mendekati ruangan Dhruv. Setiap kali akan masuk ruangannya Azalea pasti akan lebih dahulu memposisikan tongkanya masuk lebih dahulu barulah ia mengangkat wajahnya, Dhruv bersandar di meja melihatnya intens.
Ia mengangkat tangan menunjuk pintu kaca.
"Kau kesulitan dengan pintu itu?"
Azalea tersenyum simpul, "Mungkin."
Dhruv menggendikan bahu berjalan mendekat. "duduk!" perintahnya lagi diiktuti Azalea, duduk.
"Aku suka bagian yang kau ubah, dan pertegas bagian yang lainnya!" Dhruv meletakan lembaran kertas, langsung diraih Azalea dengan senyuman pemikirannya tidak sia-sia.
"Baiklah segera aku berikan desain yang baru untukmu."
"good .. Aku tunggu!"
Azalea kembali memposisikan tongkat, payah. Melewati pintu kaca besar ruangan Dhruv, tadi hampir saja ia terjatuh.
Dhruv masih melihat punggung mungil wanita ini, ia hampir saja berlari tadi melihat Azalea kewalahan dengan pintunya, syukurlah ia masih bisa mengendalikan tubunya untuk tidak segera berlari.
Sudah beberapa saat berlalu ketika Azalea kembali masuk ia melihat orang-orang Dhruv tengah merapihakan meja baru di sudut ruangan, Azalea meletakan gambar yang ia buat di hadapan Dhruv.
Matanya masih memperhatikan orang-orang tadi.
"Bawa barangmu yang penting ke sini!" perintah Dhruv tiba-tiba.
"Iya?" sambut Azalea dengan nada sedikit bingung.
Dhruv mengangkat alisnya, melihat Azalea intens. "Iya. Jawaban apa itu?"
"Tidak. Maksud saya untuk apa saya membawa barang saya?"
"Mulai sekarang ruanganmu di sini!" Kata Dhruv yang kembali menunduk melihat hasil goresan tangan Azalea.
"Kenapa?" tanya Azalea kembali, tangan Dhruv memijat pelipis, lelah.
"Kau bisa hanya menurutiku! Tidak perlu banyak bertanya. Aku butuh melihat setiap gambar yang kau buat."
"Kakiku ada empat, kalau kau butuh gambarku, aku pasti akan cepat datang."
"Apa kita sedang berdebat?" Ancam Dhruv dari cara ia bicara sambil melihat Azalea.
"Tentu tidak Boss, kau berhak mengatur," Azalea bungkam ia keluar dari ruangan Dhruv, mengemasi sedikit barang lalu kembali lagi keruangan itu.
Di sini Azalea bisa dengan jelas melihat bagaimana Dhruv menangani perusahaan bagaimana semua orang dibawah kendalinya, ternyata. Dhruv tidak semenakutkan itu, justru ia adalah atasan yang pintar mengarahkan para pekerjanya untuk berkembang, soal pemecatan mungkin ada hal yang tidak bisa ia pertimbangan.
"Kerjakan yang ini!" Dhruv meletakan lembara kertas, Azalea mengangguk.
"Bajumu akan aku ganti nanti," Pelan suaraya hampir tidak terdengar oleh Dhruv
"Bicarakan masalah pribadi di luar kantor!" Sepertinya Azalea harus memplester bibirnya ia memejamkan mata menyesali pernyataan barusa.
"Iya, maaf," tuturnya lagi, langsung mengerjakan yang Dhruv minta.
Dhruv berjalan menelpon seseorang, Azalea mengintip dari belakang pembatas meja memperhatikan punggung itu yang kemarin memesona.
Apa ia menemukan pengganti Romeo atau hanya sebuah kekaguman sesaat. Hanya sebuah kekaguman itu yang Azalea percaya.
"Boss, sudah waktunya makan siang aku boleh istirahat?" Dhruv masih berdiri di depan kaca saat Azalea berpamitan ia menoleh membiarkan Azalea pergi.
Azalea harus bersyukur untuk pekerjaan barunya, selain ia menikmati menggambar dan sekarang lihat! Bagaimana menu makan siang di sini? ia menemukan perubahan gizi.
Ponsel Azalea berdering nama Hera di sana.
"Halo, Hera." Azalea lebih dulu menyapa.
"Kau sudah makan siang? kalau belum datanglah ke kafe, Kita makan bersama!" pinta Hera, di kafe ia tengah makan bersama sekarang.
"Aku sedang makan Hera terimakasih," sesal Azalea, ia terharu dengan perhatian Hera.
"Apa ia boss yang galak, kau nyaman di sana?" tanya Hera lagi,
"Kafe ini siap kapan pun kau butuh."
"Hera kau membuatku ingin menangis sekarang, ia baik, ruanganku dipindahkan lebih dekat dengannya. Ya, mungkin aku jalan terlalu pelan sedangkan ia butuh semua pekerjaan dengan cepat. Kurasa begitu," Azalea tertawa sumbang, ia melihat jari kaki yang ia gerakan perlahan.
"Tenaglah kau akan segera pulih!" semangat Hera untuk Azalea.
"Kalau begitu lanjutkan makanmu kau bisa menelponku kapan pun. Kau tau itu bukan, kapan pun butuh bantuan!" Riang Hera.
"Baiklah, sampai jumpa" Azalea menutup telpon, ia kembali melanjutkan makannya. Ngomong-ngomong apa Dhruv tidak makan di sini? sayang sekali padahal makanan di sini enak sekali.
Selesai makan Azalea kembali menggerakan tongkatnya masuk dalam lift, bersamaan dengan yang lain.
Sampai di dalam ruangan Dhruv.
"Boss tidak makan siang?" tanya Azalea melihat Dhruv masih duduk di kursinya. Tidak ada jawaba Dhruv masih diam, Ia segera menggerakan tongkatnya mendekati.
Dhruv. Benar saja pemkiran Azalea karena Dhruv tidak mungin diam saja. Wajah pucatnya sudah menandakan ia sakit.
"Kau baik-baik saja, Ya Tuhan kau kenapa?" Azalea panik menyentuh dahi Dhruv. Tidak panas, tapi berkeringat.
Azalea menelpon dokter yang merawat kaikinnya.
"Halo dokter, bantu aku!" paniknya langsung meminta.
'Tenang Arumy, kau tidak akan bisa membantu seseorang kalau kau sendiri panik.'
"Aku tau tapi dia kesulitan bernapas tubuhnya dingin," Azalea menyeka keringat Dhruv dengan sapu tangan miliknya.
'Singkirkan semua benda yang ada di sekitar lehernya. Kau sudah menelpon medis?'
"Sudah. Ya Tuhan ia salah mengikat dasi, kalau tidak bisa pakai dasi harusnya tidak usah!" Azalea denga cekatan melepas dasi Dhruv, sekali pun bergumam.
"Apa lagi yang harus kulakukan?" tanya Azalea pada dokter itu lagi, ditengah-tengah kepanikan Dhruv menunjuk makanan yang ada di meja, membuat Azalea berpikir.
"Apa? Apa yang kau inginkan, ia menunjuk makanan dokter."
'ia alergi makanan?' tanya dokternya.
"Kau alergi makana?" dengan susah Dhruv sedikit mengangguk.
"Iya ia alergi makanan dokter, apa yang harus kulakukan?"
'ia pasti menyimpan obat alergi di salah satu lacinya'
"Obat alergi dimana?" Azalea secepatnya mencari di dalam laci.
"Ya Tuhan dimana obatnya." Doa Azalea sambil terus memperhatikan Dhruv yang makin kehilangan kesadaran.
"Syukurlah, Ya Tuhan." Azalea menemukan langsung memberikan
pada Dhruv lalu membantunya minum.
Melihat Dhruv yang mulai bisa bernapas ada kelegaan dalam tatapan Azalea, ia menundukkan kepal di samping Dhruv.
"Syukurlah."
Dhruv masih lemah namun ia juga bersyukur ada orang lain saat ia pada batas hidup dan mati, ia pikir saat ia mati nanti hanya akan sendiri.