Chapter 5 - Bertemu

Lekukan sungai membawa air yang jernih, menembus hutan lembah dan berakhir dilautan. Tiga makhluk yang kini berjalan menyusuri sungai. Tangan seputih salju dan semulus giok itu tak bisa diam, selalu terulur untuk memetik setiap bunga yang bermekaran.

Semilir angin membawa harum yang berbeda saat menembus saraf penciumannya, menerbangkan setiap helai rambut hitam kemerahannya, juga pakaiannya. Suara gemercik air yang mengalir, membuat jernih pikirannya. Gadis itu merasa hidup dan bebas, rasa yang baru ia rasakan semenjak memasuki dunia fana.

Tak ada pertarungan, perebutan wilayah kekuasaan atau pun perebutan batu siluman jika ada pertarungan antar siluman yang memperebutkan wilayah kekuasaan di hutan Zuzhou. Serta tak ada bangkai binatang yang mengotori lantai hutan.

Senyum cerah terbit di bibir ranum kecilnya yang seperti kelopak bunga mawar merah yang merekah. Dunia ini luas jika kita menjejakinya, bebas seperti angin yang menerbangkan dan bisa menyentuh apa pun yang dilaluinya.

"Setelah Anda melihat dua orang manusia itu, sepertinya gerbang gaib hutan Zuzhuo pun telah terbuka sepenuhnya, Nona saya tak bisa menemani Anda, saya harus pergi mencari bunga untuk makan siang Anda." Setelah mendapatkan anggukan dari Nonanya, Burung Kenari itu terbang menjauh menuju pemukiman karena hanya dikediamannya dululah bunga itu tumbuh disana.

Tangan sang gadis terangkat, melemparkan bunga yang ia petik membentuk hujan bunga yang berwarna warni. "Nona, apa Anda sesenang itu, bisa bebas dari hutan Zuzhou?" teman kelinci kecilnya berucap, mata merah mudanya berbinar.

"Ya," jawabnya singkat.

Sreekkk...

Telinga panjang sang kelinci itu berdiri tegak, lalu ia merapatkan tubuhnya pada sang gadis, "Nona, ada langkah kaki kuda yang mendekat dan seorang manusia dibalik semak sana." Kelinci itu, menggerakkan kaki depannya ke arah semak sebelah kirinya, lalu dia melanjutkan, "Juga ada beberapa manusia yang sedang mendekat ke arah sini."

"Be.... " belum sempat gadis itu menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba ada seseorang yang memanggilnya.

"Yueyin?! Nona Yueyin?!" suara seorang pria yang tak asing, tiba-tiba memenuhi indra pendengarnya, suara yang dipenuhi keterkejutan juga rasa takut yang mendalam.

Gadis itu menoleh, entah mengapa nama yang pria tersebut serukan membuat tubuhnya secara refleks menoleh.

Brakk...

Keranjang yang terbuat dari bambu itu terjatuh dan setumpuk tanaman herbal berserakan ditanah dari tangannya. Seorang pria sekitar umur empat puluh tahunan, dan masih tampan dengan mata biru dan rambut hitam agak panjangnya, berdiri kaku di sana, "Nona Yueyin kau kah itu? Anda benar-benar masih hidup nona? Syukurlah. Sang dewi selalu melindungimu," ucapnya lagi, rasa lega nampak di wajahnya, tiba-tiba ia berlutut dan bersujud.

"Apa kau memanggilku?" gadis itu nampak heran.

Pria itu langsung bangkit, nampak terkejut dengan apa yang gadis di depannya tanyakan, "Kau tak mengingat ku nona?" gadis itu diam. "Saya Yue Ming, Nona. Mereka benar hari ini Anda turun gunung."

Gadis itu semakin heran, "Mereka?" tanyanya.

Pria itu nampak berpikir, wajah bahagianya tiba-tiba berubah menjadi tegang, "Pergilah, Nona! Pergilah sejauh mungkin, agar kau selamat. Kali ini, saya tak bisa menghentikan mereka untuk mengejar Anda seperti waktu itu. Pergilah nona, kau permata paling berharga milik Klan Yue."

"Apa maksudmu?" Yueyin semakin heran. Tapi peringatan pria tersebut membuat ia mengingat sesuatu.

Di saat hari pertama musim panas di Desa Yue, disebuah kediaman yang usang, seorang gadis, duduk termenung didekat jendela, matanya menatap langit biru disertai awan putih yang sangat bersih, angin berhembus kencang menerbangkan tanah kering dihalamannya.

Tak ada penjaga, dayang maupun orang lain disana, hanya ada dirinya dan bunga putih dengan warna merah disetiap ujung kelopaknya, Khas pegunungan Yaopin dan Desa Yue disana. Malam ini adalah hari ulang tahunnya yang ke empat belas tahun. Dan seperti biasanya para tetua klan Yue selalu datang pada malam harinya, mereka datang seperti memastikan sesuatu pada dirinya.

Dan ia pun tahu, pasti akan ada beberapa orang yang datang untuk membersihkan halamnnya, dan menghias kediaman tersebut dengan bunga putih yang berwarna biru disetiap ujungnya.

Hampir diseluruh halaman Kediaman penduduk Desa Yue, tumbuh bunga tersebut, tapi berbeda dengan bunga yang tumbuh di kediaman Yueyin, bunga itu berwarna putih dengan warna merah di setiap ujungnya.

Tatapan kesedihan, kesepian dan juga rasa takut yang mendalam, kala terdengar langkah kaki yang terpogoh-pogoh menuju kearahnya. Tapi saat ia tau siapa pemilik langkah tersebut wajahnya menjadi cerah.

"Nona Yueyin?!" seru tabib Ming, yang membawa gulungan kecil ditangannya, matanya nampak awas saat menoleh kebelakangnya.

"Paman Ming? Ada apa Anda kemari? Jika ada yang lihat Anda pasti akan diadili lagi seperti waktu itu!" cegah Yueyin, wajah cerahnya menjadi khawatir.

Yueyin ingat saat Tabib Ming mengunjunginya musim dingin tahun lalu, memberikan selimut dan makanan hangat padanya, tapi ayahnya sang kepala desa mengetahuinya. Tabib Ming langsung diadili oleh para tetua Klan Yue dan di hukum hingga tak pernah mengunjunginya lagi.

"Tidak apa-apa, ambillah ini," Tabib Ming menyerah gulungan tersebut.

Yueyin menerimanya, lalu membukanya, ia terkejut, "Peta?! Kenapa Anda memberikan ini pada saya?" tanyanya.

"Nona ingatlah, jika suatu hari nanti mereka membawa mu ke altar sang dewi, larilah menuju kearah pegunungan Yaopin dan masuk lah ke hutan Zhuzou, ingatlah hal itu, Nona." Tabib Ming menunjukan jalan yang telah ia tandai dengan tinta merah di peta tersebut.

Tak lama terdengar suara ribut dari arah luar, lalu tabib Ming langsung menyuruh Yueyin menyembunyikan peta tersebut, "Nona, aku tak bisa mengunjungimu lagi mulai hari ini, karena aku akan pergi ke wilayah Timur untuk mengobati seseorang disana, jaga diri Anda baik-baik saya harus pergi."

Yueyin masih dalam kekalutannya, hingga tak menyadari jika suara tapak kaki kuda semakin mendekat, seorang pria dengan jubah hitamnya nampak gagah diatas kuda, tapi tak bisa membangunkan gadis yang kini sedang kalut dalam pikirannya, "Tuan, tuan Yhong Sheng." Seru Yue Ming, saat melihat pria yang dilihat sang gadis pagi tadi.

Yhong Sheng menghentikan laju kudanya, tepat didepan Yue Ming, matanya melirik gadis yang sedang termenung, "Tabib Ming, ada apa?" serunya, ia melompat turun dan sedikit menunduk, saat tabib Ming membungkuk hormat.

"Tolong bawalah Nona Yueyin, dari tempat ini," ia menunjuk gadis yang berdiri kaku disana, "Jangan sampai penduduk tau keberadaannya. Tolong sembunyikan dia, cepatlah!"

Yhong Sheng menoleh kearah Yueyin, senyum misterius tercetak dibibir tipisnya, "Baiklah, Tabib Ming. Nona Yueyin silahkan."

Tak ada sahutan dari Yueyin, Yhong Sheng mendekat, tangannya terulur tepat didepan Yueyin yang kini masih dalam kekalutannya.

"Nona?" tanpa diduga Yhong Sheng, langsung saja menggendong gadis tersebut yang langsung berteriak terkejut bahkan Tabib Ming pun bereaksi lebih, ia mematung sesaat, karena yang ia tau jika Jenderal Yhong Sheng tak pernah terlibat dengan wanita mana pun, bahkan saat ia menjadi tabib dikediamannya pun tak ada wanita disana kecuali dua orang pelayan yang merawat wanita yang ditanganinya.

"Apa yang kau lakukan?" Yueyin memberontak.

*tbc