Chereads / MASIH / Chapter 6 - Antara pilihan dan keputusan

Chapter 6 - Antara pilihan dan keputusan

Surya telah berpamitan untuk beberapa waktu kedepan, ia menitipkan kehangatannya pada rembulan yang sudah terbiasa sejak dahulu menjadi penyampai cahaya pada bumi kala malam sebagai titipan dari matahari.

"Selamat menikmati Kudaniel ku." Ucap Ines setelahnya ia membuatkan secangkir kopi seperti yang telah dijanjikan sebelumnya.

Daniel membalas dengan ternsenyum "Makasih manusia aneh."

"Heh!" respon Ines merasa kesal dengan panggilannya.

"Gue ga liat nyokap bokap lo Nes?" tanya Daniel yang sedari tadi tidak melihat Vanesa dan Bimo di kediamannya itu.

"Ayah gue ke luar kota, Bunda palingan lagi arisan."

"Pait." Ucap Daniel setelah sedikit pencicipi kopi.

"Eh masa?" jawab Ines sembari langsung mengambil kopi yang sempat Daniel minum sebelumnya dan ikut mencicipi.

Ines meminum kopi yang sempat Daniel minum tadi sembari dengan tatap yang mengarah pada Daniel, tatap kesal tepatnya, karna ternyata kopinya tidak pahit sama sekali, justru manis seperti biasanya.

"Manis ini, lo ngerjain gue?" ucap Ines kesal sembari menyimpan gelas kopi.

"Ya lo minumnya sambil liatin gue kan tadi, wajar aja jadi manis." jawab Daniel begitu santai dan percaya diri tanpa sedikitpun menyisipkan rasa bersalah terhadap ide jailnya itu.

"Ueeek." respon Ines seolah olah merasa mual mendengar pernyataan Daniel tadi.

Daniel langsung menghabiskan kopinya dengan di susul berdiri melangkah menuju pintu keluar.

"Kemana lo?" tanya Ines.

"Berdua diumah begini dan ga ada siapa siapa, takut lo nafsu ke gue jadi mending pulang aja."

"Dih, najis."

"Gue bukan kebanyakan cewe diluar sana ya, yang ga ngerti kenapa mau aja ngejar ngejar lo." lanjut Ines

Daniel membalas dengan senyuman "Dah ah, hati hati sendiri di rumah, kalo ada apa apa ke rumah gue aja lari." jawab Daniel sembari langsung pergi dari rumah Ines.

***

Setiap manusia akan hidup pada fasenya, setiap kedekatan yang berlangsung akan terjadi mengikuti tingkatannya. Begitulah, manusia adalah individu adalah hakikat, manusia makhluk sosial adalah predikat. Seorang bayi lahir ke dunia sendirian, individual, usaha orangtua untuk melahirkannya membuktikan bayi membutuhkan bantuan orang lain, maka makhluk sosialah menjadi predikatnnya.

Begitupun dengan apa yang terjadi pada setiap manusia lainnya, seperti Daniel dan Ines misalnya, atau Daniel dengan Rezka misalnya, atau siapapun itu. Pada hakikatnya mereka akan butuh sendiri untuk beberapa hal dan akan membutuhkan orang lain saat hal tersebut lebih baik dikerjakan oleh lebih dari satu orang, atau perihal kebutuhan rasa sayang yang harus di utarakan dan membutuhkan objek pengutaraannya.

Malam yang semakin larut justru menarik pemikiran Daniel kepada rasa penasaran, bagaimana perihal perasaan Rezka saat ini setelah pengungkapannya di sekolah tadi. Dia butuh sendiri untuk memikirannya, tapi dia butuh Rezka untuk menemukan kejelasannya. Mungkin esok hari, atau haru lebih lama lagi. Sudah menjadi keputusaannya untuk memilih Rezka, perihal nanti terluka lagi itu adalah konsekuensi.

Tidak semudah itu untuk terus memikirkan sebuah kepastian pada malam hari, terlebih jarum jam yang mampu menyihir mata untuk semakin berat dan terlelap adalah perkara yang sulit untuk dihindarkan. Tanpa disadari, mata Daniel dengan tanpa terpaksa terpejam sendirinya, rasa kantuknya tak lagi dapat di tahan, perlu istirahat untuk esok hari yang siapa tahu akan membutuhkan tenaga untuk terluka misalnya.

"Nieeel, bangun nanti kesiangan sekolah." seru Danella memasuki kamar Daniel sembari membukakan gordeng yang telah berusaha mengahali sinar matahari sebelumnya.

Cahaya matahari itu ternyata membantu Daniel lebih cepat untuk segera berangjak dari tidurnya.

"Huaaa, iya maah." jawab Daniel sembari masih dengan rasa kantuknya yang sedikit sulit untuk diajak kompromi.

Terpaksa, Daniel harus mengusir kantuk dengan paksa rela bukan lagi suka rela. Ia bergegas pergi ke kamar mandi untuk menyegarkan badannya dan bersiap berangkat sekolah.

"Haiii." sapa Ines tepat di meja makan yang tengah duduk di samping Danella.

"Ngapain lo di rumah gue pagi pagi, di bangku makan lagi?"

"Tantee, aku gaboleh ikut makan disini katanya." respon Ines merengek manja terhadap Danella layaknya kepada Bundanya sendiri.

"Dih, Mamah gue ga budek kali, gue nanyaa Ineees sayaang."

"Dih, sayang sayang."

"Eeeeh udah udah, Bundanya Ines lagi ke rumah kakenya, lagi sakit. Ayahnya di luar kota, jadi dia kesini pagi pagi banget sambil bawa masakannya sendirinih, katanya ga ada temen makan ga enak" jelas Danella kepada Daniel.

"Iya, gue kira Bunda arisan kemaren eh ke rumah Kake ternyata nginep"

"Tumben lo ga telpon atau ngehubugin gue malam malam karna takut." ucap Daniel sembari ikut bergabung duduk di meja makan.

"Maaf maaf ya, gue udah gede sekarang."

Daniel menoleh menatap Ines dengan menyelidik.

"Ooooh udah gede? Ines udah dewasa? Ooooh." respon Daniel dengan nada yang terdengar menyebalkan oleh Ines.

Ines hanya merespon dengan tatap yang begitu jengkel dan medengus kesal.

Danella yang melihat tingkah mereka hanya bisa tersenyum, sudah tidak mengherankan lagi pertengkaran mereka terjadi di depan Danella.

Sebenarnya moment hangat seperti itu masih ingin terus terjadi, namun bagaimana bisa ketika detik jarum jam tidak dapat di ajak negosiasi sama sekali. Melawannya akan menciptakan masalah, kesiangan sekolah misalnya. Sudahlah, memang seharusnya kehangatan perlu dingin kembali.

"Udah mau jam 7." ucap Daniel setelah melihat jam dinding.

"Berangkat dulu ya Mah." lanjut Daniel sembari beranjak dari duduknya dengan langsung menyalami Danella, begitupun dengan Ines.

"Hati hati, jangan ngebut ngebut." ingat Danella terhadap Daniel.

"Tenang Tante, aku cubit pinggangnya kalo ngebut." jawab Ines sembari mengalihkan tatap yang mengancam kepada Daniel.

Daniel hanya merespon Ines dengan tatap yang seakan tidak peduli dan tidak takut sama sekali terhadap ancamannya.

***

Hampir saja gerbang sekolah ditutup oleh Mang Dadang, seandanya 5 menit masih belum sampai di depan sekolah, gerbang tidak akan dibukakan oleh Mang Dadang.

"Terimakasih Mang Dadang." ucap Ines dengan nada yang begitu genit.

"Sama sama Neng Geulis."

Pembelajaran di kelas IPS 5 berjalan dengan damai seperti biasanya, meskipun memang Daniel dengan yang lainnya dikenal nakal, tapi mereka sama sekali tidak pernah menyepelekan pentingnya perihal pendidikan. Bahkan beberapa semester ini Daniel selalu masuk peringkat 10 besar, meskipun memang hal tesebut banyak bantuannya dari Ines.

Hari itu, satu sekolah tiba tiba digemparkan oleh satu siswi baru yang kecantikannya membuat kaum adam terpesona, begitupun dengan siswi lain yang merasa kagum dengan kecantikan siswi baru tersebut. Bahkan pada saat jam istirahat telah di mulai, tidak sedikit siswa yang dengan sengaja menyempatkan waktunya beberapa detik hanya untuk menatap paras cantik siswi baru tersebut.

"Ngedip bangsat." ucap Rangga terhadap Ajay yang saat itu tengah melihat siswi baru berjalan melintas tempat makannya.

"Pantesan langsung viral satu sekolah, gilaa cantiknya ga ada obat." ucap Ajay masih dengan tatap yang fokus terhadap siswi baru itu.

"Lo liat ga tadi matanya ngelirik kesini?" lanjut Ajay merasa dirinya diperhatikan.

"Niel"

"Niel WOY!" seru Ajay yang saat itu melihat Daniel melamun menatap satu cup minuman yang tengah di pegang.

Daniel menoleh dengan respon yang sedikit kaget.

"Kenapa lo?" tanya Ajay.

"Lo juga Nes?" tanya Ranga.

"Apaan, gue ga kenapa napa juga." jawab Daniel cepat.

Ines tidak merespon sama sekali, ia malah berdiri dari tempat duduknya dan kembali memesan satu minuman.

Di tengah asiknya percakapan mereka sembari menikmati makanan, tiba tiba Daniel melihat Rezka yang saat itu sendirian di bangku makan, seperti biasanya jika tidak dengan Bella, Rezka selalu sendiri saat makan di kantin.

"Hai" ucap Daniel membuat Rezka menengok saat sedang menikmati baso yang telah dipesan sebelumnya.

"Kenapa lo ga gabung bareng gue disana?"

"Karna tau kamu bakal nyamperin kesini." jawab Rezka dengan tatap yang dibarengi senyuman manisnya.

"Perihal kemarin, buat jawabannya-"

"Suuut, gausah lo jawab, gue sekarang gaperlu jawaban lo, kalo lo ternyata juga sayang sama gue, lets it flow, gue Cuma butuh buat lo bahagia ko." ucap Daniel memberhentikan niat Rezka untuk menjawab perihal isi hati Daniel.

"Oke." jawab Rezka dengan pipinya yang tidak disadari memancarkan warna merah jambu merona yang membuat Daniel tersenyum meski dengan jawaban yang begitu singkat seakan tidak peduli sama sekali.

"Tapi kalo lo udah sayang, bilang ya."

"Sayang itu kata kamu perihal keputusan kan? Baru memutuskan untuk mau menyayangi, belum sampe iya." jawab Rezka.

"Oke, gue bantu lo merasa sayang kalo udah ada keputusannya."

"Boleh." jawab Rezka dengan tersenyum.

Daniel tersenyum bahagia, tidak dapat ditahan lagi sifat cuek dan bodoamatnya. Kini ia benar benar mengkespresikan sebuah kebahagiaanya dengan jelas di depan Rezka, itu akan sulit untuk didapatkan dari sosok Daniel di waktu dan moment yang biasa.

"Oh iya, nanti gue ada latihan basket pulang sekolah, mau ikut?"

"Nanti aku chat kamu aja ya, takutnya ada kesibukan mendadak." jawab Rezka, sebab ia takut ada kegiatan Osis mendadak.

"Oke."

"Jangan main hp pas ada guru." lanjut Daniel.

"Nakal dikit gapapa lah ya, biar kaya kamu." jawab Rezka dengan memasang tatap licik terhadap Daniel.

Daniel tidak bisa menolak, memang benar apa yang dikatakan Rezka.

"Terserah Ibu saja jika seperti itu." ucap Daniel dengan wajah yang begitu pasrah.

"Anak penurut." jawab Rezka dengan disusul tawa.

"Ternyata anak hits sekolah Utama baik juga ya." lanjut Rezka.

"Apaan, biasa aja gue." jawab Daniel.

Daniel menengok ke arah bangku kantin yang sebelumnya di tempati oleh teman temannya, mereka sudah tidak ada, pergi ke kelas duluan.

"Gue ke kelas duluan ya?" ucap Daniel.

"Oke." jawab Rekza.

Setelah itu Daniel langsung beranjak pergi dan melangkah menuju kelasnya, kelas IPS 5 memang sedikit jauh dari kantin, harus melewati beberapa kelas terlebih dahulu.

"Gue seneng kalo lo udah nemuin kebahagiaan baru." suara yang tidak asing yang Daniel dengar dari arah belakang ketika ia tengah melangkah di lorong dekat kelas IPS 1.

Daniel menoleh, membalikan posisi badannya kemabli ke belakang.

Sosok pemilik suara tadi melangkah, mendekati Daniel dan diam tepat di hadapannya, menatap dengan makna sebuah kerinduan. Rima, seorang siswi baru yang baru satu hari saja sudah menggemparkan satu sekolah.

Daniel masih diam mematung, tidak berbicara satu kata pun bermaksud mungkin masih ada yang mau dikatakan lagi dari bibir Rima.

"Gue liat lo seneng banget tadi pas ngobrol sama cewe itu." ucap Rima.

"Rezka namanya." Daniel akhirnya berbicara.

"Maafin gue Niel, gue tau gue salah." ucap Rima dengan di susul gerakan tangan yang sengaja meraih menggenggam tangan Daniel.

"Gue sengaja balik ke Bandung dan pindah sekolah disini, karna tau ada lo disini."

"Lo masih sayang kan sama gue?" lanjut Rima masih dengan menggenggam tangan Daniel.

"Masih."

"Tapi rasa sayang itu gue simpen, gue biarin untuk menghilang sendirinya, karna gue tau gue gabisa dengan sengaja menghilangkan rasa sayang itu."

Rima tidak dapat berkata, ia mengekpresikan penyesalannya pada air mata yang saat itu dengan sendirinya turun.

Daniel mengusap membersihkan air matanya, sesakit apapun Daniel olehnya ia tetap masih tidak bisa membuat Rima sedih.

"Gue mau ke kelas, lo gaperlu lagi mikirin perasan sayang gue." ucap Daniel dengan perlahan berusaha melepaskan genggaman Rima.

"Oh iya, gue dulu belum sempat bilang makasih. Makasih untuk semua yang udah lo ajarin perihal untuk lebih baik dalam kehidupan, termasuk saat ini gue harus lebih baik dari masa lalu, menemukan Rezka yang semoga gue bisa bahagiain dia dan belajar dari lo." lanjut Daniel dengan langsung pergi kembali melangkah menuju kelas.

Kenapa? Kenapa sosok yang begitu Daniel sayangi harus datang kembali di saat seharusnya ia sudah dapat melupakannya, itulah yang ada dalam benaknya sekarang. Bukan perkara mudah untuk melupakan masa lalu yang begitu banyak mewarnai kehidupan sebelumnya, layaknya sebuah kertas putih yang tengah penuh denga beragam warna hingga tidak ada lagi ruang untuk di isi akan sulit untuk dihilangkan begitu saja walau dengan cara menghapusnya, mungkin dengan di sobek berkeping keping, membuangnya ke tong sampah warna warna di kertas itu akan di anggap hilang.

Baru saja masuk kelas, IPS 5 sudah gencar menyambut Daniel dengan banyaknya pertanyaan yang muncul untuk Daniel.

"Lo gila Niel, murid baru aja bisa lo buat meleleh."

"Niel, lo kenal murid baru itu?"

Banyak lagi pertanyaan yang Daniel tidak mengerti dengan situasi yang tengah terjadi.

"Nes?" tanya Daniel.

Ines menunjukan sebuah foto yang di unggah di akun Instagram sekolah, bukan akun resmi tapi akun yang biasa mempublikasikan hal hal terupdate disekolah. Daniel memang sudah biasa dan banyak di post di akun tersebut, tapi untuk kali ini adalah hal yang tidak diingikan. Siapa? Siapa yang mempotrait dirinya saat tengah berpegangan tangan dengan Rima tadi, tidak sopan nampaknya orang tersebut mempotrait dirinya diam diam dan mempublikasikannya tanpa izin, harusnya ia marah dengan alasan itu. Tapi tidak, karna jika ia marah karna hal tersebut, selama ini foto foto Daniel yang di unggah di akun khusus hal hal terupdate seputar kejadian sekolah memang tidak pernah sama sekali menerima izin dari admin, ia biasa saja dan membiarkannya.

"Dia mantan gue." ucap Daniel bermaksud menjelaskan kepada teman temannya dan langsung beranjak pergi keluar kelas untuk menemui Rezka.

Tentu saja Daniel langsung memutuskan pergi menemui Rezka, sebab gossip itu pasti telah tersebar ke seluruh siswa satu sekolah. Rezka memang masih bukan siapa siapa, tapi tidak untuk hati yang menurut Daniel ia perlu tau apa yang terjadi sebenarnya. Setiap langkahnya menuju kelas 12 IPA 1 saat ini tengah di barengi dengan rasa bersalah yang tidak seharusnya terjadi, sebab memang tidak sedikit pun Daniel mengira hal ini akan terjadi meskipun sedari awal ia tau bahwa murid baru itu adalah Rima.