Saat ini aku berusia 22 tahun, di usia 22 tahun ini aku sudah mempunyai anak perempuan yang menggemaskan.
Jangan tanya kenapa, kok bisa atau apa ayahnya tetap bersama kami...
Itu pertanyaan yang sangat menyakitkan bagiku.
Agar kalian tidak salah paham, mari duduk bersama dan akan aku ceritakan masalaluku...
_________________
Tiga tahun yang lalu...
Semua nampak biasa saja, semua nampak berjalan lancar. Aku dan dia tetap romantis bahkan seperti tak mau di pisahkan.
Sampai pada titik di mana ibuku tiba tiba menentang hubungan antara aku dan dia.
Bertahun tahun aku menjalin hubungan dengan Reno, tapi sampai saat aku dan Reno sudah mantap ke hubungan serius Ibu malah menentangnya.
Aku tak tau apa panyebabnya dan aku tak mau tau, yang aku mau hanya bersama laki laki yang aku sayangi yaitu Reno.
Dia adalah laki laki kedua yang bisa ku cintai dan mencintaiku apa adanya.
Dia laki laki pertama yang bisa membuatku nyaman seperti ini, dia yang membuatku mengenal cinta dan juga bahagia. Dia adalah orang yang sangat membuatku bahagia...
"Ressa..." panggil Dini.
Aku langsung memandang ke arahnya yang berjalan menuju arahku yang tengah duduk di bangku taman.
"Ada apa?" tanyaku saat dia sudah dekat dari bangku taman yang aku duduki.
"A'arav." ujar Dini dengan sedikit terengah.
"Kenapa dia?" aku tetap mengabaikan perkataan Dini.
"A'arav nanyain tentangmu ke semua anak anak komunitas."
"Hah!?" aku sedikit terkejut mendengar itu.
A'arav adalah anggota baru di komunitas pencinta binatang di daerahku.
"Iya, dia nanya nama dan nomor ponselmu." jawab Dini.
"Lalu?" tanyaku dengan acuh tak acuh.
"Kami cuma kasih tau namamu aja, kalo nomor hp kami suruh nanya langsung ke kamu." jawab Dini sambil menghempaskan bokongnya ke bangku taman.
"Oh..."
"Ohiya, aku pamit dulu ya..." tiba tiba sekali Dini berpamitan padahal dia belum lama disini ini cukup memcurigakan.
"Hati hati, jangan sering lari nanti jatuh." ujarku.
Tanpa menjawab Dini hanya berlari sambil melambaikan tangannya. Aku hanya tersenyum tipis melihat kelakuan temanku satu ini.
Aku mulai melanjutkan menjepret media yang bagus, aku bukan seorang photografer tapi aku hanya tukang foto amatir yang menggunakan hp kentang untuk menekuni hobiku ini.
Tiba tiba, rasanya ada yang menepuk belakangku. Aku langsung maju dan berbalik ke arahnya.
"A'arav!?" ujarku kaget melihat siapa yang menepuk pundakku.
"Rupanya sudah tau namaku?" ujar A'arav tersenyum lebar ke arahku.
'Bagaimana mungkin aku gak tau namamu, toh tadi lagi bahas kamu.' gumamku.
"Kamu bilang apa?" tanya A'arav.
"Gak ada kok." aku pun berjalan ke arah bunga mawar dan mulai membidik objek dengan kamera ponselku.
"Kamu suka photografis?" tanya A'arav sok akrab.
"Sedikit." jawabku singkat sambil berharap dia segera pergi meninggalkanku disini sendirian.
"Bener kata temen temenmu..." ujar A'arav terputus.
"Temen? bilang apa mereka?" tanyaku dan mulai mendesaknya.
"Gak ada, kenalin namaku A'arav." dia mengulurkan tangannya dan mulai mengembangkan senyum manisnya.
Aku hanya membalas senyumnya tanpa menyambut uluran tangannya.
"Aku sudah tau namamu." jawabku yang masih sibuk dengan keindahan tanaman di taman ini.
"Kok bisa?"
"Bisalah, kamu kan anggota baru yang sangat terkenal karena kamu cukup tampan." jawabku to the point.
Aku bukan tipe yang suka basa basi, aku lebih suka berterus terang ketimbang basa basi dan membuang waktu.
"Hehehe... Gak juga kok." jawabnya sambil menggaruk garuk kepalanya.
Aku berbalik dan tersenyum ke arahnya, dia tipe anak yang konyol tapi sangat kaku jika berhadapan denganku. Aku hanya ingin dia santai di hadapanku tanpa merasa kaku.
"Berapa usiamu?" tanyaku.
"17 tahun, kalo kamu?"
"Aku? 18 tahun." jawabku.
"Kita beda satu tahun."
"Iya, satu tahun." jawabku sambil tersenyum.
"Aku kira kamu lebih muda dariku."
"Mengejutkan bukan?" tanyaku.
"Hmm.. begitulah."
"Baiklah aku permisi duluan ya." pamitku.
"Tunggu..."
Aku berhenti dan menunggu langkah kaki nya yang semakin dekat ke arahku.
"Ada yang ingin ku tanyakan." ujar A'arav.
"Ya tanyakan saja."
"Boleh aku minta nomor ponselmu, mungkin nanti kalau mau pertemuan komunitas bisa datang bareng." ujarnya sambil menundukkan kepalanya.
"Apa kamu mau?"
"Ah.. Tidak kok." Dia langsung mendongakkan kepalanya dan menatap ke arahku.
"Mana ponselmu?" tanyaku.
"Hah!?" wajahnya nampak sangat bingung dengan pertanyaanku.
"Yasudah kalo gak mau." baru selangkah aku berjalan, tiba tiba dia memberikan ponselnya ke padaku.
Aku pun mengetik nomor ponselku dan menekan panggil.
"Ini nomormu?" tanyaku sambil menunjukkan ponselku ke arahnya.
Ia mengangguk dan tersenyum.
Aku sangat menyukai senyumannya itu, entah kenapa rasanya sejuk saat melihat senyumnya itu.
"Yasudah, aku pamit duluan ya."
"Iya, hati hati di jalan ya." jawabnya.
Kau tau, apa yang kurasa saat aku memberikan nomor ponselku padanya? Rasanya sangat senang, ini sangat membingungkan. Ini perasaan yang sangat aneh bagiku.
Tak terasa waktu sudah menjelang malam hari ini akan berakhir begitu saja, tapi ada yang berbeda hari ini. "Dia" yang membuat hidupku kini sedikit berbeda.
"Ressa." sapa Dini.
Oh iya, aku dan Dini teman satu kostan dan kami sangat akrab. Bahkan sudah seperti saudara kandung.
"Iya."
"Gimana tadi?" tanya Dini sedikit menggodaku.
"Apanya?" tanyaku.
"Ah.. Sudahlah." Dini melempar tubuhnya ke kasur tepat di sampingku.
"Kamu tau dia di belakangku?"
"Bagaiman gak tau, dia itu manusia dan nyata pasti aku bisa melihat dia dengan jelas." jawab Dini.
"Kamu suka dia?" tanyaku.
"Gaklah, jelas dia suka kamu. Gak akan aku menyukai apa yang sahabatku sukai." jawabnya.
"Kata siapa aku suka dia?"
"Aku sudah lama berteman denganmu, kamu bukan tipe cewek yang mudah kasih nomor ponsel ke orang lain apalagi itu cowok." jawab Dini sambil sibuk scroll beranda Facebook.
"Benarkah?"
"Aneh bukan?" tanya Dini.
"Tidak juga." jawabku mencoba menepis perkataan Dini.
"Jangan berpura pura, atau aku akan gelitikin kamu sampe kamu ngompol." ancam Dini.
"Awas aja kalo berani, gak ku bukain pintu nanti."
"Kamu lupa atau gimana?" tanya Dini langsung duduk menghadap ke arahku.
"Memangnya kenapa?" tanyaku.
"Kitakan punya kunci masing masing mamang." jawabnya sambil mentoyor kepalaku.
Aku hanya tertawa, aku mentertawakan kebodohanku yang lagi lagi terualang lagi. Aku selalu lupa kalo kami pegang kunci masing masing.
"Kumat pikunnya Nek?" tanya Dini.
"Jangan kurang ajar ya Cu." ledekku.
"Ampun Nek, Cucu gak mau kualat." jawab Dini sambil tertawa.
Lagi lagi Dia membuatku tertawa, ini alasan kenapa aku sangat dekat dengannya. Selain dari alasan kami sama sama perantau, ya ini. Dia gila dan bobrok membuatku nyaman saat dekatnya, sebanyak apapun masalahku dia dengan cepat menghilangkannya.
Aku rasa inilah yang di sebut sahabat, saling membantu dan melengkapi. Beruntung aku memiliki teman seperti dia, sangat bisa di andalkan dan mengayomi.
"BTW, kalo kamu jadian sama A'arav jangan lupa traktir aku yaaa." godanya lagi.
"Oke, tapi kamu yang bayarin ya." jawab ku.
"Itu namanya aku yang traktri kamu Nenek." jawab Dini dengan ekspresi kesalnya.
"Sabar, orang sabar di sayang tuhan."
"Di sayang tuhan itu nyeremin." jawab Dini.
"Lah, kenapa?" tanyaku.
"Kata orang, kalo ada yang meninggal pasti bilang yang meninggal itu di sayang tuhan makanya di cabut nyawanya cepat. Kan serem Nek." jawabnya dengan wajah serius.
Aku hanya menepuk jidatnya, bagaimana bisa dia bilang begitu. Benar benar sengklek otaknya.