Chereads / MARRY THE TWINS / Chapter 23 - A Pair of Eyes

Chapter 23 - A Pair of Eyes

"Jangan pernah mengganti parfummu!"

Kleiner menggertak Vyschella dan berhasil membuat istrinya mengerutkan kening. Wanita itu tidak pernah berpikir, mengapa sang suami berkata seperti itu tiba-tiba. Karena dirinya tidak pernah mengganti parfum sejak dulu.

Kleiner menoleh ke arah Vyschella yang terduduk sembari menutupi tubuhnya yang polos dengan selimut.

"Apa kau mendengar perintahku?"

Vyschella mengangguk dengan cepat. Namun, Kleiner tampak tidak suka dengan cara istrinya yang menjawab pertanyaan darinya hanya dengan satu kali anggukan kepala saja.

"Dan sekarang, kau pun tuna wicara!"

Setelah selesai mencaci maki istrinya, Kleiner keluar dari ruang tidur utama seraya membawa serta kemeja dan jasnya.

Brak!

Kleiner menutup pintu ruang tidur dengan kasar sehingga mengagetkan Vyschella yang sejak tadi terkejut dengan sikap suaminya.

Ada apa dengannya? Dan malam ini, dia akan tidur di mana? Mengapa dia tidak tidur bersamaku di kamar ini? batin Vyschella.

**

Sinar matahari pagi masuk ke ruang tidur utama mansion Kleiner melalui celah kaca jendela. Vyschella membuka kedua matanya perlahan dan mencium aroma maskulin yang segar khas sabun mandi pria.

Oh, rupanya dia sedang mandi! seru Vyschella dalam hati.

Vyschella beranjak dari ranjangnya dengan bertelanjang kaki menuju jendela yang panjang. Ia membuka gorden dengan tujuan membiarkan sinar matahari masuk dan membiarkan pertukaran udara berjalan dengan baik.

Tak tak tak!

"Kau sudah bangun?"

Vsychella membalikkan badannya ketika ia mendengar suara berat milik Kleiner menyapa dirinya di pagi hari seperti ini.

"Ya. Apakah kau akan kembali malam ini?"

"Mendengar pertanyaan mu, seolah kau tidak menginginkan kepulangan ku!"

Kleiner mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil yang berada di tangannya.

"Bukan begitu!"

Vyschella buru-buru menyangkal tuduhan Kleiner yang tidak mendasar. Wanita itu menarik napas dalam-dalam dan melanjutkan perkataannya dalam satu hembusan napas.

"Kau sendiri yang bilang bahwa kau tidak menginzinkan aku tidur sebelum kau kembali, bukan?"

"Tentu saja."

Kleiner menyemprotkan parfum ke tubuhnya dan aromanya pun segera memenuhi ruangan.

"Kemari dan pasangkan dasi!"

Ah?! Bagaimana ini?! Aku bahkan tidak pernah belajar bagaimana cara memasang dasi pria! keluh Vyschella dalam hati.

"Apa kau mendengar aku? Aku tidak suka mengulangi perkataan yang sama, Cyra!"

Vyschella berjalan mendekat dengan takut-takut. Ia menundukkan kepalanya.

"Tapi, aーaku ...."

"Cepat pasangkan dasi!"

Vyschella meraih dasi dari tangan Kleiner dan memasangkannya di leher pria itu. Ia mencoba mengutak-atik dasi hitam tanpa corak milik suaminya dengan tatapan bingung.

"Mengapa lama sekali? Aku bisa terlambat bekerja karena kamu, Cyra!"

Vyschella mundur beberapa langkah. Ia menatap hasil pekerjaannya dengan rasa tidak puas.

"Maーmaaf."

Maaf, adalah satu kata yang terlintas di benak Vyschella saat ini. Ia tidak tahu lagi apa yang pantas diucapkan olehnya selain permintaan maaf karena telah membuat sang suami merasa tidak puas.

"Apa ini, Cyra? Kau akan mempermalukan aku!"

Kleiner menatap pantulan dirinya di cermin besar samping ranjang. Ia tidak percaya bahwa masih ada wanita yang telah bersuami tidak mengerti cara memasang dasi dengan benar.

"Aーaku sudah meminta maaf padamu, Kley."

"Yang benar saja! Mengapa kau tidak bisa memasang dasi pria?!"

Vyschella menatap Kleiner dan mengangguk lemah.

"Ya, benar. Aku tidak bisa memasang dasi."

"Apa kau tidak pernah memasangkan dasi Papamu?"

Deg deg deg!

Jantung Vyschella melemah seketika mendengar Kleiner menyebut pria yang sangat dikenalnya sejak kecil.

"Aーaku tidak ...."

"Seharusnya kau berkata sejak awal agar tidak membuang waktuku!"

Kleiner menatap sang istri sejenak lalu membenarkan dasinya kemudian meraih jasnya dan beranjak menuju pintu ruang tidur.

Brak!

Kleiner pergi dengan membawa rasa kecewa bersamanya. Begitu pun dengan Vyschella yang semula ingin mengutarakan niatnya untuk meminta sejumlah uang untuk sang ayah, kini harus mengurungkan niatnya tersebut.

**

Byur byur byur!

Suara air yang tenang di kamar mandi, tetapi tidak setenang hati Vyschella saat ini. Oh, kapan wanita itu merasakan hati yang tenang? Hampir tidak pernah di sepanjang hidupnya.

"Apa yang harus kukatakan kepada Papa bahwa aku tidak mendapatkan sepeserpun uang yang Beliau inginkan?"

Vyschella membersihkan dirinya sambil memikirkan rencana selanjutnya. Ia tahu, Drake akan melakukan apapun agar tujuannya tercapai.

"Papa akan murka dan menghabisi nyawa Nenek jika aku tidak segera memberikan uang itu!"

Ceklek!

Vyschella membuka pintu kamar mandi dengan perlahan. Ia melangkahkan kakinya hendak memasuki ruang ganti yang berada tidak jauh dari kamar mandi.

"Eh? Apa itu?"

Sebuah amplop coklat menyita perhatian Vyschella. Wanita itu pun mengurungkan niatnya dan segera mendekati meja kecil tempat di mana amplop coklat itu berada.

"Bholsoi Teater?!"

Vyschella membelalakkan kedua matanya menatap tulisan di amplop coklat itu. Ia membuka dengan perlahan dengan kedua tangan yang gemetaran.

"Oh God, apa yang berada di dalam amplop ini? Bolshoi Ballet Swan Lake."

Kedua mata indah Vyschella terpukau ketika membaca tulisan yang tertera di secarik kertas yang telah ia keluarkan dari dalam amplop tersebut.

"Apakah Kley akan pergi menonton pertunjukan balet di sana? Apakah dia akan mengajakku pergi bersamanya?"

Vyschella melihat dua buah tiket dan buku panduan di tangannya. Ia membuka buku panduan itu dan segera membacanya.

"Wow, amazing! Aku sangat ingin menonton pertunjukan balet di sana secara langsung."

Vyschella memasukkan kembali dua buah tiket balet tadi ke amplop coklat dan membawa buku panduan bersamanya menuju ruang ganti.

"Ah, di mana ponselku?"

Vyschella berbalik menuju ranjang guna mencari-cari ponselnya. Setelah menemukan benda canggih itu, ia pun segera membuka pemutar musik pada fitur ponselnya sambil berjalan menuju ruang ganti.

Dalam sekejap, suasana hati wanita berdarah Inggris-Indonesia ini berubah senang. Ia menemukan dirinya yang telah lama hilang.

"Nah, ayo mulai, Cia!"

Vyschella sangat bersemangat di pagi hari ini. Ia meletakkan ponselnya di atas meja putih kecil lalu memutar lagu pengiring Swan Lake. Ia mulai berjinjit dan meregangkan kedua tangannya mengikuti irama musik tersebut.

"Oh Tuhan, bahagianya aku hanya dengan melakukan hal-hal menyenangkan seperti ini!"

Vyschella teringat saat dirinya tampil terakhir kali di teater Royal Balet yang berada di London, Inggris. Walau bagaimanapun, balet adalah hidupnya. Ia akan merasakan hidup bebas tanpa beban saat dirinya menari balet.

Senyum manis wanita dua puluh satu tahun ini tidak pernah hilang dari bibirnya. Wajahnya berseri-seri menampakkan kecantikan yang sesungguhnya.

"Tuhan, semoga aku selalu melewati hari-hari baik seperti ini!"

Vyschella tidak menyadari ada sepasang mata menatapnya dari depan pintu ruang ganti. Sepasang mata itu tidak ingin mengalihkan pandangannya dari wanita yang sedang berbahagia.

"Ternyata kau bisa tersenyum juga, Cia! Mengapa kau menyembunyikan senyummu yang cantik itu? Kau bahkan lebih cantik dari apapun di dunia ini!"