Seorang pria tampan dengan bentuk tubuh sempurna pujaan kaum wanita terlihat gagah ketika memakai setelan tuxedo putih. Yes, today is a big day! Karena bagaimana tidak, hari ini merupakan hari yang sudah pria itu tunggu-tunggu selama lima tahun belakangan ini.
"Perfect!"
Pria tampan itu pun berseru ketika melihat pantulan dirinya di cermin besar, tepat di ruang ganti pengantin pria.
"Perfect! Anda terlihat sangat tampan, Tuan."
Sang penata rias pun memuji ketampanan calon pengantin pria itu.
Kleiner Rutherford Stonevrustarios, adalah seorang pewaris tunggal perusahaan keluarga yang bergerak di bidang perhotelan, kasino dan fashion. Bisnisnya tidak hanya sukses di dalam negeri, tetapi merambah dari benua Eropa hingga Asia.
Hari ini, tepatnya jatuh pada tanggal 14 September, Kleiner akan menikahi seorang wanita pujaan hatinya yang telah ia jaga dalam ikatan pertunangan selama lima tahun.
**
Rutherford Hotel yang berlokasi di ibukota Inggris akan menjadi saksi pernikahan sang pewaris keluarga Stonevrustarios siang ini. Rambut hitamnya tersisir rapi dan kini, ia sudah berdiri di depan ruang rias pengantin wanita.
Dengan wajah berseri-seri, pria yang kini berusia dua puluh tujuh tahun itu memegang gagang pintu ruang rias pengantin wanita. Ia hendak membuka pintu tersebut, tetapi dengan cepat ia pun mengurungkan niatnya ketika mendengar suara gaduh dari dalam ruangan tersebut.
"Cia! Berhentilah menangis!"
Terdengar suara teriakan seorang wanita paruh baya yang mengenakan gaun merah maroon terbaik di sepanjang hidupnya, Villiana Deslivear Demougust atau yang biasa disapa Lily.
"Karena itu hanya akan merusak riasan wajahmu yang kusam itu!"
Kleiner sibuk mendengarkan seorang wanita yang sedang berteriak dan memaki seseorang, tetapi entah siapa yang sedang dimaki oleh wanita itu. Samar-samar ia pun mulai mendengar teriakan yang memekakkan gendang telinga bagi siapapun yang mendengarnya.
"Cukup, Ma. Apakah pengorbanan ku ini tidak membuat Mama dan Papa puas?"
Vyschella Ciara Demougust bertanya pada ibu yang sudah melahirkannya dengan suara bergetar.
"Aku pun tidak menginginkan pernikahan ini!"
Air mata gadis dua puluh satu tahun itu pun mengalir deras di kedua pipinya yang kemerahan.
"Cyra jauh lebih cantik dan pintar darimu! Tentu saja ... kau tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan dirinya!" hardik Villiana.
"Ya, aku memang tidak sebanding dengannya, tapi setidaknya ... aku tidak mencoreng nama baik keluarga di depan umum!"
Vyschella berseru membela dirinya dengan kedua matanya yang sembab dan tidak terlihat adanya pancaran kehidupan di kedua matanya itu.
"Apa kau bilang?!"
Villiana pun naik pitam. Dengan wajah memerah, tangan kanannya sudah melayang di udara dan siap untuk mendarat di pipi anak kedua keluarga Demougust. Namun, hal yang tidak terduga pun terjadi.
Brak!
Seseorang membuka pintu ruang rias dengan kasar, siapa lagi kalau bukan Kleiner.
"TuーTuan Kley!"
Villiana gugup, raut wajahnya berubah lembut dan tegang ketika melihat sosok itu masuk ke ruang rias. Ia segera menarik dan menyembunyikan tangannya tadi. Ia mendekatkan mulutnya ke telinga anak keduanya.
"Cia, cepat sembunyikan wajahmu dan hapus air mata busukmu itu!"
"Apakah pengantin wanita saya sudah siap?"
Kleiner bertanya dengan sorot mata menyapu seluruh ruangan dan ia pun mendapatkan sesuatu yang menarik dan membuatnya penasaran sejak tadi.
"Seーsebentar lagi, Tuan muda."
Villiana menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Kleiner sembari menutupi badan Vyschella agar tidak terlihat oleh Kleiner. Entah apakah Villiana lupa atau memang bodoh? Karena pantulan diri Vyschella terlihat di cermin besar, tempat Kleiner berdiri menatap sosok cantik itu.
"Baiklah, saya akan menunggu."
Kleiner meraih kursi yang berada di dekatnya. Ia duduk dengan tenang sambil terus menatap ke arah cermin.
Villiana bertambah gugup ketika Kleiner mengucapkan kalimat terakhir. Ia berjalan mendekati sosok pujian kaum hawa sejagad negeri ini dan mencoba untuk mengusirnya dari ruang rias pengantin wanita bagaimanapun caranya.
"TuーTuan muda, tidak baik jika sepasang calon pengantin bertemu. Sebaiknya Anda menunggu di ruang tunggu saja!"
Villiana berusaha meyakinkan Kleiner. Ia harus mampu membawa Kleiner pergi dari ruangan ini atau rencananya akan gagal total.
"Oh, oke."
Kleiner pasrah terhadap perlakuan Villiana, tetapi tidak pasrah begitu saja saat ia melihat sosok wanita cantik yang berbeda yang akan menikah dengannya sebentar lagi.
"Sampai bertemu di altar, Ra."
Kleiner berpura-pura tidak mengetahui rencana keluarga Demougust. Dan, tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut Vyschella.
**
Villiana membawa Kleiner pergi ke ruang tunggu dengan langkah cepat. Jantungnya seakan ingin terlepas dari tempatnya.
"Silakan, Tuan muda!"
Ceklek!
Villiana membuka pintu dengan sangat hati-hati. Ia berjalan mengikuti Kleiner ke dalam ruang tunggu yang berada tepat di sebelah ruang rias pengantin wanita.
"Tuan muda, maafkan sikap saya barusan. Tapi memang tidak baik, jika kalian berdua saling bertemu satu sama lain,"
Villiana menjelaskan dengan sangat berhati-hati agar sang tuan muda tidak tersinggung. Ia memasang raut wajah empati sebagai topengnya kali ini.
"Pergilah dan bawa Cyra ke hadapan saya di altar nanti, saya sudah tidak sabar!"
Kleiner memerintahkan Villiana dengan tenang.
"Ya, Tuan muda."
"Hmm, Nyonya Lily, apa tidak ada yang ingin Anda bicarakan kepada saya?"
Kleiner mencoba menguak kejahatan keluarga Demougust terhadap dirinya.
Villiana merasa dirinya terancam, ia pun segera menggeleng.
"Tidak, Tuan. Tidak ada yang perlu saya bicarakan dengan Anda saat ini."
"Bagus, saya berharap untuk ke depannya, tidak ada lagi momen-momen seperti ini!"
Kleiner mengancam Villiana. Kedua mata tajamnya melirik Villiana dan mendapatkan tubuh wanita itu bergetar.
Villiana bimbang dan ketakutan. Kini, ia hanya bisa mengangguk pelan.
"Ya, saya permisi, Tuan."
**
Sepuluh menit berlalu sejak kepergian Villiana dari ruang tunggu. Saat ini, orang-orang dari pihak pengantin pria sedang sibuk. Bukan sibuk mempersiapkan acara besar hari ini, tetapi sibuk mencari pengantin wanita yang kabur di hari pernikahan mereka yaitu Villearisa Cyra Demougust.
"Oscar, apa ada progres?"
Kleiner bertanya kepada asistennya dengan ketus sambil mengembuskan asap rokok ke udara. Ia menatap ke luar jendela ruang tunggu dan berharap orang-orang suruhannya menemukan keberadaan Villearisa.
"Belum, Tuan. Para detektif sedang menelusuri setiap halte bus, stasiun hingga bandar udara di kota ini."
Sang asisten yang sudah mengabdi kepada Kleiner lebih dari sepuluh tahun terakhir iniーOscarーmencoba menjelaskan duduk perkara hal ini kepada Kleiner.
"Temukan dia hidup-hidup!"
Kleiner memerintahkannya sambil melirik sang asisten.
"Ya, Tuan."
Oscar menjawab dengan sedikit takut. Takut jika tuannya benar-benar akan memecatnya karena belum menemukan sang tunangan.
"Mari, Tuan. Sudah saatnya!"
"Ya," sahut Kleiner.
Mereka berjalan ke luar menuju altar yang sudah dihias sedemikian rupa. Suasana syahdu menyelimuti ruangan itu. Semua orang terlihat cemas menantikan ikrar suci pasangan yang akan sah sebentar lagi.
Kini, Kleiner berdiri di hadapan pendeta yang akan menikahkan dirinya dengan seseorang pengantin wanita pengganti.
Ceklek!
Masuklah pengantin wanita bersama dengan sang ayahーDrake Carrington Demougust. Mereka berjalan pelan diiringi oleh sekumpulan pengiring pengantin. Semua pasang mata tertuju pada pengantin wanita yang terlihat sangat cantik memesona.
Deg deg deg!
Detak jantung Kleiner bertambah cepat seiiring langkah pengantin wanita yang mulai mendekat padanya. Ia bisa melihat dan membedakan dengan jelas, siapa pengantin wanita yang akan ia nikahi dan ia tahu bahwa semua orang yang berada di sini telah tertipu oleh keluarga Demougust.
"Kembar tapi tak sama," ucap Kleiner pelan nyaris tak terdengar. "Mungkin mereka pikir, saya buta!"
Kleiner mengulurkan tangan kanannya kepada Vyschella dan wanita yang akan menjadi istrinya tersebut pun menyambut uluran tangannya. Kleiner terus menatap Vyschella tanpa berkedip. Cantik, puji Kleiner dalam benaknya. Lebih cantik dari batu permata manapun, pujinya lagi.
Tanpa disadari, Vyschella pun menatap Kleiner lekat-lekat sebelum akhirnya wanita itu tertunduk malu.
Dengan wajah datar dan suara yang berat, Kleiner mengucapkan janji setia sehidup semati dan begitu pun sebaliknya. Kleiner tahu, bahwa wanita di sampingnya itu sedang menangis, tetapi ia tetap memasangkan cincin berlian di jari manis kanannya.
Para tamu berbaris untuk mengucapkan selamat kepada pasangan pengantin yang baru saja melewati masa mendebarkan yaitu mengucapkan sumpah setia. Senyum palsu pun terlihat di bibir keduanya.
"Congratulation, Cyra!"
Para sahabat, entah itu sahabat Villearisa maupun sahabat Kleiner, saling bergantian memberikan ucapan selamat kepada mempelai wanita.
"Thank you."
Vyschella membalas ucapan para sahabat dengan sedikit senyum. Gugup dan bingung, itulah yang dirasakan olehnya saat ini.
Kleiner tidak pernah melepaskan pandangannya dari Vyschella yang menurutnya lebih cantik jika dibandingkan dengan tunangannya, Villearisa. Kenapa saya mikir yang aneh-aneh, sih? Jelas-jelas wanita saya hanya Cyra! hujatnya pada diri sendiri.
**
Kleiner pergi meninggalkan Vyschella seorang diri di acara resepsi pernikahan mereka. Sejak beberapa teman dekat mereka mengucapkan selamat, ia menghilang begitu saja hingga acara berakhir dengan kesedihan yang mendalam bagi Vyschella.
"Tuan muda?"
Oscar berdiri di samping tuannya sambil sedikit membungkuk.
"Ada apa? Apa acara gila yang membosankan itu sudah selesai?"
"Benar, para tamu sudah pergi dan acara pun sudah selesai. Lalu, apa Anda ingin menemui Nona Cia sekarang?"
"Jangan gila, Oscar! Saya tidak cinta dia!"
Kleiner tidak berhenti berteriak menyalahkan asistennya sambil menenggak anggur terakhir yang sudah ia pegang di tangannya.
"Maaf, Tuan muda karena bagaimanapun, Nona Cia merupakan istri sah Anda, hitam di atas putih," ujar Oscar berusaha menyadarkan tuannya.
Kepala Kleiner mulai terasa pusing, bukan pusing karena permasalahan hidup yang datang silih berganti namun pusing karena masih teringat akan pesona kecantikan yang dimiliki oleh Vyschella tadi.
"Siapa namanya?"
"Vyschella Ciara Demougust," jawab Oscar tegas.
"Siapa nama panggilannya?"
Kleiner memijit pelan dahinya. Ia mulai merasakan efek alkohol pada dirinya.
"Nona Cia," jawab Oscar lagi.
"Siapa mantan pacarnya?"
"Hmm, tidak ada, Tuan muda."
"Hah? Apa? Maksudmu, dia belum pernah menjalin hubungan dengan pria lain sama sekali?"
"Benar, itulah sebagian data yang saya terima dari para detektif kita."
"Lalu, bagaimana dengan data lainnya?"
"Saya sudah mengirimkannya sepuluh menit yang lalu ke tab Anda, Tuan," jelas Oscar dengan penuh kesabaran.
"Oh ya? Saya belum buka."
Kleiner tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Oscar. Ia meraih tab yang diletakkan di atas meja, tepat di samping botol anggur yang telah kosong. Dengan cekatan, ia membuka tab miliknya dan kedua matanya mulai membaca tulisan demi tulisan yang terdapat di sana.
Kedua matanya tertuju pada satu kalimat dan membulat dengan sempurna.
"Oscar?"
"Ya, Tuan muda?"