Masih mengatur napas yang tersengal-sengal. Setelah menunggu tiga menit akhirnya Eza sampai. Eza Segara mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi.
Rina sangat tegang dan berpegangan sangat erat. "Ada mobil yang mengikuti kita Kak," ujar Rina merasa tidak tenang.
Drettt.
Drettt.
"Buka ponselku dan angkat telepon itu," pinta Eza, Rina pun segera mengangkat.
"Kamu sudah main-main Mas. Aku tidak akan membiarkanmu hidup. Aku terus akan mengejarmu sampai aku mendapatkan warisan peninggalan ibu itu. Aku tidak menyangka kamu serakah. Gara-gara kamu pergi ke Bandung akhirnya Intan juga meninggalkanku."
"Aku tahunya kalian di Korea. Bukan urusanku lagi itu. Aku sudah tidak menginginkan Intan. Aku sengaja melakukan itu agar Intan tahu perasaan bagaimana sakitnya dikhianati. Aku tidak akan memberikan warisan ibu dengan percuma. Lebih baik aku mati, tapi warisan itu aku berikan ke panti asuhan daripada aku berikan kepadamu!"