Di sana perasaan Sofil masih tidak karuan. Dia belum mendapatkan ketenangan. Masih menangis sendu di atas bahu sang istri. Keberadaan Ainun adalah penyembuh laranya.
"Ehkmmm." Suara itu datang dari arah belakang, kedua insan itu segera menaikkan kepala dan berusaha biasa saja. Sofil masih menahan tangisnya. Dia sama sekali tidak mengerti dengan keperihan yang yang melanda hatinya. "Apakah pantas? Kalian putra-putri kyai tapi mengumbar kemesraan di depan umum. Seharusnya kalian malu. Terlebih kamu Ainun. Di mana harga dirimu." Mendengar ucapan Adimas. Sofil menatapnya.
"Jadi apa yang Bapak minta kenapa aku disuruh datang kemari. Kemesraan milik kami. Maaf saja kalau Bapak, tidak suka karena ini ruangan Bapak. Mohon jangan basa-basi apa yang bapak inginkan dari pertemuan ini?" tanya Ainun sangat tegas. Adimas tersenyum.
"Jangan marah-marah dulu Ainun silahkan duduk. Oh ya, mohon maaf kamu bukan pekerja di sini jadi mohon keluar," titah Adimas dengan bahasanya yang mengusir Sofil.