"Aku ingin mendengar," kata Aqila. Bara segera mengalihkan pandangannya.
"Surat ini dari aku, seorang perempuan yang terpenjara di rumahnya, seorang perempuan yang sepanjang hari hanya duduk-duduk sambil termenung di rumah. Untukmu duhai kekasihku. Apa kabarmu, sayang? Bagaimana hari-harimu, dengan siapakah engkau menjalani jam demi jam dalam hidupmu di lembah dan di gunung itu. Aku kira engkau lebih bahagia daripada aku. Engkau bisa bebas pergi ke mana saja, dengan siapa saja dan bisa makan apa saja, sedangkan aku? Ketahuilah kekasihku, aku tak bisa berbuat apa-apa, kecuali hanya menunggu hari demi hari tanpa jiwa, sambil terus mengingatmu dan merinduimu. Hatiku hampa.