Masih terbelenggu rasa bersalah, Aqila tidak bisa tenang, gadis ini duduk di teras, sesekali dia bangun dan berjalan mondar-mandir kesana kemari, sambil melihat ke arah gerbang. Dia memberanikan diri untuk menghubungi Bara, entah di mana pria itu berada, tepatnya tiga hari setelah Aqila berbuat ulah dia tidak pulang sama sekali, dan saat Aqila menelpon atau mengirim chat hanya dilihat saja.
"Apa dia memang anggota BIN (Badan Intelijen Negara)? Ini rasa bersalah? Atau rasa nano-nano?" gumamnya. Dia menghela napas dan menatap layar ponselnya.
Swetf-Swetf!
Siulan dari depan gerbang, Aqila segera masuk karena tidak aman.
"Kak Gibran ... cepat pulang," gumamnya yang lalu menutup pintu dan menguncinya. Dia duduk di depan televisi namun menyalakan musik di ponselnya.
Air mata berlinang. "Sangat mudah membuat orang percaya, dan sangat mudah membuat orang kecewa karena sangking percayanya." Aqila berbaring dengan hati yang nyeri. Air matanya berlinang.