Malam itu hujan angin. Rina yang hanya sendiri di rumahnya, terus menenangkan Alif yang sedikit rewel.
"Bunda ...."
Lidah jadwalnya memanggil Rina seperti itu. Awalnya Rina tidak menduga, dia menatap Alif dengan kurang berpercaya.
"Bunda." Alif mengulanginya sampai beberapa kali. Air mata bahagia jatuh membasahi pipi Rina. Sangat bahagia ketika Rina mendengar panggilan itu dari Alif walaupun Alif bukan putra kandungnya. Alif memanggilnya dengan cepat dan menatapnya penuh kasih sayang. Rina segera menciumi pipi Alif.
Di dalam kesedihannya dan kemeranaannya, hanya Alif penghibur laranya saat ini.
Hari demi hari dilalui Rina dengan penuh ujian, tidak sedikit tetangga yang terus membincangkan nya. Namun Rina harus belajar menjadi ubi kayu. Dia tidak mendengarkan mereka yang terus menghina Rina. Walaupun menyakitkan dia berusaha menganggap itu semua hanyalah angin yang cepat berlalu.
***
