Malam semakin dingin, angin berhembus syahdu. Kedua insan masih berada di tempat duduknya. Mengamati Diana yang sangat memperhatikan bocah jalanan itu.
"Terima kasih Kak." bocah itu pergi dengan membawa bungkusan yang diberikan oleh Diana. Diana terus menatap, hingga tak terlihat lagi dari pandangannya.
"Aku tidak menyangka kamu sangat peduli," ujar Gibran. Diana tidak berkata, dia hanya tersenyum kemudian makan.
'Kehidupanku dulu sangat parah, hingga pada akhirnya Mas Alfito menemukan titik kesuksesan. Belajar sabar dan terus ikhtiar tidak putus asa walaupun banyak rintangan. Masa pahit pelajaran di masa depan,' batin Diana yang kemudian menaikkan wajahnya untuk menahan tangis.
"Ngapain tadi pagi di rumah sakit?" tanya Gibran memecah keheningan.
"Oh ... jadi tadi pagi kamu. Pantas saja aku merasa mengenali tapi lupa."
"Kamu ini benar-benar tidak mengenal aku? Aku kan yang terkeren sekampus?" Gibran bertanya dengan nada kepedeannya.