Mungkin harus menerima sebuah kenyataan pahit. Gibran pulang dengan wajah yang sangat lesuh. Aqila melihat kehancuran Gibran.
Gibran masuk ke kamarnya dan menutup pintu. Duduk lemas bersandar di pintu. Meremat kepalanya. Air matanya kembali jatuh. Teringat ketika berbincang-bincang bersama kakak sepupunya yang kini tidak tahu entah di mana keberadaannya.
Dia terpukul karena dia tidak waspada padahal Diana sudah memperingatkan.
"Andai aku bisa menemukan mu mungkin rasa bersalahku tidak separah ini Mas. Hik hiks. Ada janin di dalam perut istrimu ... hik hik hiks. Est ... Aku berjanji aku akan melindungi Mbak Rina dari siapa pun. Aku akan melindungi Mbak Rina dari Mas Dirga. Hik hiks est ... Ya Allah ampuni hamba."
"Kak ... Kakak ... Kak ...." Aqila mengetuk pintu kamar Gibran. Gibran berdiri mengusap air matanya kemudian membuka pintu. Aqila tidak berkata apa pun dengan menyembunyikan tangisnya dia memeluk Gibran.
"Hik hik hiks. Jangan merasa bersalah."