Gibran menyalakan televisi. Eza bersandar di punggung sofa lalu memejamkan mata. Terlihat keresahan dari raut wajahnya.
"Tidur malah mimpi buruk, hanya berapa menit ... lo ... rasanya malah makin pusing, ya Allah ...." keluh Eza.
"Mbak Rina ... Mas Eza mau dipijit," ujar Gibran.
"Aku tidak biasa dipijit." Kilah Eza menolak.
"Sentuhan istri itu mengandung sentrum magic, yang lasti akan membuat Mas nyaman ... serasa dunia milik berdua." Gibran berbicara lebay. Eza mengusap wajahnya.
"Kayak kamu sudah punya istri saja."
"Ya kan, firman Allah pasti. Diciptakanlah seorang wanita ... lupa terusannya. Yang penting penentram bagi kaum Adam," ujar Gibran. Rina menghampiri suaminya.
"Nanti saja di kamar," ujar Eza. Rina kembali ke dapur. Gibran menahan tawa lalu fokus pada televisi.