"Cukup ya untuk belajar hari ini. Kita akan bertemu lagi hari Sabtu." Bu Ratih membereskan bukunya. Meskipun berarti menjelaskan dengan sangat gamblang dan juga sabar, Tania masih juga belum mengerti. Tetapi ya sudahlah, yang penting dia mau berusaha.
"Iya, Bu. Terima kasih ya sudah mau mengajari Tania."
"Ibu yang harus terima kasih karena diberi kesempatan untuk mengajar kamu. Aku baru tahu kalau kamu itu anaknya Pak Toni. Ya udah, kalau begitu ibu pulang dulu ya? Tetap semangat belajarnya."
"Iya, Bu." Di hadapan bu Ratih dan ia tampak begitu sopan. Tidak kelihatan slengekan dan pecicilannya. Ya, meskipun beberapa bulan terakhir ini keceriaan, slengekan dan pecicilan Tania memang sudah jauh banyak berkurang. Bukan karena dia menjadi lebih dewasa, tetapi karena patah hatinya yang tidak berkesudahan membuat dia lebih murung.
