Chereads / Maaf, Aku Mencintainya / Chapter 28 - Ada yang Hilang, ketika Tania Diam

Chapter 28 - Ada yang Hilang, ketika Tania Diam

"Tenang saja, aku sama Tania hanya sebatas teman, kita sama sekali tidak memiliki hubungan yang lebih. Kamu tak perlu khawatir, dari dulu tetap kamu yang tercantik di hatiku."

Pagi itu Belva sedang memakai sepatu sambil berbicara dengan seseorang di telepon. Di telinga kanannya terpasang headset yang sudah terhubung dengan handphonenya. semua yang mendengar pasti tahu bahwa itu telepon dari Cantika. Tania yang saat itu juga sedang memakai sepatu, langsung menghentikan aktivitasnya ketika mendengar ucapan Belva.

Tania tahu, pasti Cantika marah dan cemburu mengetahui Tania yang menginap di rumah Belva. Hal itu tidak dapat dipungkiri. Jika Tania menjadi Cantika, pasti dia juga akan melakukan hal yang sama.

"Kamu percaya kan sama aku? Kamu tahu sendiri aku sangat tidak suka sama gadis yang ceroboh serta tidak rapi. Mana mungkin aku bisa menyukai Tania. Dia itu ceroboh, nggak rapi, suka malu-maluin di tempat umum, dan payah dalam belajar kecuali bahasa Inggris. Jadi kamu jangan pernah berfikir kalau aku ada apa-apa sama Tania. Aku hanya kasihan saja sama dia dan merasa bersalah. Itu saja. Sudah, Jangan berpikir yang macam-macam. Aku berangkat dulu ya? Sampai jumpa nanti di sekolah."

Mendengar ucapan Belva, hati Tania langsung terasa bergemuruh. bukannya dia sudah tahu dari awal kalau Belva memang tidak menyukainya, bukannya Tania sudah mengerti dari dulu kalau Belva memang tidak suka cewek ceroboh sepertinya? Tetapi kenapa rasanya masih sakit ketika dia mendengar langsung dari mulut Belva. Mungkin jika kata-kata itu dilontarkan oleh orang lain, Tania tidak akan masalah. Tapi kata-kata itu dikatakan orang yang disukainya, orang yang dia anggap care terhadapnya. Tapi ternyata selama ini dia hanya ke-gr-an. Tania menunduk, memandang sepatu pantofel hitamnya dengan mata nanar.

'Aku fikir, aku tetap bisa bahagia meskipun Aku menyukai pacar sahabatku sendiri. Aku pikir aku masih bisa bahagia dan menciptakan kebahagiaan ku sendiri dengan cara yang biasa aku lakukan. Ternyata aku salah. Ternyata aku juga merasakan sakit, ketika mengetahui fakta bahwa laki-laki yang aku sukai menganggapku tidak berharga.'

"Iya, nanti aku antar kamu pulang. Tania biar dijemput sama Kak Doni. Iya, hati-hati ya?"

Klik. Sambungan telepon mereka telah terputus. Setelah bilva selesai memakai sepatu, Dia segera mengambil tas yang ada di sampingnya dan memakai di punggungnya.

"Ayo berangkat!"

Tania hanya mengangguk masih dalam keadaan menunduk. Dia belum ingin mengangkat kepalanya, karena pasti akan terlihat matanya yang berkaca-kaca.

Pagi itu Tania berangkat sekolah bersama. Untung seragam sekolahnya masih sama dengan yang dipakai kemarin. Jadi Tania tidak perlu pulang terlebih dahulu.

Setelah berpamitan dengan Bu Hanum, Belva segera melajukan motornya menuju ke sekolah. Hampir sudah separuh perjalanan, mereka hanya diam. Tak ada satupun dari mereka yang mengucapkan sepatah kata.

"Kamu kenapa nggak bawel?" Belva memecah keheningan. Dia melajukan motornya pelan-pelan, jadi suaranya masih terdengar sampai di belakang.

"Bukannya Kak Deva enggak suka sama cewek yang bawel?"

Hanya itu yang diucapkan oleh Tania. Meskipun sebenarnya bukan itu alasan Tania terdiam, tetapi karena dia sedang berperang melawan hatinya sendiri.

Haruskah dia terus dekat dengan Belva, meskipun faktanya mereka tidak bisa bersama sebagai sepasang kekasih, atau dia harus pergi. Pergi untuk tidak mendekati Belva lagi. Kaena ternyata cukup sakit mencintai orang yang tidak mencintai kita.

Entah kenapa baru sekarang Tania menyadarinya. Apa mungkin karena rasa itu sekarang sudah semakin dalam?

"Bukannya kamu tidak pernah peduli dengan pendapat orang lain? Bukannya Tania selalu melakukan apa saja yang dia suka."

"Ternyata melakukan apa yang kita suka, tidak selamanya bisa membuat kita bahagia. Mungkin, adakalanya kita sadar diri tentang siapa diri kita sebenarnya, supaya tidak sakit hati di kemudian hari."

"Kamu ngomong apa sih, rambutan! Ngelantur gak jelas."

"Nggak apa-apa. Kak Belva juga nggak akan tahu. Kak Belva juga tidak akan peduli kan?"

Saat itu, Tania tidak melingkarkan tangannya di pinggang Belva seperti biasanya. Gadis itu juga lebih banyak diam. Belva menyadari ada yang aneh dari Tania. Dia juga tidak ceria dan tidak teriak-teriak seperti biasanya.

"Kamu kenapa sih, aneh sekali hari ini." Ternyata Belva kurang nyaman dengan Tania yang pendiam seperti itu.

"Nggak apa-apa." Tania menjawab dengan padat,jelas dan dengan nada datar, yang membuat Belva semakin yakin kalau Tania memang sedang tidak baik-baik saja.

Tidak lama setelah itu, mereka sudah sampai di sekolah. Tania segera turun dari motor Belva, melepas helm dengan buru-buru, dan setelah itu meletakkannya di atas setang motor Belva.

"Tumben bisa buka helm sendiri?" tanya Belva. Karena biasanya Tania selalu mencuri kesempatan agar bisa dekat-dekat dengan Belva dengan cara memintanya untuk membukakan belt helm meskipun dia bisa membukanya sendiri.

"Udah bisa kok, Kak." Tania menjawabnya dengan datar, persis seperti murid-murid normal lainnya, bukan seperti Tania yang ajaib yang biasa Belva kenal.

"Kamu kenapa sih, rambutan! Aneh banget pagi ini. Aneeeeh banget. Ketempelan apa kamu?"

"Nggak kenapa-kenapa. Aku ke kelas dulu ya, kak Belva." Tania segera bersiap untuk beranjak, namun tangannya ditahan oleh Belva.

"Kamu nggak mau bareng aku? Nggak mau aku antar ke kelas? Biasanya kamu mencari 1001 cara agar aku antarkan ke kelas."

"Aku punya kaki sendiri. Bye kak Belva!" Tania kembali pura-pura ceria, melepaskan lengannya yang digenggam oleh Belva. Lalu segera menuju ke kelasnya.

Meskipun itu sulit, tetapi Tania harus begitu. Rasanya masih sakit mendengar ucapan Belva ke Cantika tadi pagi.

'Kenapa sih anak itu? Apa aku ada salah? Tapi kenapa seperti ada yang hilang ya ketika Tania tidak lagi bawel, kenapa seperti terasa ada yang tidak utuh ketika Tania tidak merengek minta aku untuk melakukan ini itu?'

Belva masih mematung di tempatnya, masih memikirkan Tania yang sangat berbeda hari ini.

Sementara Tania, segera masuk ke kelasnya dengan hati yang masih terluka karena ucapan Belva. Apakah Belva sama sekali tidak sadar kalau ucapannya itu benar-benar melukai Tania?

"Hai Cantik, tumben pagi-pagi kamu sudah sampai?" sapa Tania begitu dia sampai di kelas dan di bangkunya.

Cantika hanya tersenyum yang terlihat tidak ikhlas dan tidak balas menyapa seperti biasanya.

"Kamu kenapa? Lesu banget enggak seperti biasanya."

"Tan, aku pindah duduk sama Sari ya? Bosen duduk di depan terus. Kebetulan Sari duduk sendirian," ucap Cantika sambil mengambil tasnya yang ada di atas meja. Cantika segera beranjak dari tempat duduknya meskipun Tania belum memberi jawaban apapun.

Tania masih terbengong di tempatnya.

'Kamu kenapa Cantika? Apa kamu cemburu terhadapku? Apa kamu menjauhiku karena aku dekat dengan kak Belva? Kalau Iya, kita sama. Aku juga cemburu melihat kak Belva lebih memilih untuk menjelekkan diriku hanya untuk membuatmu tidak marah.'