Dan secepat itu Nino membalas perasaannya. Sampai pada keesokan harinya, di tengah silau matahari yang mulai menyingsing. Membawa burung-burung gereja berterbangan di langit sore. Di antara keramaian siswa yang mengerumuni, Nino menyita perhatian dengan pengakuannya.
"Lo mau jadi pacar gue?" Singkat padat dan sudah sangat jelas. Bukan seperti penggambaran terlalu kaku seorang Nino Antarez.
Arka yang mendengarnya pun menarik satu sudut bibir membentuk seringai, balas menatap pria itu dengan tatapan intens. Pelipisnya berkedut, sampai dengan otot wajahnya yang mengeras. Giginya yang mengerat, terdengar bunyi gemelutup di sertai dengusan kasar yang setelahnya melontarkan desisan tajam.
"Bangsat!"
Bukan. Memang mustahil Nino mempertimbangkan perasannya setelah kemarin ia dengan tebal muka melantangkan cinta. Mustahil pria itu yang akan memegang tangannya di depan umum seperti yang di lakukan sekarang. Mustahil Nino menggubrisnya dengan segalanya keadaan yang di hadapkan.