Gadis cantik itu terbangun dari tidur dengan mimpi aneh nya untuk kesekian kali nya. Ia memang sering mendapat mimpi mimpi aneh, seputar orang tanpa kepala, atau orang yang seperti tidak bernafas.
"Adam? Terus aku hawa?" tanya nya ikut bingung.
Gadis itu beranjak bangun dari sofa dan keluar dari ruangan gelap itu. Ia berjalan pelan ke kamar nya untuk mandi, hari ini ia ada kelas pagi.
"Itu aku balik ke jaman nabi kali ya? Aneh!" gumam nya.
Selesai mandi, ia memakai pakaian seadanya tak lupa kacamata khusus nya, laptop yang tak pernah ketinggalan dan tentu saja buku.
Gadis bernama lengkap Irene Axelia itu keluar dari kamar nya dan bersiap sarapan, sendirian. Ya, keluarga nya sangat jarang berkumpul. Mama yang sibuk dengan teman sosialita nya, dan Papa yang sibuk dengan kolega bisnis nya. Mereka hanya akan berkumpul ketika Irene ulang tahun, itu pun Irene harus mendengar percakapan mereka dengan teman atau kolega nya di pesta ulang tahun nya.
Tumbuh sendiri sejak kecil membuat Irene kurang bisa bergaul dan cenderung pemalu hingga selalu menyendiri. Ia terkenal introvert tapi sangat pintar, dan beberapa kali ditunjuk mengikuti olimpiade namun selalu ia tolak.
Bukan tanpa alasan, Irene terlalu takut bicara depan umum dan ia mudah syok orang nya. Irene juga pintar dalam hal non akademik, contoh nya lukis. Sejak kecil, saat stress atau merasa marah, Irene selalu melampiaskan ke coretan di kanvas.
"Sarapan dulu kali, Mah." ujar Irene saat melihat Mama nya baru keluar dari kamar.
"Maaf, sayang. Mama ada meeting pagi, sarapan sendiri ya? Nanti Mama transfer uang lagi, ok?" jawab Mama terburu buru.
Irene menatap nya tak bergeming, dan menghela nafas berat. Ia melirik syal Mama nya yang terjatuh, ia pun memungut nya dan memberikan nya pada sang Mama.
"Ini, syalnya ketinggalan." seru Irene menyerahkan syal coklat itu.
"Oh, iya. Makasih ya, Ren." balas Mama lalu masuk kedalam mobil nya.
Irene masuk lagi kedalam rumah nya, sambil mengoleskan selai kacang di roti gandum nya. Irene membuka laptop nya dan mengetikkan sesuatu.
Mata nya terbelak kaget melihat layar laptop nya. "Papa udah balik dari Prancis? Kok nggak pulang?"
Irene mendengus kesal memikirkan masalah keluarga nya yang sangat membosankan itu, akhirnya ia bergegas pergi ke kampus nya dengan bus.
"Saya antar saja, nona. Nyonya minta saya selalu antar nona kemana pun," ujar supir baru nya.
Irene menatap nya takut dan menggeleng pelan. "Saya sendiri aja," balas Irene pelan.
Irene buru buru pergi dari rumah nya dan naik bus ke kampus. Ia sengaja selalu pergi menggunakan bus sejak kuliah, alasan nya simple. Agar ia terbiasa dengan banyak orang, dan memudahkan nya untuk berbaur.
Selama 2 semester ini, hal itu lumayan membantu meski kadang ia masih sedikit tidak nyaman dengan orang lain selain keluarga nya.
"Hai, Irene!"
Irene terkejut saat pundak nya tiba tiba ditepuk orang tak dikenal, ia menoleh sedikit. Oh, itu teman seangkatan nya, satu kelas dengan nya di kelas Sir Anthony.
Irene menggangguk pelan dan berlari kecil ke perpustakaan. Ia sengaja memilih tempat vip, agar sendiri. Selain karena ia kurang suka keramaian, ia juga jauh lebih fokus disana.
Kali ini, Irene nggak belajar. Ia memilih mengepoi Raja, Raja Garellin. Cowo yang ia sukai sejak duduk di bangku TK, bahkan sampai sekarang ia kuliah pun, perasaan nya pada Raja masih sama.
Irene selalu ikut kemana pun Raja sekolah, hanya saja ketika kuliah mereka harus beda jurusan. Meskipun selalu satu sekolah dan kampus, Raja nggak mengenali siapa Irene apalagi tau perasaan gadis itu.
Irene yang terlalu pemalu dan suka menyendiri menyukai Raja yang famous dan diidamkan banyak kaum hawa. Irene selalu merasa minder jika melihat Raja dan teman perempuan nya yang.. ya gitu lah.
Raja nggak sepintar yang kalian kira, Raja beberapa kali terlibat tawuran, dan seringkali bolos sejak SMP. Tapi, saking Irene dibutakan cinta nya, ia selalu membobol data sekolah nya agar Raja bisa naik kelas dan lulus dengan nya.
Irene juga yang membantu Raja diam diam, ia selalu mengingatkan Raja saat besok ada ulangan atau praktek di kelas Raja dan lain lain, seolah Raja menjadwalkan semua nya.
Irene nggak pernah mau mengakui atau menyatakan perasaan nya pada Raja, ia sadar diri dan sudah tau duluan jawaban Raja. Pasti Raja menyukai perempuan seksi, body goals, famous, cantik dan tidak cupu seperti nya.
Irene menghela nafas nya kasar, ia memijit pangkal hidung nya dan membenarkan kacamata khusus nya. Kacamata itu bukan kacamata biasa, itu dibuat khusus oleh nya. Fungsi nya jelas berbeda dari kacamata pada umum nya.
Ia nggak punya minus mata sama sekali, mata nya masih sehat sepenuh nya walaupun dari kecil ia selalu memandang lama layar monitor. Kacamata itu mampu mengenali wajah dengan mudah, sampai tanggal lahir, orang tua dan dimana ia tinggal. Bahkan, kacamata itu juga bisa membaca emosi orang lain berdasarkan warna.
Hijau untuk rasa tenang, biru untuk rasa cemas, merah untuk rasa marah, kuning rasa gugup, dan ungu untuk cemburu atau merasa tersaingi.
brukk
Tiba tiba ada yang menabrak bahu nya, padahal jelas Irene tengah sendiri dan diujung, apa orang itu sengaja? Irene menoleh sedikit, ia langsung tau siapa orang itu.
Nama: Teressa Adriana Putri
Lahir: Australia, 19 Mei 2000
Goldar: A
Alamat: Hira Place House, lantai 15 no 982.
Cewe yang menabrak itu itu menunduk seolah minta maaf. "Maaf, aku nggak sengaja."
Irene mengangguk paham dan melanjutkan kegiatan nya. Namun, cewe itu malah duduk dihadapan nya. Irene tak menggubris nya dan mengerjakan tugas kemarin dengan tenang.
"Hello, ada aku loh!"
Irene melirik nya sekilas dan mengangguk pelan, entah apa maksud nya. Cewe bernama Teressa itu berdecak kesal.
"Kenapa ya?" tanya Irene pelan.
"Kamu ada tugas Miss Maya kan?" tanya Teressa, Irene mengangguk pelan.
"Kamu bareng kelompok aku ya? Kita kurang satu orang lagi," pinta nya.
Sedikit memaksa.
Irene mengedarkan pandangan nya, ia masih setia menunduk. "Kamu nggak usah nunduk, aku nggak ngapa ngapain kok!" seru Teressa.
Irene menaikkan pandangan nya. "Aku sendiri aja." jawab nya.
Teressa menyeritkan dahi. "Kok sendiri? Enakan barengan tau, ayo gabung aja!" ujar Teressa.
Irene menggeleng pelan. "Aku lebih suka sendiri."
Teressa memutar bola mata nya kesal. "Kamu nggak tau diri ya, diajakin kok malah nggak mau. Atau kamu pikir, aku bakal cuma numpang nama, biar kamu yang kerja?" tanya Teressa.
"Lah, kok ngamuk?" batin Irene.
Irene menghela nafas pelan. "Bukan itu, aku memang suka sendiri."
Teressa melipat tangan nya didepan dada. "Ok, terserah. Asal kamu tau, ini tugas berkelompok. Nggak akan ada yang mau nerima cewek cupu kayak kamu."
Irene sudah menduga itu. "Ya aku tau."
Teressa mengambil tas nya, lalu pergi dari sana meninggalkan Irene. Irene memijit pangkal hidung nya dan melepas kacamata nya.
----
Setelah kelas Miss Maya, Irene memilih ke kafe depan kampus untuk mencicipi menu terbaru nya. Ya, Irene suka banget dessert dessert lucu lalu ia foto, meski nggak akan ia posting di social media seperti cewe kebanyakan.
"Blueberry smoothies, chocolate scoop sama green tea caramel!" pinta Irene pada pelayan.
"Baik, total nya seratus dua belas ribu rupiah!"
Irene mengambil dompet nya hendak membayar, tiba tiba ia ditabrak hingga jatuh terhuyung. Irene menghela nafas kasar, ia memungut dompet nya, namun, tangan nya malah diinjak.
"Aaw.."
Irene mengaduk kesakitan dan menarik tangan nya sendiri, tak lupa mengambil dompet nya. Orang yang menabrak nya tersenyum miring.
"Oh, jadi lo yang nolak masuk kelompok Teressa?"
Irene mendongak sedikit, kacamata nya mulai memeriksa identitas cewe itu.
Nama: Caitlyn Maharani
Lahir: Kanada, 10 April 1999
Goldar: B
Alamat: Hira Place House, lantai 15 no 980
"Ohh, tetanggan nih?" batin Irene.
Caitlyn menatap nya kesal. "Lo bisu? Nggak punya mulut?" tanya nya kesal.
Irene memberikan kartu ATM nya pada kasir untuk membayar lebih dulu. Caitlyn menatap nya tak percaya pada gadis cupu didepan nya ini.
"Lo cuma cewe cupu, nggak usah sok sama gue!" ujar Caitlyn.
"Maaf, kak. Aku kan harus bayar, dulu." jawab Irene menunduk.
Caitlyn menatap nya kesal. "Secakep apa lo nolak masuk ke kelompok Teresa?" tanya nya.
"Aku suka nya sendiri, kak. Maaf," Irene kembali menunduk.
Caitlyn menarik dagu Irene kasar. "Takut lo?" tanya nya tersenyum senang.
"Kakak mau nya apa? Ini lagi ramai loh, kasian yang ngantri." ujar Irene mulai kesal.
"Sehebat apa lo nolak Teressa?" tanya Caitlyn. Irene langsung bingung.
"Teressa nggak nembak aku, kok!" seru Irene.
"Bego!"
Melihat Caitlyn pergi, Irene tak menyia-nyiakan kan kesempatan. Ia langsung mengambil makanan nya lalu mencari tempat duduk.
Tak lupa ia potret sendiri, dan mulai mencicipi nya. Merasa makanan nya enak, ia pun senang sendiri. Selesai itu, ia kembali ke kampus nya untuk kelas terakhir 15 menit lagi.
"Eh, lo udah ngerjain tugas Sir Rey?" tanya Clara, teman satu jurusan nya.
Irene mengangguk pelan. Clara reflek tersenyum penuh arti. "Gue liat dong, gue belum nih! Pliss.."
Irene menghela nafas pasrah, ia mengambil buku nya dan menyerahkan ke Clara. "Foto aja, aku mau ngecek lagi."
Clara mengangguk dan memotret tugas milik Irene. Selesai itu, ia kembali duduk ditempat nya. Irene tersenyum tipis mengingat semalam ia sengaja membuat dua tugas kalau ada teman nya yang ingin menyontek.
Setelah kelas nya selesai, Irene langsung pulang tentu nya. Ia tidak punya teman sama sekali sejak kecil, dan cenderung malas pergi pergi ke mall, kecuali perpustakaan atau kafe.
"Loh, tumben kamu cepet pulang?" tanya Mama yang seperti nya baru pulang juga.
Irene menaruh tas nya. "Kan emang tiap hari Senin jam segini, Ma."
Mama mengangguk, selama ini ia tidak tau bagaimana perkembangan Irene dari kecil hingga sudah sebesar sekarang.
"Mau ikut Mama nggak?" tanya Mama saat Irene hendak ke kamar nya.
"Kemana?"
"Ikut aja, ayo! Kamu nggak pernah keluar keluar," ajak Mama. Irene menghela nafas nya. "Ganti baju dulu."
Irene masuk kedalam kamar nya dan mencuci wajah nya, dan mengambil beberapa pakaian yang sangat jarang ia pakai, baju bewarna terang.
Mama nya kurang suka Irene memakai baju warna monokrom, padahal memang itu kesukaan Irene. Selesai bersiap siap, Irene tak lupa mengambil kacamata nya dan keluar kamar nya.
"Udah? Eh, tumben pake baju begini." seru Mama menatap outfit anak nya.
"Jarang kan?" kekeh Irene.
"Yuk!"
Irene melirik jalanan, ia asing dengan tempat ini. Ia kira, Mama nya akan mengajak nya ke mall atau salon seperti biasanya.
"Kemana, Ma?" tanya Irene.
"Hotel, Mama ada ketemuan dulu sama anak sahabat Mama." balas Mama dibalas anggukan Irene, ia sudah terbiasa.
"Kamu inget nggak, dulu anak cowok nama nya Aiden. Nama kalian mirip lagi," seru Mama.
Irene mengingat nya jelas, cowo bernama lengkap Aiden Denandra. Cowo yang pernah mencium nya pas TK, terlebih Aiden pernah menyukai nya saat itu.
"Oh, Aiden? Nggak tau," jawab nya.
"Serius lupa?" tanya Mama heran.
Irene mengangguk sambil memakan coklat nya. "Ingatan kamu paling bagus padahal, masa lupa sih sama temen TK?" tanya Mama.
"Udah lama juga kali itu, kita nggak pernah ketemu juga." kata Irene mencari alasan.
"Iya sih, yuk udah sampai."
Mereka berdua turun dari mobil dan masuk kedalam hotel, Mama menelfon seseorang, mungkin teman Mama itu.
Mama mengajak nya masuk ke restoran di rooftop hotel yang sengaja dibooking untuk mereka itu. Irene sedikit nyaman karena terasa sepi dan sunyi.
"Apa kabar, Velle?"
Irene menoleh melihat seorang wanita seumuran Mama nya dan satu anak laki laki sepantaran nya, itu Aiden beserta Mama nya, Tere.
"Ya ampun, Tere. Sudah lama tidak bertemu, kabar ku baik! Bagaimana kamu?" tanya Mama menyapa balik.
"Tentu, baik. Apa dia Irene? Gadis kecil itu?" tanya Tere menatap Irene senang.
Irene yang merasa terpanggil hanya tersenyum tipis dan duduk dengan tenang, tanpa ia sadari laki laki didepan nya sudah melirik nya sedari tadi.
"Irene, kamu ingat Aiden? Ini temen TK kamu dulu," seru Tere.
Irene mencibir pelan dalam hati, tentu saja ia tau. Ditambah kelakuan Aiden dulu pun masih ia ingat sampai sekarang, itu juga yang membuat Irene sedikit takut bergaul dengan laki laki.
"Hai, inget gue? Aiden." sapa Aiden.
Irene mengangguk paham.
"Kalian udah lama nggak ketemu, saling ngobrol aja disana. Kita mau ngobrol sebentar," suruh Mama.
"Nah, iya. Jalan gitu," ujar Tere.
Irene mendengus kesal pelan, melihat Aiden saja sudah membuatnya muak, bagaimana bisa jalan jalan dengan nya?
Respon Aiden malah diluar ekspektasi nya, ia berpikir Aiden tidak akan mengiyakan melihat penampilan dan gaya nya sekarang, tapi, ia malah terkesan senang dengan nya.
Irene menatap sang Mama kesal, dan duduk. Ia melepas kacamata nya dan memilih memainkan ponsel nya, meski nggak ada notif dari siapapun sih.
"Lo nggak kangen gitu temen kecil lo?" tanya Aiden tiba tiba.
Irene hampir mengumpati nya, jelas tidak. Hampir setiap hari ia dibully fisik, bagaimana ia bisa kangen?
"Ha? Nggak," jawab nya singkat.
Aiden mengerutkan dahi. "Kenapa?"
"Dia bego ya?" batin Irene.
"Ngapain kangen sama hal yang nyakitin? Yang buat trauma," tambah Irene pelan.
Aiden melirik nya lekat. "Bullying lo?" Tangan nya mengepal keras.
Irene hampir tertawa melihat nya, baru sekarang cowo itu mengepalkan tangan nya? Dulu, bahkan Aiden yang memimpin aksi bully teman teman nya.
"Munafik." batin Irene.
"Sama siapa aja dulu lo dibully? Biar gue kumpulin sekarang," ujar Aiden.
Irene menatap nya jengah, sudah sangat terlambat bukan? Kejadian itu sudah lebih dari 15 tahun, dan baru sekarang?
"Buat apa?" tanya nya.
"Ya biar mereka minta maaf lah, lo nggak usah takut lagi, ada gue!" seru Aiden, Irene menatap nya geli.
"Siapa juga yang takut?" batin Irene.
"Hmm, ngapain sih ribet." dengus Irene.
Aiden tersenyum geli menatap nya, sedangkan Irene langsung risih. Aiden tak berubah sama sekali, persis seperti dulu, 15 tahun yang lalu.
"Lo nggak mau ikut besok, ada acara alumni TK!" ajak Aiden antuasias.
Irene melirik nya datar, dan menggelengkan kepala nya pelan. "Loh, ikut aja. Sama gue, kok!" seru Aiden.
"Aku nggak mau," jawab Irene pelan.
"Kenapa lagi?" tanya Aiden.
"Males."
Aiden terkekeh pelan. "Sebentar aja kok, ya?" pinta Aiden.
Irene menatap nya kesal dan beranjak pergi dari sana, ia menghubungi Mama dan akhirnya pergi dari hotel itu.
Irene: aku pulang aja, ma
males
Mama: loh? yaudah deh, yuk pergi
Irene: kmn?
Mama: mall, temenin aja deh
Irene: duh, yaudah aku dibawah
Irene menutup ponsel nya dan menunggu sang Mama. Ia ingin berkata kasar rasanya, Mama bilang sekarang tapi ini hampir 10 menit, masih aja belum datang.
"Halo, Ma? Jadi nggak?"
"Lagi bayar ini, sebentar!"
Tak lama, Mama datang dengan tentengan di kedua tangan nya, belanja dulu kali ya?
"Bawa apaan?" tanya Irene pelan.
"Oleh oleh dari Tere, nih ada buat kamu juga!" Mama memberikan satu paperbag bewarna putih.
"Apaan?"
Irene membuka paper bag itu, ia sedikit terkejut melihat isi nya. Sebuah sepatu ice skating yang sangat vintage, Irene pernah mengidamkan ini waktu SMA.
"Wah, ini wish list yang belum kesampean!" pekik Irene senang.
Mama terkekeh pelan sambil mengelus rambut anak nya, lalu mengajak nya ke parkiran untuk pergi ke mall.
Di lain tempat, seorang laki laki berparas tampan tengah menghisap batang rokok yang sisa setengah, sambil memainkan rubrik nya, ia menatap tajam serta menyeringai pada layar infocus nya.
"Jadi, ini?"