The Rose Revenge ( Pembalasan Sang Mawar)
Setelah melewati ujian Nasional tahun ini. Akhirnya kami semua lulus dengan hasil nilai yang membanggakan. Dan aku setelah lulus SMA berpindah ke Jakarta. Berkuliah di Universitas Indonesia yang berada di Depok. Disana aku tinggal bareng sepupu aku yang bernama Karina Estianty. Kami seumuran dan ingin berkuliah di universitas yang sama namun dia ambil fakultas Psikologi. Karena dia ingin menjadi seorang psikolog. Kurang lebih empat jam perjalanan dari rumahku ke Jakarta. Disana aku telah di sambut hangat oleh saudara kandung dari Ibuku. Bibiku yang merupakan adik bungsu dari ibuku.
" Selamat datang di Jakarta. Gimana perjalanan tadi? Melelahkan kah? tanya pakde.
" Alhamdulillah tidak melelahkan" ujarku yang baru keluar dari travel milik bibiku.
" Ayo masuk. Budhe sudang masak makanan kesukaan kamu" ucap bibiku.
" Iya,bude" sahutku sambil memasuki rumahnya.
Dan koperku di bawakan oleh pakde dan sepupuku. Setelah masuk rumah. Aku di ajak Bude ku ke ruang tamunya dan bercengkrama di ruang tamu sambil menonton tv dan menikmati cemilan yang ada di atas meja.
" Kamar kamu sudah bude rapikan ya. Nanti kamu tidur bersebelahan kamarnya sama Karina. Jangan sungkan bila butuh bantuan" ucap bude sambil menyuguhkan teh manis hangat padaku.
" Iya. Terimakasih banyak ya,Bude. Udah mau di repotin sama saya" ucapku malu.
" Nanti kita berangkat kuliah bareng ya. Jaraknya hanya Dua puluh menit dari sini" ucap Karina sambil memelukku.
" Iya,Karina. Tolong nanti jadi maps buat aku ya. Soalnya aku belum tau Jakarta. Apalagi daerah Depok." ucapku memohon.
" Iya siap, kembaran" jawab Karina tertawa.
Meski aku dan Karina sepupuan. Tapi banyak yang menilai wajah kami seperti kembar. Dari ujung rambut sampai ujung kepala tak ada yang beda. Hanya beda dari cara makan dan berjalan. Aku pun senang bila di bilang mirip atau kembar dengan sepupuku yang cerdas, humble dan ramah pada banyak orang. Tak heran jika banyak laki-laki yang terpikat oleh pesona paras wajahnya dan sikap ramahnya.Setelah satu jam bercengkrama lanjut aku ke kamar tidur untuk menaruh pakaian ku di lemari baju. Dan beristirahat sejenak di kamar tidur yang telah di siapkan bude saat aku dalam perjalanan ke rumahnya. Aku pun tertidur lelap usai merapikan baju ke lemari pakaian. Dua jam kemudian pintu kamarku di ketuk dan aku terbangun.
" Udah bangun belum?! " tanya Karina memasuki kamarku.
" Eh,maaf aku ketiduran" ujarku sambil mengusap mata.
" Ya udah kamu mandi dulu. Nanti ke ruang makan ya. Kita makan bareng. Semua sudah menunggu" ucap Karina sambil meninggalkan kamarku. Akupun bergegas mandi dan berganti baju. Serta merapikan rambutku hingga tertata rapi. Kemudian aku melangkah menuju ruang tamu. Disana pakde dan Bude sudah duduk sambil menikmati makanan bersama anak-anak nya. Dan aku ikut bergabung dengan mereka untuk makan bersama saling berbincang layaknya keluarga besar. Budeku mempunyai anak empat. Yang paling pertama Karina seumuran dengaku. Anak nomer dua masih sekolah di bangku SMA bernama Granger. Dan anak nomer tiga juga masih sekolah di bangku SMP yang bernama Hilda. Yang paling bontot masih sekolah di bangku Sekolah Dasar yang bernama Alucard.Sedangkan pekerjaan Pakde aku menjual ikan hias dan makanan ikan di depan rumahnya. Dan Bude ku seorang ibu rumah tangga yang punya bisnis kuliner pula. Berjualan cemilan kue dan aneka gorengan saat ada orderan dengan di bantu Karina dan Hilda. Mereka membuka usaha dari zaman jadi pengantin baru hingga kini memiliki tiga anak yang sudah pada besar. Setiap Idul Fitri maupun Idul Adha selalu mudik sekeluarga dan menyempatkan untuk mampir ke rumah ibuku yang jauh dari kata mewah. Sedangkan rumah budeku mempunyai rumah minimalis dan mewah. Dan aku menerima ajakan Bude ku berkuliah di Jakarta untuk melupakan semua hal buruk yang pernah terjadi di kampungku. Dan mulai berdamai dengan rasa kecewa. Melanjutkan hidupku tanpa harus menengok kebelakang. Hubungan cintaku dengan Khaleed masih berjalan lancar. Meski kami melakukan hubungan LDR atau hubungan jarak jauh. Khaleed berkuliah di ITB Bandung dan bertempat tinggal dengan kakak kandungnya yang menetap di Bandung.
Setiap hari Khaleed selalu menelpon aku saat aku hendak mau tidur.Sekedar menanyakan kabar atau sudah makan atau belum. Kadang juga menanyakan dengan aku yang betah atau tidak tinggal bersama sodara yang jauh dari orangtuaku. Malam hari menjelang aku ingin tidur. Khaleed menelponku dari Bandung.
" Hai,sayang!! Lagi apa?!" tanya Khaleed.
" Hai juga,sayang!! Aku mau tidur. " ujarku sambil rebahan di atas kasur yang empuk.
" Sudah makan belum?! " timpa pertanyaan lagi.
" Alhamdulillah udah. Kamu snediri?! " tanyaku.
" Ini aku lagi makan. Tadi kakak iparku masak rendang sapi dan tumis kikil"
" Wah enak banget itu. Mantul banget. Makan yang banyak dan kenyang ya" ucapku
" Oh ya kalo aku ada waktu luang. Nanti aku akan kesana buat nemuin kamu disana. Sekalian berkenalan dengan Bude dan anak-anaknya"
" Iya siap. Nanti aku kirimkan alamatnya. " ucapku sambil mulai menguap.
" Seperti nya kamu sudah mulai mengantuk ya"
" Ho oh. Aku tidur duluan ya" ucapku sambil mengakhiri percakapan kami.
Dan keesokan pagi harinya. Aku dan Karina sudah berada di Universitas Indonesia untuk mengurus administrasi serta formulir pendaftaran mahasiswa. Aku dia ajak berkeliling universitas Indonesia. Betapa norak dan takjubnya aku melihat bangunan universitas yang akan aku timba ilmunya. Dan yang pendaftaran di universitas sebagian besar di bayar oleh Pakde dan Budeku sebagai balasan dulu saat Budeku masih bersekolah yang membiayai sekolah menengah pertama sampai berkuliah adalah Ibuku. Makanya ibuku tak berkuliah karena fokus membiayai sekolah Budeku. Sedangkan Pakde aku membalas Budi pada ibuku karena saat menikah dan memulai usahanya yang kini maju berkembang tak lain hasil tabungan ibuku. Awalnya aku menolak untuk berkuliah disini. Namun Pakde dan Bude memaksaku untuk kuliah disini agar tidak harus ngekost. Terlebih lagi bisa memantau aku dan tidak khawatir kalo aku kelaparan di Jakarta. Akhirnya Ibuku dengan terpaksa setuju dengan keinginan Budeku meski berat harus jauh dari ku. Namun setiap hari aku selalu berkomunikasi dengan orangtuaku. Untuk melepaskan rindu tak bisa memeluk. Hanya bisa bertatap muka melalui video call. Sebelum aku berangkat ke Jakarta. Aku membelikan hape untuk kedua orangtuaku. Agar kaki bisa berkomunikasi dengan lancar. Dan ibuku memberikan uang saku padaku selama berkuliah di Jakarta. Agara tak merepotkan sodaranya. Dan agar aku tak kebingungan bila hidup bersama sodara dan memiliki bekal uang untuk bertahan hidup disana. Meskipun telah di sediakan tempat tinggal dan makanan. Namun bila ada tugas kelompok untuk bikin laporan kliping tak merepotkan Pakde maupun Bude ku.