Loyuan Xue keluar masuk dari dapur terus ruang tamu berulangkali hingga kakinya kebas. Waktu yang tersisa tak banyak, kalau dipikirkan sekali lagi, kepala terasa mau pecah. Berkali-kali melihat ke arah kamar, ibunya terbaring sakit sudah lama, terkadang terdengar suara-suara batuk ibunya. Uang tak punya untuk makan hari ini saja belum ada kejelasan. Kegelisahan terus dirasakan hingga ia nyakin keinginan berfikir untuk pergi dari sini bertambah kuat lalu bagaimana dengan ibunya, siapa yang mengurusnya jika ia nekat untuk pergi.
brak!
Pintu rumah terbuka, Loyuan Xue terlonjak karenanya. Samuel Chan menatapnya berang namun masih sempat menelan air ludah di tenggorokan ketika melihat pakaian di tubuh Loyuan Xue yang menarik minatnya sebagai laki-laki. Ia belum beristri dan tak ada niatan untuk melakukan ikatan dalam wujud apapun. Denyutan liar dirasakan mulai bergejolak tapi sekali lagi ia mengingatkan diri tentang tujuannya ke rumah menjijikan ini. "Loyuan! apa kamu sudah gila? menolak pernikahan yang sudah diatur berbulan-bulan, ingat hutangmu!" keluhan kencang diberikan pada Loyuan Xue sementara itu, berbanding terbalik dengan pemikiran Samuel Chan, Loyuan Xue lebih mengkhawatirkan suara teriakan yang bisa membangunkan ibunya di dalam kamar. "Apa kamu sudah gila? memintaku menikahi pria tua dan sekarat" kata Loyuan Xue tak terlalu keras. "Siapa yang berkata pria tua dan sekarat? kamu akan menikahi anak tuan Cheng!" teriaknya kesal. Sungguh heran dirinya bisa bersaudara beda ibu dengan IQ rendah. "Ingat Loyuan, kamu bisa hidup seperti sekarang karena siapa! Sampai kapanpun, kamu milik keluarga Chan. Sudah sepantasnya kamu membalas budi kepada kami" teriak Samuel Chan bertambah kencang. Pandangan matanya sangat meremehkan sekaligus menyiratkan banyak janji kesenangan ke setiap jengkal tubuh Loyuan Xue yang sangat menggoda hati, siapa sangka masih saudara kandung. Kalau bukan, ingin rasanya mencicipi satu celup dua celup di liang surganya. Rasa tak sabar ingin mendapatkan, gairahnya lagi-lagi menggelora hingga titik terendah membuat ia menimbang-nimbang lagi tapi ingat perjanjian dengan tuan Cheng maka ia hanya bisa mengomel dalam hati. Wajah mesum Samuel Chan nampak jelas diwajah hingga Loyuan Xue terpaksa menahan marah merasa dilecehkan, ia terpaksa mengalah daripada berdebat dengan orang yang telah memberikan ibunya makan dan tempat tinggal, tanpa Samuel Chan yang membantu, hidup mereka berdua dihadapan ayahnya sudah tamat sejak ia lahir. "72 jam lagi, kamu sudah harus menikahi anak Tuan Cheng. Jangan coba-coba kabur dari sini, kalau tidak ibumu, aku buang ke tempat pelacuran!" teriaknya semakin kencang dengan ancaman, biarpun selama ini hanya ancaman main-main belaka tapi tak urung membuat Loyuan Xue panik dalam hati. Samuel Chan kesal bukan main, bertahun-tahun sudah membantu susah payah bahkan membawanya dalam nama baik depan ayahnya, sekarang meminta balas budi seumur hidup, tak ada salahnya. Jika bukan karena ia berhutang judi dengan tuan Cheng, mana mau juga ia korbankan adik lain ibunya, lebih baik dimakan sendiri daripada diberikan cuma-cuma. Ditepuk-tepuk pakaian yang melekat di badannya, setiap kemari pasti terasa menjijikkan. Sekali lagi ia melihat Loyuan Xue yang terlihat sombong, benar-benar bikin kesal hati. "Kamu punya hutang, sebaik-baiknya binatang masih punya akal untuk membalas budi, jangan kamu pikir semua ini gratis. Tak ada yang gratis di dunia ini" katanya berbalik melangkah pergi. Namun, sebelum ia melanjutkan lagi langkahnya. "Sejak lahir harusnya kamu tahu, kamu hanya anak pembayar hutang, kapan menunduk dan kapan mengangkat kepala" kata Samuel Chan pergi. Tak terima perkataan Samuel Chan kakak lain ibunya hanya akan menambah masalah baru, Loyuan Xue tak mau itu.
Pintu dibiarkan terbuka lebar menampakkan dari luar hiruk pikuk jalanan. Rumah kecil dipinggir jalan desa, kondisi yang tak layak pakai diberikan sejak awal dinikahi hanya sebagai syarat pembayar hutang bagi keluarga Chan. Loyuan Xue menatap sedih jalanan luar rumahnya. Ayahnya tak satupun memberikan kasih sayang. Ibunya hanya salah satu pembayar hutang bagi kakeknya yang membusuk di tanah bertahun-tahun lampau. Entah apa yang dipikirkan kakeknya hingga tega menjual ibunya demi beberapa uang logam dan minuman di meja judi dan herannya lagi, ibu masih berbakti pada orangtuanya dengan memberikan doa peringatan di hari kematian.
Loyuan Xue mengalah menutup pintu rumah sebelum angannya untuk berlari keluar bertambah besar. Ia berjalan ke ruang makan, terduduk lemas di kursi. Berulangkali menarik nafas kebingungan mencari jalan keluarnya, tangannya menutup wajah, menahan tangis yang bisa jatuh kapanpun juga.
"Loyu...."
Loyuan Xue tersentak mendengar panggilan lirih. Cepat-cepat Loyuan Xue berlari ke kamar ibunya setengah panik. Ibunya terbaring lemah di tempat tidur, wajah tampak lesu, otot-ototnya terlihat keluar karena terlalu kurus namun sisa-sisa wajah cantiknya masih terlihat.
"Ibu..."
Susah payah membangunkan ibunya untuk duduk bersandar di dinding. Kerutan kesakitan tampak di wajahnya ketika akhirnya bersandar. "Pergi Loyu" ujarnya lemah. Loyuan Xue mengelengkan kepalanya, air matanya tak sanggup lagi bertahan lebih lama, keluar menangisi nasibnya yang buruk. Usapan lembut diberikan ibunya. Perasaan hangat diterima Loyuan Xue dengan air mata bertambah deras. "Ibu.... Loyu tak mau tinggalkan ibu, Loyu.... ", ia bingung harus berkata apa. Perasaan takut ditambah bingung membuatnya lemah tak bertulang. "Jangan pikirkan ibu, lari malam ini ke kuil dekat bukit, bawa gelang giok ini. Berikan pada seorang nenek di kuil, ia akan menolong" ujarnya sambil menarik sebuah gelang dari bawah bantalnya. Gelang berwarna hijau daun, kilaunya membuat takjub mata memandang. Ibu segera memasangkan di pergelangan tangannya, terlihat cantik di kulit Loyuan Xue yang seputih susu. "Ibu, ini.... punya siapa?" tanyanya bingung, jika tahu sejak mula memiliki sebuah gelang giok seharga satu rumah, untuk apa berhutang budi pada keluarga Chan. "Ini dari nenek. Kata nenek, berikan pada cucu perempuan saat berumur 20 tahun, ibu meneruskan permintaan nenek. Pergilah Loyu, ibu akan baik-baik saja" jawab ibunya sambil mendorong-dorong Loyu untuk segera berdiri dan bergegas. "Ibu..." panggil Loyuan kebingungan, hatinya panik, ia harus membawa ibu. "Tidak! jangan melihat ke belakang. Malam ini harus pergi, besok tak ada waktu lagi, banyak orang akan datang membawa perlengkapan pernikahan" tolak ibunya setengah panik. Entah mengapa perasaan kalut mulai dirasakan, ada semacam ketakutan tak terlihat yang akan mengancam Loyuan Xue jika tak segera pergi. "Ibu.... ibu.... Loyu tak apa. Loyu ikhlas. Loyu ingin bersama ibu" Loyuan Xue menangis tersedu-sedu mengetahui ibunya juga mengusir dirinya, mau kemana tanpa ibunya, seumur hidup tinggal bersamanya sekarang malah disuruh pergi. "Pergilah ke bukit desa. Di sana ada rumah tua, di belakang ada kuil, cari seorang nenek. Ia akan membawamu dan menjagamu. Ingat pesan ibu, jangan kembali kemari. Hiduplah dengan baik-baik di masa depan" perintah diperjelas supaya tak salah dan diulang. Tak lupa nasehatnya diberikan pelan dengan harapan Loyuan Xue akan hidup lebih baik. Dada mau pecah, tak mau Loyuan Xue tahu jika selama ini batuknya bercampur darah. 60 tahun sudah ia lewati dan setengahnya ia habiskan hidup dalam penyesalan, oleh karenanya ia tak mau Loyuan Xue bernasib sama dengan dirinya sebelum ia mati dikubur.
"Tidak Bu. Aku disini saja" tolaknya. Loyuan Xue menghapus air mata. "Kamu ingin ibu mati, Loyu! baik, biar ibu mati dihadapan kamu sekarang jika tak penuhi permintaan ibu" katanya berusaha mencari barang yang bisa untuk membunuhnya. "Jangan Bu.... Loyu hanya tak ingin kehilangan ibu" Isak tangis tak terelakkan keluar lagi. "Kalau begitu ikuti permintaan ibu. Jangan kembali, apapun yang terjadi" ujarnya berusaha bergeser untuk kembali berbaring. Loyuan Xue berusaha membantunya dengan hati-hati. "Baiklah Bu, aku pergi. Jaga diri ibu baik-baik, aku akan membawa barang..." tangan ibunya mencekal lengan tangan Loyuan kencang. "Pergi saja. Sekarang! tidak usah bawa apa-apa, selamatkan dirimu dahulu, barang bisa dicari tapi nyawa tak bisa" katanya sambil melepaskan perlahan. Loyuan Xue hanya mengangguk, tak ingin ibunya bersusah hati melihat ia membantah. Diselimuti ibunya sebelum keluar kamar kemudian keluar melalui pintu belakang rumah.
Bukit desa ada di belakang rumah. Ditutupi tanaman liar yang tinggi-tinggi di tambah pepohonan yang rapat. Bulan berada di atas kepala, angin dingin merusak kehangatan di kulit. Loyuan Xue terus berjalan tidak melihat ke belakang sesuai pesan ibunya.
Rumah tua dipenuhi tanaman liar dan kondisinya rusak parah hanya tersisa tiang-tiang penyangga. Dilihat di malam hari membuat siapapun takut untuk mendekat. Loyuan terus berjalan menuju belakang rumah, disana ada kuil yang usianya sama dengan rumah ini. Dulu waktu kecil, ibunya sering membawanya kemari untuk mencari tanaman yang bisa untuk di makan atau dijual tetapi ibunya jatuh sakit, Loyuan Xue tak pernah kemari lagi. Tangannya meraba-raba tempat ini dengan hati-hati, disini banyak binatang merayap jika tak hati-hati, nyawa sendiri bisa melayang. Kakinya terhenti begitu di dalam kuil. Tak ada siapapun disini, bagaimana bisa ibunya berkata untuk kemari. Loyuan Xue berbalik hendak keluar ketika terdengar suara petir, wajahnya pucat melihat kilatan diluar, iapun mengurungkan niatnya. Perutnya lapar, seharian tak ada makanan yang masuk, menangis nasibnya tanpa henti kini ia merasa lelah. Loyuan Xue duduk di dekat pintu masuk kuil, hujan turun disertai petir yang menyambar diluar. Mata terasa berat, iapun mencari posisi yang nyaman untuk tidur. Tak lama kemudian iapun tertidur tanpa tahu seorang nenek datang mendekat.
"Aku perlu 20 tahun membujuk, tak sangka akhirnya tiba. Shahuan Xue, aku Cia Xue berterimakasih padamu, hingga tujuh keturunan bersama, aku pastikan akan hidup tak kekurangan bahkan berlimpah harta hingga sembilan generasi" katanya menanggkupkan tangannya ke atas. Bersamaan itu terdengar suara petir menyambar seperti memegang janji yang terucap.
Shahuan Xue mendengar suara petir dengan mata tertutup, ia adalah ibu Loyuan Xue yang telah bersumpah mati tak akan meninggalkan tempat ini demi pria kejam disisinya. Nenek yang disebutkan pada Loyuan Xue tak lain adalah kakaknya di masa depan, berulangkali membujuk untuk tinggalkan tempat ini tapi cinta telah membutakan. Ia telah membuat cerita palsu untuk Loyuan tapi sesungguhnya hanya ia yang tahu dan pria itu.
Pintu kamar terbuka lalu tertutup pelan. "Apa kamu sudah tidur, sayang?" tanyanya pelan, suaranya serak dan setengah berbisik. Tak ada sautan sama sekali. "Aku menunggu terlalu lama untuk melihatmu mati, tak akan kubiarkan kamu mendapatkan tempat kedua kali di rumah keluarga Chan yang bisa aku lakukan hanya mendoakan semoga arwah mu tenang di alam lain" katanya tak menghiraukan lagi pertanyaan yang tidak dijawab. Ia mendekati ranjang. Ia duduk di sampingnya dan mulai mengambil sebuah buku doa di balik kantong, suaranya mengalunkan doa yang membuat siapapun merinding. Doa yang hanya diketahui oleh orang-orang pembawa kejahatan, setelah itu ia bangkit berdiri dan tinggalkan tempat itu. Ia tahu Shahuan mengetahui siapa dirinya, ia hanya tak ingin berbagi pria. Tangan hendak membuka tapi terhenti ketika pintu seperti di dorong dari luar, buru-buru bersembunyi di dekat lemari yang tidak terkena cahaya, beruntung dirinya, kamar ini lampu temaram tak membuat jelas suasana kamar.
Shahuan Xue menangis dengan mata tertutup, ia takut jika ia membuka mata ia terlalu banyak melihat. Terdengar lagi suara pintu kamar dibuka dan ditutup. Kali ini tak ada suara selain tangan membenarkan selimut di atas badannya dan mengecup keningnya. "Maaf Shahuan" bisiknya di telinga. Senyum mengembang di wajah Shahuan, pria yang dicintainya datang mengucapkan mantera yang diinginkannya, iapun bisa tidur selamanya. Pria tua tak lain adalah ayah Loyuan Xue datang untuk melihat wanita yang dicintainya karena kebodohannya ia telah kehilangan wanitanya. Rahasia dibawa mati, tak seorangpun tahu namun cintanya tetap milik Shahuan Xue seorang. Matanya ditutup mengunakan telapak tangan, mencegah air mata keluar sehingga tak seorangpun tahu jika ia menangis.
Tangan terkepal di tangan, tak menduga Chan suaminya ada disini menangisi jalang di depan. Ia hendak bergerak tanpa suara ketika lagi-lagi langkahnya terhenti. Chan bangkit berdiri lalu berbalik menghadapnya. "Dia sudah mati. Untuk apa kamu kemari. Kamu menang tapi dia adalah istri sah di mata langit, bumi dan hukum sementara kamu hanya simpanan. Jaga baik-baik mulutmu mulai hari ini, sekali kamu buka, anakmu mati!" katanya menatap tajam wanita di hadapannya.
"Chan!"
Senyum sinis di wajah Chan tampak. "Tutup mulut kotor mu! Bai!" teriak kencang membuat terlintas rasa takut yang muncul, siapapun mendengar suaranya. "Atur pemakaman nyonya besar dengan baik. Bawa wanita ini kembali" perintahnya begitu seorang pria muncul di antara mereka. Chan tak perlu mengecek mati atau belum, ia tahu Shahuan Xue mati dalam tidurnya. "Kamu pikir bisa melindungi Loyuan! aku akan membuatnya susah seumur hidupnya" katanya tapi kata-katanya hanya disambut tawa kencang oleh Chan. "Shahuan sudah melakukan tugasnya kini giliran ku, ayah kandungnya" ucapnya lalu berbalik duduk di kursi dekat ranjang. Bai merasa serba salah, wanita dengan penampilan cantik itu keluar dari kamar itu tanpa mengatakan apapun lagi diikuti Bai.
Alam masih marah di luaran sana memberikan sebuah kekecewaan yang disampaikan ketidakadilan telah terjadi tapi tak berdaya melawan hukum yang berlaku.