Chereads / Terjerat Dalam Pernikahan Dadakan / Chapter 1 - Pernikahan Dadakan

Terjerat Dalam Pernikahan Dadakan

Juwita_Abdillah
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 3.9k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Pernikahan Dadakan

Pernikahan Dadakan

Hari ini, adalah hari pertamaku bekerja di sebuah rumah mewah yang sangat megah.

Kurasa itu istana. Aku bekerja atas desakan dari ayahku dan ibuku tiriku.

Sebenarnya aku tak ingin bekerja secepat ini.

Meski lulusan SMA, aku tetap berharap memiliki pekerjaan yang cukup baik.

Setidaknya mencoba magang.

Pak Harto, tetanggaku mengajakku untuk bekerja di tempat ia bekerja sebagai tukang kebun.

Dengan gaji yang cukup besar bagiku.

Ternyata rumah besar itu memberi gaji dua kali lipat bagi asisten rumah tangganya pada umumnya.

Gaji yang diterima itu sudah bersih.

Karena kami akan menginap dan diperbolehkan pulang seminggu sekali.

Basa isya sesuai sholat, aku pun pergi ke dapur untuk mencari pengganjal perut.

Tak disangka kepala bagian rumah tangga membawaku ke sebuah kamar tanpa persetujuan dariku ia mendandaniku.

"Pa, ini ada apa?" tanyaku.

"Sttts!" jawabnya menempelkan telunjuknya di bibirnya.

Aku terdiam sejenak. Aku tak layak mencela pada orang tua. Itu tak sopan.

"Ini gaunnya, Pak kepala!" seru seorang wanita menyodorkan sebuah bingkisan yang sangat terlihat cukup berharga.

Aku pun melihat gaun itu dengan seksama.

Mataku terbelalak kaget kala melihat cap yang tertera menandakan harga gaun yang fantastis.

Tp. 26.000.000.

[Apa-apaan ini! Masa harga gaun itu setinggi itu? Hampir setahun gajiku!] Batinku terkaget-kaget.

"Pakai ini!" titah Pak Wawan, Pak kepala asisten rumah tangga.

"Bapak mungkin salah orang! Saya asisten rumah tangga, Pak," ujarku lirih.

"Cepat pakai!" titahnya lagi. Wajahnya pak Wawan terlihat kaku.

Padahal hari pertama aku melihat Pak Wawan ia begitu ramah.

Lima menit kemudian

Aku terpaku saat menatap diriku di cermin.

"Ya Allah! Ini gaun pengantin!" Aku benar-benar terkejut.

Warna merah paduan hitam mengecohkan pandanganku.

Aku sedikitpun tak menyangka bahwa gaun ini gaun pengantin.

Aku tersadar saat mengenakannya ditubuhku.

Bahkan dikepalaku ada kudungan tembus pandang yang membuat aku semakin terlihat seperti mempelai pengantin wanita.

"Pak! Ini! Ini sepertinya ada kesalahan?" tanyaku panik pada Pak Wawan.

Keterkejutan ku bertambah dengan kehadiran Ayah dan ibuku.

"Semoga kamu bahagia, Nak!" lirih ayahku.

"Ayah! ini salah paham! Aku dijebak Ayah!

Aku belum mau menikah! Aku baru aja lulus SMA! Ayah juga tau aku belum pernah pacaran!" kujelaskan dengan cemas pada pria yang menjadi waliku.

Detik kemudian ayahku berlutut dihadapanku.

[Apa-apaan ini?] Batinku keheranan.

" Balqis Khansa Alya, Ayah mohon maafkan Ayah. Malam ini, Ayah mohon Balqis menikahlah dengan Tuan William," pintanya bergetar.

"Ada apa Ayah?" Aku pun menghampiri ayahku

Yang tengah bersimpuh.

"Maukah Balqis menikah dengannya?" pintanya parau.

Aku menggeleng pelan.

"Ayah, menikah itu bukan perkara mudah.

Balqis tau bagaimana konsekuensinya.

Dan Balqis belum siap!" tolakku halus.

Tiba-tiba ibu tiriku pun berlutut dihadapanku bersamaan dengan ayahku.

"Kami mohon, Balqis!" bujuknya.

Dadaku berdetak kencang.

Genderang dihatiku bertalu-talu keras.

Air mataku mengalir seketika.

Menikah artinya kau harus patuh pada suamimu. Imammu.

Menikah artinya kau harus melayaninya, keperluannya, sarapannya dan tidurnya.

Untuk makannya, Balqis bisa memasak.

Untuk tidurnya? Balqis tak mungkin tidur seranjang dengan pria yang tak dicintainya.

Bahkan tak dikenalnya.

"Ayah mohon ..." pintanya lirih.

Wajah pria paruh baya itu sukses membuat hatiku luluh untuk mematuhinya.

"Baiklah ..." jawabku bergetar.

Tubuhku semakin bergetar hebat saat seorang pria dewasa menghampiri ruangan kami.

Perawakannya tinggi dan sedikit berjambang.

Matanya bermanik kebiruan. Tidak mirip dengan orang Indonesia.

Mungkin blasteran.

Ia mengenakan pakaian jas yang didalamnya memakai vest yang membalut kemejanya.

Sekilas ia tampak tampan dan berwibawa.

Bunga kecil terselip di bagian sebelah dada jas yang di kenakannya.

"Kau mempelai wanitanya?" tanyanya datar.

Aku mengangguk pelan. Takut.

"Bisakah kau memasang wajah yang cerah?

Aku tidak ingin istriku terlihat murung di gambar!" protesnya dingin.

Aku mengangguk, lalu para pelayan pun menghampiriku. Membereskan make up ku yang mungkin sedikit berantakan ulah tangisku dan keterkejutanku.

"Pak, ini baju untuk Bapa dan ibu," ujar salah seorang pelayan wanita memberikan pakaian pada ayahku.

Kedua orang tuaku pun mengangguk paham.

"Maafkan Ayah," lirihnya memelas.

Menatap mataku yang mengembun.

Aku hanya mengangguk tak mengerti.

Apa yang terjadi.

"Nona, kami mohon jangan menangis lagi.

Season pemotretan akan segera dimulai.

Nanti Tuan marah melihat raut wajah Nona," ucap litih seorang perias padaku.

[Nona? Aku Balqis, bukan Nona!] Batinku menggerutu.

"Saya terima nikah dan kawinnya, Bilqis bin Abdulloh Saepulloh dengan seperangkat alat sholat dan uang senilai seratus juta rupiah, dibayar kontan!" ucap lantang seorang pria yang dimulai malam ini menjadi suamiku.

"Sah!"

"Sah!"

Semuanya menyahut.

"Ya Allah, berikanlah keberkahan untuk pernikahanku," batinku meraung tak berdaya.

Pemotretan pun dimulai.

Kilatan cahaya kamera memenuhi ruangan.

"Tersenyumlah!" titahnya padaku. Sikapnya seperti orang yang bangun tidur. Datar.

Ia memelukku erat, detak jantungku berdebar keras. Darahku memanas saat ia menatap tajam mataku.

Ini kali pertamanya dalam hidupku dipeluk seorang pria selain ayahku.

Fose demi fose diambil setiap sudut.

Entah untuk apa!

"Bagikan detik ini juga!" titahnya dingin.

"Pak Wawan!" panggilnya.

"Ya Tuan!" sahutnya secepat kilat.

"Berikan mereka yang hadir hadiah souvernir pernikahan ini, dengan cincin untuk wanita dan jam tangan untuk pria!" titahnya.

Semua terkejut dengan keputusannya.

Begitu juga dengan diriku.

Sekaya apa dirinya.

"Setelah itu kalian semua boleh pulang!

Dan secepatnya bagikan postingannya.

Tagg namaku di sosial media!" titahnya seraya berlalu.

"Dan kau..." ucapnya terhenti.

Keningku terangkat.

"Ikut ke kamarku!" titahnya lagi.

Aku menelan ludah.

Mataku beradu dengan mata ayahku.

Hanya anggukan yang kuterima darinya.

Sedangkan tubuhku terasa berguncang hebat.

[Apa aku dijual?] batinku menjerit.

*Lanjut gak nih?

Komen atuh, kalau mau nanti di lanjut lagi.

Follow, Sub dan like juga ya🤗😍

*Balqis Khansa Alya : perempuan yang tinggi derajatnya dan baik laksana Ratu Balqis