Mayang telah siap berangkat dengan peralatan lengkapnya. Sebuah koper berukuran sedang yang ia tarik dari bawah kolong ranjangnya menyimpan kebutuhan lengkapnya untuk bertarung malam ini.
Dengan pakaian serba hitam dan rambut yang dikuncir ekor kuda menyematkan penampilan yang gelap untuk seorang wanita sepertinya. Mayang telah berubah drastis dari sosoknya beberapa menit lalu.
Peralatan tempur yang lengkap yang menempel di setiap sisi tubuhnya, membuat Rose semakin garang. Ditambah lagi dengan jaket kulit berwarna senada yang menutupi senjata api yang ia bawa di tubuhnya.
"I'm ready!" ucap Mayang dengan mode Rose.
***
Hati Bian masih berbunga-bunga, saat mengingat kesan manis dan hadiah kecil yang Mayang berikan untuknya. Walau itu sekedar kecupan singkat, terasa seperti memenangkan sebuah tender triliunan baginya.
"Mayang, aku semakin gila karenamu. Cepatlah buka hatimu untukku!" guman Bian sendiri. Tak lama mobil berhenti mendadak saat matanya melihat kelipan lampu kecil yang berada di bawah kursi tempat Mayang duduk tadi.
Bian menemukan ponsel yang terjatuh di bawah situ dan mengambilnya. Melihatnya sekilas untuk memastikan. Namun, yang ada hanya tampilan layar random bawaan ponsel yang tidak menunjukkan tanda-tanda kepemilikan Mayang di sana, tidak ada foto atau apapun yang menunjukkan kalau ponsel tersebut miliknya.
Tapi Bian yakin, mobilnya tidak sembarangan orang bisa menaikinya kecuali asisten pribadinya, Guntur dan Trian yang terkadang meminjam mobil itu. Namun, sejak kemarin Trian belum pulang dan ia juga pergi dengan mobilnya sendiri. Dan itu meyakinkan Bian kalau ponsel tersebut adalah milik Mayang yang tadi mungkin saja terjatuh.
Dengan cepat, Bian memutar kembali mobilnya menuju apartemen Mayang lagi. Belum separuh jalan ia mengendarai mobilnya, dari kejauhan hingga jarak yang dekat, mata Bian terpana pada sosok wanita berpenampilan serba hitam dengan jaket dan kacamata hitamnya mengendarai motor di malam hari.
Aneh? Tentu saja. Orang mana yang memakai kaca mata hitam di malam hari. Apa yang akan dilihat orang itu dalam kegelapan malam? Dan lagi sosok wanita tersebut mirip sekali dengan Mayang. Karena Bian bisa melihatnya dengan jelas wajah yang hanya tertutup kaca mata hitamnya itu.
"Mayang?" ucap Bian seketika saat wanita yang diyakininya adalah Mayang, melesatkan motornya dengan kecepatan tinggi. Hampir saja mobil Bian menabrak trotoar kalau saja ia tidak segera menoleh ke arah depan setelah pandangannya teralihkan tadi.
"Apa itu Mayang? Untuk apa dia berpenampilan seperti itu malam-malam? Lagi pula aku baru saja mengantarkannya pulang?" gumamnya sendiri setelah menghentikan mobilnya.
"Aku harus memastikannya sendiri!" lanjutnya bicara sendiri dan mulai menjalankan kembali mobilnya ke arah apartemen Mayang dengan cepat.
Sesampainya Bian di sana, dengan berlari ia menuju ke lantai atas tempat kamar Mayang berada. Bian meyakinkan dirinya untuk memastikan kalau yang ia sangka tadi adalah kekeliruan. Tapi apa daya, ketukan dan panggilan Bian yang berulang di pintu kamar Mayang tidak juga mendapatkan balasan setelah sekian lama ia memanggil penghuninya.
Malahan, penghuni kamar apartemen di sebelah Mayang yang membuka pintunya.
"Sedang apa anda di sana? Tidakkah anda tahu waktu untuk bertamu? Ini sudah tengah malam! Suara anda menganggu penghuni yang lain! Dasar, anak muda zaman sekarang!" omel seorang lelaki cukup tua yang terlihat menahan kantuknya sambil memarahi Bian.
"Maaf Pak, saya hanya ingin mengembalikan ponsel teman saya yang tertinggal. Tapi sepertinya teman saya sudah tidur," jawab Bian sopan, karena ia memang merasa bersalah saat ini. Setelah merasa terusir, mau tidak mau Bian turun dan keluar dari gedung apartemen tersebut. Menggenggam erat ponsel Mayang dengan tanda tanya besar.
"Tidak mungkin Mayang tidak mendengarku memanggilnya sekeras itu kalau dia di dalam. Dan lagi baru beberapa menit yang lalu aku mengantarnya pulang. Lalu apa semua ini? Dan wanita bermotor tadi terlihat mirip sekali dengan Mayang," guman Bian sendiri memikirkan Mayang yang terasa janggal di pikirannya.
"Apa wanita serba hitam tadi itu Mayang?" fikir Bian lagi setelah ia teringat wanita misterius yang melewatinya tadi. Bian dengan cepat kembali mengingat sosok wanita misterius di restoran dan membandingkannya dengan wanita bermotor barusan. Dan ia mendapat kesimpulan bahwa dua sosok wanita misterius itu sama. Dan dugaan tersebut mengarah ke Mayang.
"Baiklah, Sayang. Aku akan mencari tahu sendiri siapa kamu sebenarnya," ucapnya lagi dengan wajah yang serius.
***
Rose tiba di dermaga tempat Lion mengirimkan anak buahnya menjemputnya dengan sebuah helicopter berlambang singa hitam, yang jelas menerangkan kalau heli tersebut merupakan property Black Lion.
Saat Rose naik, ia melihat sekitar empat orang berpenampilan siap perang yang menyapanya, "Bos Rose, kami menunggu perintah!" ucap salah seorang lelaki di hadapannya.
"Langsung ke titik hilangnya sinyal anak buahku!" tanggap Rose dengan keseriusannya.
"Roger!" keempat lelaki tersebut menjawab perintah Rose bersamaan.
***
Hantaman benda keras yang bertubi-tubi dilayangkan anak buah Alfred pada Mark, Ben, dan Rick seakan membabi buta setelah tadi, ketiganya mencoba melawan dengan menembaki puluhan anak buah Alfred dalam waktu singkat.
Tembakan ketiganya terhenti saat Alfred meringkus anak buah Mark dengan moncong pistol menempel di kepala orang kepercayaan Mark tersebut.
"Turunkan senjata kalian atau kupecahkan kepala orang ini!" bentak Alfred pada ketiganya.
"Lepaskan dia, dasar bajingan! Lawan aku kalau kau berani, hah!" bentak Ben pada Alfred yang tertawa melihat aksi ketiganya terhenti dengan satu ancaman darinya.
"Oh, ternyata Rose mengajarkan kalian untuk setia kawan, ya? Bagus, kalau begitu bagaimana reaksi kalian kalau teman kalian ini kukeluarkan isi kepalanya di depan kalian? Hahahaha!" ucapnya mengancam dan diikuti dengan tawanya yang menggema.
Dor!
Sebuah tembakan bersarang dan menembus tepat di kepala anak buah Mark tanpa aba-aba. Sesaat setelah tawa Alfred mereda. Pria setengah tua itu dengan tanpa bersalah mengambil paksa nyawa seseorang dengan mudahnya.
"Stev!?" teriak Mark, Ben, Rick, dan seorang teman mereka, Red.
"Bajingan kau Alfred! Akan kuhabisi kau dengan tanganku sendiri!" teriak Mark yang mengamuk dan menghajar anak buah Alfred yang tengah meringkusnya.
Kemarahannya seakan berkobar melihat bawahan kepercayaannya mati mengenaskan di hadapannya sendiri. Begitu juga dengan Ben dan Rick yang berhasil terlepas dari ringkusan anak buah Alfred yang lain.
Menghajar setiap orang dengan cepat tanpa senjata di tangan, melawan anak buah Alfred yang seakan tidak ada habisnya. Tembakan membabi buta terjadi saat Mark berhasil meraih senjata api entah milik siapa yang tergeletak di lantai kapal, lalu menembaki orang-orang di sana dengan brutal.
Karena keempat anggota Rose sudah terlatih dengan latihan setara prajurit militer saat mengikuti misi dengan Rose, tidak heran kalau mereka dapat menaklukan serangan lawan walau mereka kalah jumlah, setidaknya mereka dapat mengurangi selesih jumlah lawan mereka, dan hal ini membuat Alfred cukup panik.
Satu lagi tembakan menembus leher Red, anak buah Mark yang satunya hingga menyebabkannya tersungkur menggelepar meregang nyawa di hadapan Mark sendiri. Membuatnya lengah dan melupakan kesiagaannya sendiri.
"Argh!" teriak Mark yang menerima tembakan di betisnya dan tentu saja Mark langsung tersungkur. Tersisa Ben dan Rick yang masih melawan serangan peluru lawan dan perhatian mereka goyah saat melihat Mark tertembak.
"Are you okey, Mark?" tanya Rick pada Mark begitu juga dengan Ben yang segera membantu Mark dan memeriksa luka tembak temannya tersebut. Langsung saja hantaman gagang senjata api diterima Rick dan Ben yang lengah bersamaan.
Itulah yang menyebabkan saat ini ketiganya jadi bulan-bulanan bogem mentah anak buah Alfred yang beringas.
"Bos, harus sampai kapan kita menyiksa ketiga orang ini?" tanya seorang pria bertubuh kekar di sebelah Alfred.
"Terserah, tapi jangan sampai mati. Aku tahu mereka bertiga orang kepercayaan Rose yang setia. Aku ingin melihat wanita sombong itu memohon untuk anak buahnya dan kemudian menjadikannya budak nafsuku. Aku penasaran bagaimana pimpinan Death Rose beraksi di ranjangku, hahaha!" jawab Alfred disusul dengan tawanya yang terus menggema.