"Aku mohon Tuan Bian jangan salah faham dengan jawabanku barusan. Lidahku terpeleset kulit pisang tadi," Mayang mencoba berkilah lagi.
"Tidak Nona Mayang, apa kamu tidak mengenalku dengan baik? Biantara Heldana tidak menerima jawaban kedua, dan yang pertama adalah jawaban jujur. Jadi, aku memegang jawaban Nona yang pertama. Tapi maaf, aku tidak menerima seks di luar nikah," Bian mengucapkan kalimatnya dengan santai.
"Apa? Dia benar-benar sudah gila! Arggghh, kepalaku mau pecah rasanya menghadapi orang ini, Tuhan!" kembali Mayang menjerit dalam hati. Andai saja dirinya tidak dalam menutupi identitasnya sebagai mafia, sudah dari awal lidah laki-laki ini ia kepang.
"Tunggu sebentar, Tuan. Apa aku tidak salah mendengar? Bukankah banyak Ceo-Ceo besar suka bermain seks bebas? Dan aku juga tidak heran kalau saja Tuan Bian melakukan hal semacam itu juga. Bahkan Bos Kecil sering terdengar bergonta-ganti pasangan," kali ini Mayang membalas omong kosong Bian dengan omong kosongnya. Tapi siapa sangka, Bian malah mendorong Mayang terbaring dan Bian berada di atasnya dengan jarak wajah yang tersisa beberapa senti saja.
"Aku sudah bilang Nona, jangan mengujiku. Karena aku tidak tahu bagaimana cara menahan naluri kelelakianku saat dekat denganmu. Tolong jangan mengujiku, aku tidak tahan menahan hasrat ini terlalu lama," ucapan Bian dengan nafas yang tersengal di wajah Mayang, membuatnya malu. Fikiran kotor macam apa yang dibayangkan Mayang saat ini, hingga membuat wajahnya memerah seperti kepiting rebus.
Setelah memejamkan matanya sekejap, Bian bangkit sambil menarik tangan Mayang untuk kembali duduk seperti posisi semula.
"Maaf, maafkan aku. Entah kenapa saat di dekat anda, aku sangat tidak bisa menahan ehm, ini. Ya, aku rasa Nona Mayang mengerti," ucap Bian sambil menunduk memperhatikan senjata pamungkasnya terbangun dari tidurnya, sambil merutuki fikiran kotornya saat ini.
Mayang hampir tidak bisa menahan tawanya saat melihat ekspresi rumit seorang Biantara karena hal memalukan seperti ini.
"Seperti yang kutanyakan pada Nona tadi, pernahkah kita bertemu sebelumnya? Karena aroma tubuh Nona Mayang mengingatkanku pada gadis malam itu," ucap Bian setelah sepenuhnya bisa mengendalikan hasratnya, dan bicara dengan normal pada Mayang.
"Bukannya aku mau lancang, Tuan. Tapi baru saja Tuan berkata tidak setuju dan menentang seks di luar nikah. Tapi yang aku tanggap, gadis masa lalu itu dengan Tuan sendiri memiliki hubungan yang tidak biasa. Apa aku salah jika kalian melakukan hubungan ter-" kalimat Mayang terputus oleh Bian.
"Ya, malam itu sebuah kecelakaan. Aku bertemu dengannya hanya sekali, dan itu juga dalam keadaan tidak sadar. Tanpa ingat wajahnya, tanpa tahu namanya, dan siapa dia sebenarnya. Yang aku ingat aroma tubuhnya sama dengan yang kuhirup saat aku berdekatan dengan Nona seperti ini," jawaban Bian membuat Mayang semakin merinding. Ia menyesal karena mulutnya begitu lentur untuk menyebabkan dirinya masuk kembali ke dalam masalah.
"Tapi dia bukan aku, maaf karena membuat anda kecewa. Bisakah kita mengakhiri percakapan ini? Karena aku tidak sanggup untuk jatuh ke dalam jebakan kata-kata Tuan," Mayang memberanikan dirinya untuk mengakhiri percakapan menakutkan ini.
"Tidak, sebelum aku mendengar jawaban yang tulus dan memuaskan dari Nona Mayang," sangat jelas terlihat kalau Bian tidak akan melepaskan Mayang begitu mudah.
"Dengar, Tuan Biantara Heldana yang terhormat. Pernikahan itu bukanlah permainan. Bukan sekedar Tuan ingin atau tidak. Dan bukan sekedar karena Tuan ingin membayar jasaku menolong si kecil. Kita baru saja bertemu. Apa Tuan tahu tentang saya? Apa Tuan tahu masa lalu saya? Kalau saya katakan saya sudah pernah memiliki anak, apa Tuan Bian juga percaya?" Mayang berucap tegas kali ini. Sebisa mungkin percakapan tidak berfaedah ini harus dihentikan.
"Yang ingin kunikahi adalah kamu yang sekarang. Masa lalumu tidak ada hubungannya ataupun berpengaruh untukku. Yang ingin kunikahi adalah kamu yang sekarang, bukan kamu yang dulu," seperti yang Mayang duga, tidak mudah menaklukan makhluk Tuhan yang keras kepala bernama Bian ini.
"Bahkan kalau anda tidak peduli. Masa laluku adalah bagian dari diriku yang sekarang. Masa laluku mengingatkanku untuk berubah menjadi lebih baik seperti sekarang. Dan aku tidak akan melupakan siapa aku di masa lalu untuk menikah denganmu. Maaf, jalan kita benar-benar berbeda. Silahkan anda menarik keputusan gegabah anda, Tuan!" tambah Mayang lagi.
Kali ini tidak ada wajah bodoh seorang Mayang. Kali ini jiwa seorang Rose yang bicara. Kalimat Bian menggugah emosinya kembali menyibak masa lalu yang sudah tidur di benak Mayang. Kenangan yang mengingatkan akan dirinya yang lemah dan tidak berdaya menghadapi kenyataan hidup yang pahit.
Kenangannya tentang gadis muda yang terluka begitu dalam sedari kecil, hingga sampai mengantarnya ke ingatan, bahwa dirinya pernah memiliki secercah cahaya hidup berupa anak dalam kandungannya, yang bahkan itu juga mereka rampas walau tidak dengan kesengajaan.
"Mari kita hentikan pembahasan bodoh ini, aku harap Tuan tidak tersinggung dengan semua perkataanku malam ini," ucap Mayang yang dengan cepat sadar untuk mengendalikan fikirannya agar tidak terbawa kalap. Namun dengan begitu, ia juga sadar kalau setiap perkataannya bisa saja membuat seorang Biantara tersinggung.
Suasana hening hadir beberapa saat sebelum Bian mengatakan kalimatnya lagi.
"Baik, aku mengerti," jawab Bian dengan nada datar. Membuat Mayang yang sudah akan tegang memikirkan tanggapan Bian yang marah karena ketidak-sopanannya, berubah lebih rileks.
"Baiklah, aku akan tidur. Selamat malam," ucap Mayang sebelum meninggalkan Bian yang terdiam.
"Selamat malam," jawabnya tenang.
Bian melihat punggung Mayang yang menjauh dari pandangannya. Tak lepas dari sorot matanya, Mayang yang kaku menaiki ranjang tempat si kecil Ziel yang sudah tertidur lebih dulu.
Mayang memeluk si kecil dengan lembut, menghantarkan perasaan hangat yang nyaman pada Ziel yang terlihat bergerak lebih rapat memeluk Mayang. Semua orang telah tertidur kecuali Bian.
Bagaimana ia Bian bisa memejamkan matanya, kalau bagian tubuh bagian bawahnya teramat sensitif untuk sekedar tidur dan melupakan khayalannya tentang sosok Mayang, yang teramat mirip dengan gadis masa lalunya itu.
***
Sementara bagaimana nasib Mark, Ben, Rick, dan anak buahnya yang lain?
"Mark, Ben! I'm so hungry. Can I just go into the Boss's house?"
(Mark, Ben! Aku lapar sekali, bolehkah aku masuk saja ke rumah Bos?) tanya Rick pada dua rekannya itu.
"Do you want to die?"
(Kau mau mati?) jawab Mark dan Ben bersamaan.