"Apa yang dia pikirkan? Kenapa dengan gegabah merubah waktu syuting menjadi sesingkat ini?" tanya Mayang dalam hati. Bukan karena tidak akan sanggup melakukan syuting sepanjang hari, namun terlihat aneh saja bagi Mayang.
"May, kenapa aku merasa ceo muda tadi menatapku seakan aku berhutang banyak padanya?" Nael bertanya pada Mayang.
"Mana aku tahu, bukan urusanku. Lagipula aku mana tahu kalau kau punya masalah atau tidak dengannya? Tapi memang benar, tadi dia tidak seperti itu, kenapa cepat sekali bertukar ekspresi? Dasar orang aneh!" ucap Mayang yang terlarut dalam pikirannya sendiri, tanpa sadar ada Nael yang masih berada di sebelahnya mendengarkan dirinya membicarakan Bian.
"Dia? Dia siapa? Ceo sombong tadi? Kamu mengenalnya?" pertanyaan berentet keluar dari mulut Nael karena heran. Dan banyaknya pertanyaan itu membuat Mayang menyadari kecerobohan mulut dan pikirannya.
"Semua orang kenal siapa dia, siapa yang tidak kenal dengan Biantara Heldana? Dia ceo besar dan aku orang biasa yang baru memulai karier di sini. Bagaimana aku tidak mengenalnya?" Mayang menjawab tanya Nael dengan pertanyaan juga.
"Mana kutahu, jadi tadi yang kamu omelkan siapa? Aku hanya mendengar keluhanmu barusan. Jadi, bukan dia orang yang kamu bicarakan tadi?" Nael kembali bertanya.
"Sudahlah Nael, jangan dipikirkan. Ayo kita mulai saja syutingnya. Coba lihat, Dewina sudah mulai membaca skripnya, ayo kita juga kesana! ucap Mayang tanpa menjelaskan pertanyaan Nael padanya.
Langsung saja, mereka masuk ke dalam penghayatan sesuai peran masing-masing. Dalam iklan tersebut, Dewina berperan menjadi gadis desa yang cantik, namun kecantikannya tidak terpancar karena kulitnya terlihat kusam. Ia memiliki kekasih yang diperankan Nathael yang tertarik pada gadis cantik yang baru saja datang di antara mereka.
Tentu saja mata lelaki ingin selalu melihat keindahan. Hati si lelaki terpincut pada peran yang Mayang mainkan, dan meninggalkan Dewina dalam keterpurukan.
Saat ia bersedih, matanya melihat sebuah papan iklan yang berisi gambar sabun kecantikan, yang seakan dapat membuat kecantikan terpancar sempurna bila memakainya.
Ada juga adegan di mana Dewina mandi dengan berbalut handuk memakai sabun yang dilihatnya tadi. Dan setelahnya, penampilannya langsung berubah menjadi cantik. Wajahnya yang memang tidak jelek berubah cantik dan menawan, dibarengi dengan pakaian yang lebih bagus, membuat penampilannya anggun dan berkarisma. (Namanya iklan, ya pasti lebay, hihihi!)
Mata setiap lelaki yang ia lewati, langsung memandang dan terus mengikutinya sepanjang jalan, dan kebetulan Dewina juga melewati kekasihnya yang diperankan Nael, yang terlihat sedang merayu Mayang dengan sebuah buket bunga di tangan. Nael lantas memalingkan perhatiannya pada gadis cantik yang ternyata Dewina, kekasih yang ditinggalkannya.
Tanpa pikir panjang, sang lelaki juga ikut berbaur bersama para lelaki lainnya yang juga mengikuti langkah Dewina. Meninggalkan Mayang yang sendirian menangis hingga tiba waktu Mayang berjalan, matanya juga ikut berbinar saat melihat papan iklan besar berisi sabun kecantikan tersebut. Dan iklan berakhir…
"Cut! Perfeck!" teriak sang sutradara dengan bersemangat. Semua orang menghela nafas panjang dan bertepuk tangan kesenangan, setelah lega proses syuting dengan tekanan harus selesai dalam sehari akhirnya usai.
Para kru dan pemain bersorak gembira dan saling mengucapkan terima kasih karena sudah bekerja keras. Kemudian masing-masing dari mereka beristirahat di tempatnya. Sementara sutradara melihat kembali adegan demi adegan, memastikan tidak ada kekurangan yang akan berdampak buruk karena harus mengulangi adegan tersebut.
Setelah yakin semua adegan yang para pemainnya perankan dengan bagus dan sempurna, barulah sutradara Toni bisa bersandar tubuh dengan lega. Pekerjaannya selesai, hanya tinggal memproses pemberian efek dan segala macam yang dibutuhkan agar iklan tersebut benar-benar sempurna dan menarik.
"Terima kasih untuk semua kru dan para pemain. Kerja sama yang bagus yang telah kita lakukan hari ini. Terutama Mayang, yang dapat berakting sempurna dan bisa mengimbangi semangat Nathael dan Dewina sebagai artis dengan jam terbang tinggi. Saya percaya karier kamu akan melonjak setelah iklan ini tayang. Semangat Mayang!" ucap sutradara Toni memberikan pujiannya pada Mayang.
"Terima kasih Pak Sutradara, bukan hanya aku saja yang berhak menerima pujian Bapak, semua yang bekerja untuk iklan ini pantas menerima pujian yang sama. Aku yang berterima kasih karena Pak Sutradara mengizinkanku ikut mengambil peran dalam iklan ini. Terima kasih, Pak! Terima kasih semuanya!" Mayang dengan gembira berterima kasih pada sutradaranya yang sangat baik dan juga pada semua kru yang bertugas.
"Nael, kau hebat hari ini, terima kasih!" ucap Mayang juga pada Nael.
"Aku memang hebat! Jadi apa kamu sudah jatuh cinta padaku?" jawab Nael setengah sombong dan berbau menggoda.
"Ayolah, Nael. Apa kau tidak lelah selalu membujukku begitu? Kau yang paling tahu, kalau hubungan kita dulu hanya pura-pura, dan mengapa setelahnya kau jadi terbawa perasaan? Apa kau sadar itu tidak professional?" tanya Mayang lagi.
"Aku tidak peduli dengan akting itu. Aku menganggap kalau kita memang sepasang kekasih nyata. Lagipula aku memang tidak suka dengan tunanganku itu. Aku hanya ingin kamu yang jadi kekasihku. Kenapa kamu tidak bisa memahami ini dari dulu?" jawab Nael dengan memasang wajah memelas dan mata berkaca-kaca.
Plak!
Satu tepukan keras mendarat di dahi Nael yang tampan. Dan tepukan itu berhasil mengubah ekspresinya menjadi normal kembali bahkan tertawa pada Mayang.
"Sadarlah! Aktingmu tidak mempan untukku, hihihi! Kenapa? Sakit? Rasakan itu! Siapa yang menyuruhmu terus menghayal?" ucap Mayang mengomeli Nael dan kemudian tertawa. Ia tahu kalau Nael suka sekali mendramatisir perasaan sukanya pada Mayang.
Bagaimanapun juga, Mayang tidak ingin sedikitpun memberi celah untuk Nael mendekatinya sebagai kekasih. Biarlah Nael menjadi sahabatnya dengan hubungan pertemanan yang normal, tanpa terlibat lebih dalam dan tahu kalau hidup Mayang tidak sebaik yang orang lain kira.
"Aku pulang, Nael. Sampai jumpa lagi, paling tidak di acara keakraban setelah iklan ini diluncurkan. Jaga dirimu ya, aku pergi!" pamit Mayang yang tanpa menunggu tanggapan Nael sudah terus berjalan.
"May, aku menginap di rumahmu malam ini, ya?" teriak Nael pada Mayang yang mulai menjauh.
"Aku tidak di rumah malam ini. Kau pulang ke hotelmu saja! Sampai jumpa!" jawab Mayang sambil tersenyum dan melambaikan tangannya pada Nael.
"May, sampai kapan persahabatan kita berubah jadi cinta? Aku sungguh berharap kamu merubah pendirianmu dan menerimaku," ucap Nael sambil tersenyum melihat punggung Mayang yang terus menjauh dan menghilang.
Sampai di depan pintu masuk Wing, Mayang berdiri seorang diri. Berharap masih ada taxi yang lewat di jam malam seperti ini. Tapi bukannya taxi yang lewat, malah sebuah mobil yang tidak asing berhenti di depannya.
"Apa kau menunggu jemputan? Naiklah, setelah mengantar Dewina aku akan menyuruh supir untuk mengantarmu pulang!" ucap Luna dari dalam mobil. Terlihat tulus namun mencurigakan di mata Mayang.
Dan Mayang benar. Ketulusan palsu itu didasari karena sikap semua kru yang baik terhadapnya dan bahkan sutradara menyukainya, jadi Luna mengambil kesempatan untuk memanfaatkan kesan baik sebagai kerabat Mayang juga.
"Tidak terima kasih. Kalian bisa melanjutkan perjalanan kalian. Aku akan menunggu sebentar lagi," ucap Mayang sopan dan tanpa basa-basi.
Kaca jendela penumpang terbuka dan di sana ada Dewina yang tersenyum sinis pada Mayang.
"Tentu saja dia menolak tumpanganmu, Luna. Dia sedang menunggu sugar daddy-nya atau juga kekasihnya menjemputnya. Dia kan artis hebat, bukankah kamu terlalu meremehkannya dengan menawarkan tumpangan?" decak Dewina dengan raut wajah meremehkan.
"Ya, tepat sekali. Aku sedang menunggu lelaki kaya yang ingin mengantarkanku pulang, seperti yang Dewina katakan barusan. Jadi tidak usah repot berbaik hati padaku, kalau kebaikan yang kalian tunjukkan itu palsu!" jawab Mayang dengan sedikit nada sombong.
"Dasar wanita tidak tahu diuntung! Ayo, Pak kita pulang!" rutuk Luna dan kemudian memerintahkan pak supir melajukan mobil mereka lagi.
"Pergilah! Aku tidak butuh perhatian palsu kali-" omelannya untuk Luna dan Dewina yang telah meninggalkannya terhenti, saat tiba-tiba mobil mewah yang seperti tumpangannya tadi pagi berhenti tepat di depannya.
"Naiklah, mari kuantar pulang!" ucap lembut Bian pada Mayang.